Pemkot Makassar mendapat kritikan keras terkait dugaan pegawai fiktif. Djusman AR dan Pengamat Tata Keuangan Negara Universitas Patria Artha (UPA) Bastian Lubis mendorong masalah itu ke ranah hukum.
MAKASSAR, NEWSURBAN.ID — Koordinator Forum Komunikasi Lintas (FoKaL) NGO Sulawesi, Djusman AR menduga ada permainan atau kongkalikong antara pejabat soal kasus ribuan pegawai fiktif di Pemerintah Kota Makassar.
Djusman mengatakan, kasus pegawai fiktif mestinya langsung di dorong keranah hukum. Pasalnya, jangan sampai kasus tersebut berlurut-larut, hingga menimbulkan pendapat masyarakat soal adanya permainan di balik kasus ribuan pegawai fiktif.
“Persoalan kasus honor fiktif harus di dorong ke ranah hukum. Kalau kemudian hanya berlarut-larut tanpa kepastian tindaklanjut. Maka patut di duga terjadi kongkalikong. Dan mana kala masyarakat berpendapat demikian, maka itu adalah wujud peran serta masyarakat yang di jamin konstitusi,” kata Djusman AR.
Baca juga: Reuni, Kajari Sidrap Malming Bareng Djusman AR Menyeruput Kopi Susu dan Cicipi Pisang Goreng di Warkop Lagota
Bahkan, Djusman mengungkapkan kejadian hal ini merupakan bentuk wajah buruk di tubuh birokrasi. Dan harusnya, ada langkah tegas Pemkot Makassar, melakukan investigasi berbasis data tif, untuk di tindaklanjuti keranah hukum.
“Uji komitmen Pemerintah, harus di lihat sejauh mana menindaklanjuti. Mengungkap persoalan tersebut hingga mendorongnya keranah hukum,” ungkapnya.
Penggiat Antikorupsi ini mengatakan, berdasarkan informasi yang masuk atau petunjuk investigasi sementara. Kabarnya, terdapat beberapa honorer fiktif bekerja sebagai pembantu rumah tangga hingga sopir pribadi untuk para pejabat.
Baca juga: Pegiat Antikorupsi Djusman AR Mandikan Badik Warisan Leluhur, Ada Apa?
“Bahwa tenaga honorer ini bekerja secara pribadi seperti pembantu rumah tangga dan supir di tempat para oknum pejabat. Tetapi gaji mereka di bayarkan pemerintah kota,” akunya.
Miliaran Rupiah Kerugian Negara
Sementara itu, Pengamat Tata Keuangan Negara Universitas Patria Artha (UPA) Bastian Lubis, menambahkan, pegawai kontrak atau honor mampu merugikan negara hingga miliaran rupiah.
“Contoh kalau diberitakan ada dugaan 3.000 tenaga honorer fiktif, kalau satu orang perbulannya dapat gaji Rp1.500.000/bulan berarti ada alokasi dana Rp4.500.000.000/bulan untuk 3000 orang honor yang di duga fiktif atau Rp54M/tahun,” ucapnya.
Baca juga: Menteri PANRB Sebut Ada Pelanggaran Tes CPNS di Sulsel
Sebelumnya, masalah data tenaga kontrak fiktif mencuat saat Wali Kota Makassar Ramdhan ‘Danny’ Pomanto mengungkap adanya ribuan ‘pegawai fiktif’ di Pemkot Makassar. Pemkot mencatat dari 8.190 tenaga kontrak, sekitar 3.000 di duga fiktif.
Danny mencurigai tenaga kontrak fiktif karena Pemkot harus membayar gaji sebelas ribu tenaga kontrak. Sementara data Badan Kepegawaian Daerah Makassar hanya mencatat 8.300 orang. (nu-ar/*)