NewsPerspektif

Tambang Dikuras Asing, 54 Tahun Luwu Miskin Ekstrem

“Tinggal di lumbung “dolar”, kesejahteraan rakyat Luwu tak membaik. Kurang lebih 54 tahun Vale (sebelumnya PT Inco, Tbk) mengelola tambang, makmurnya tak menetes ke masyarakat lokal.”

Laporan: Syaifuddin

Kurang lebih 54 tahun, perusahaan tambang PT. Vale Indonesia, Tbk (sebelumnya PT International Nickel Company Tbk.), sama sekali tak berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Bahkan ekspoitasi sumberdaya alam ini hanya menyisakan pilu dengan tingginya kemiskinan ekstrem di Luwu, Sulawesi Selatan.

Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel per Maret 2022, lima daerah paling miskin di Sulsel adalah Kabupaten Jeneponto dengan persentase 14,28 persen, Pangkep 14,28 persen, disusul Luwu Utara dengan persentase 13,59 persen, kemudian Luwu 12,52 persen dan selanjutnya Enrekang 12,47 persen.

Di lokasi tambang Vale, Luwu Timur pun demikian. Terdengar sejahtera dampak tambang. Namun, faktanya masyarakat Luwu Timur sedikit lebih baik karena pertanian yang luas.

“Alhamdulillah ekonomi masyarakat kami lebih baiklah. Tapi, bukan tambang melainkan pertanian. Itu pun, beberapa tahun terakhir setelah masyarakat mengembangkan perkebunan lada (merica),” ungkap Syamsul Rusdang, Kepala Desa Timampu, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur.

Pengamat politik dan kebijakan publik, M Saifullah menilai keberadaan usaha pertambangan skala internasional yang di kelola PT. Vale selama kurang lebih 54 tahun benar-benar tak punya dampak apa-apa bagi kesejahteraan masyarakat di daerah pertambangan tersebut.

Baca Juga: Ratusan Mahasiswa Demo Tolak Perpanjangan Kontrak Karya PT Vale

“Bisa kita bayangkan, selama 54 tahun daerah tempat PT. Vale beroperasi, masih masuk dalam lima daerah termiskin di Sulsel. Jadi kontribusi usaha pertabambangan ini pada masyarakat daerah bisa di simpulkan nol besar”, ujar peneliti dari Pusat Kajian Politik dan Kebijakan Publik (PKPK) ini, Jumat, (9/9/2022).

Dia dan sejumlah kalangan sering menyoroti dinamika masyarakat di kabupaten Luwu. Mulai dari tingkat kemiskinan, indeks pembangunan manusia (IPM) serta tingkat pengangguran terbuka dan tertutup di sana.

“Memang dari data BPS menunjukkan, daerah ini masih berjibaku untuk keluar dari perangkap kemiskinan. Dan ironisnya, di tengah realitas tersebut, ada perusahaan tambang internasional yang sedang ‘berpesta pora’ mengeruk kekayaan sumberdaya alam di sana”, ujarnya.

Baca Juga: Tolak Perpanjangan Kontrak Karya Vale, Guru Besar Unhas Jempol Gubernur Andi Sudirman

Atas fakta itu, Ia sangat mendukung upaya Gubernur Sulsel Andi Sudirman untuk mengembalikan hak masyarakat Luwu. Untuk pengelolaan sumberdaya alam demi kesejahteraan mereka sendiri.

“Pengabaian oleh PT Vale, saya pikir sudah cukup. Waktunya daerah mengambil kembali ke yang punya haknya”, tegasnya.

Sekadar informasi, kata Saiful, PT Vale Indonesia Tbk. mencatatkan laba bersih tumbuh hingga 100,77% year on year (yoy) menjadi USD67,7 juta dari sebelumnya USD33,7 juta pada kuartal I 2021.

Baca Juga: Tiga Gubernur Sepakat Izin Kontrak Karya Vale Tidak Di perpanjang

Sikapnya sama seperti masyarakat Luwu. Sangat ironis hidup miskin di lumbung dolar. Pengerukan sumberdaya alam daerah yang demikian besar tapi tak memiliki dampak apa-apa bagi daerah selain kerusakan alam. Asing untung, rakyat dapat dampak.

Tak hanya Syaiful. Guru Besar dan pakar Ekonomi Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Marsuki DEA punya pendapat sama. Marsuki menganggap selama keberadaan PT. Vale, tidak memberi manfaat maka negara sudah harus menghentikan perpanjangan kontrak PT Vale.

Ia yakin, perjuangan Gubernur Andi Sudirman harus mendapat support dari seluruh masyarakat khususnya di Sulsel.

“Saya pak support habis itu. Kita memang memerlukan pemimpin-pemimpin yang berani bersuara lantang untuk kepentingan rakyat,” tegas Marsuki, Jumat (9/9/2022).

“Masak dari dulu itu tambang Luwu Timur dikuasai orang luar. Di satu sisi kita hanya mampu melihat dan menonton saja,” katanya.

Baca Juga: Miris, Sewa lahan Tambang Vale Hanya Bayar Rp60 Ribu per Hektare

Usulan dan keputusan Gubernur Sulsel yang juga didukung Gubernur Sulteng dan Sultra itu bisa menjadi solusi atas kemiskinan ekstrem rakyat Luwu. Pemerintah pusat wajib memberikan dukungan dan realisasi untuk tidak lagi memperpanjang kontrak karya PT. Vale.

Akademisi dan pakar komunikasi politik Unhas Dr. Hasrullah juga memberi apresiasi atas ketegasan tiga Gubernur Sulawesi yang menolak perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Vale.

Ia menganggap ketegasan tiga Gubernur di Sulawesi ini, merupakan sebuah komitmen untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat lokal sekitar lokasi pertambangan. Serta masyarakat daerah yang selama ini hanya lebih menjadi ‘penonton’ dari pengerukan kekayaan sumberdaya alam di daerah.

“Proyek penambangan di PT. Vale sama sekali tak berdampak apa-apa bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya di daerah pertambangan. Bahkan bisa saya katakan lebih banyak meninggalkan kerusakan alam yang kemudian ditanggung oleh masyarakat lokal,” tutur Hasrullah.

Baca Juga: Sukses Vale Indonesia Jadi Contoh BUMN Tambang Lain

Ketegasan pemimpin daerah dalam penolakan perpanjangan IUP PT. Vale harus mendapat dukungan dari semua pihak.

Ia mengapresiasi ketegasan dan keberanian Gubernur Sulsel, Andi Sudirman yang memasang badan untuk memperjuangan hak konstitusional anak bangsa sendiri untuk mengelola sumberdaya alam di daerah.

“Bukan hanya PT. Vale. Semua pengelolaan penambangan yang dikuasai asing yang telah selesai kontrak karyanya harus dievaluasi,” ujarnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button