Sungguh Ironi, Sungai Jeneberang Sumber Air Baku Tercemar Mikroplastik

“Sedih melihat sungai sebagai bahan baku air minum menjadi tempat sampah dan buangan limbah.” Ahmad Miftah, Koordinator Komunitas Pemerhati Sungai Jeneberang.

Laporan: Syaifuddin

Komunitas Pemerhati Sungai Jeneberang dan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara menemukan Sungai Jeneberang tercemar mikroplastik.

Data itu, disampaikan pada Sabtu 1 Oktober 2022, usai melakukan penelitian kualitas air Sungai Jeneberang di Kelurahan Parangtambung, Kecamatan Tamalate. Penelitian, dilakukan di Dermaga Daeng Tata, di bawah Jembatan Kembar Kabupaten Gowa dan Sungai Tallo Kawasan Kerabat Kera-Kera.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sungai Jeneberang telah terkontaminasi Mikroplastik.

“Sungai Jeneberang terlihat kotor dan di penuhi sampah dan plastik. Malah kami menemukan ada WC umum salurannya langsung di buang ke sungai tanpa di olah. Banyak sampah plastik di tepi sungai. Sedih melihat sungai sebagai bahan baku air minum menjadi tempat sampah dan buangan limbah,” tutur Ahmad Miftah, Koordinator Komunitas Pemerhati Sungai Jeneberang mengungkap kondisi Sungai Jeneberang tercemar mikroplastik.

Baca Juga: Wagub Ma’mun Amir Tinjau Pekerjaan Penanganan dan Penanggulangan Banjir di Sungai Dondo

Miftah mengungkapkan, temuan kadar Khlorin dan Phospat sungai Jeneberang sudah di atas baku Mutu kualitas air menurut PP 22/2021.

“Kadar khlorin dan phospat di sungai Jeneberang diatas baku mutu. Di jembatan kembar Kota Gowa Khlorinnya 0.09 ppm. Padahal baku mutu di PP 22/2021 tidak boleh lebih dari 0.03 ppm. Pencemaran khlorin ini, berasal dari aktivitas pertanian dan limbah cair domestik. Kika ingin mengendalikan pencemaran air sungai pemerintah harus membangun instalasi pengolah air limbah domestik,” tutur Chusnul Khatimah, Peneliti Komunitas Pemerhati Sungai Jeneberang.

Tabel Kontaminasi Mikroplastik dalam Air Sungai Jeneberang Oktober 2022

Dari Tabel di atas di ketahui sungai Jeneberang telah terkontaminasi mikroplastik rata-rata 169 partikel mikroplastik dalam 100 liter air sungai.

“Penelitian Komunitas Pemerhati Sungai Jeneberang menemukan bahwa sungai Jeneberang telah terkontaminasu Mikroplastik. Dengan rata-rata 169 partikel mikroplastik dalam 100 liter air sunga. Sedangkan jenis mikroplastik yang mendominasi adalah jenis fiber atau benang sebesar 74%. Di susul jenis fragmen atau cuilan plastik sebesar 14% sedangkan jenis filament atau lembaran sebesar 12%,” ungkap Prigi Arisandi, peneliti Tim Ekspedisi Sungai Nusantara.

Baca Juga: Pemerhati Tambang Desak DPRD Sulsel Panggil Pihak Terkait yang Terlibat Pencemaran Lingkungan di Lutim

Banyaknya mikroplastik jenis fiber ini, menunjukkan pencemaran limbah domestik yang tidak terkelola. Masyarakat membuang sampah langsung ke sungai. Salah satunya, air limbah cucian pakaian.

“Pakaian yang kita pakai saat ini umumnya jenis polyester yang terbuat dari plastik. Dalam proses pencucian benag-benang plastik akan rontok dan terbilas dalam air cucian dan mencemari air sungai. Karena umumnya limbah domestik rumah tangga di Kota Makasar di buang ke media air tanpa proses pengolahan,” tuturnya.

Mikroplastik Ancam Kesehatan

“Mikroplastik adalah serpihan plastik berukuran kurang dari 5 mm ini, berasal dari hasil pemecahan dari sampah plastik. Seperti tas kresek, styrofoam, botol plastik, sedotan, alat penangkap ikan, popok dan sampah plastik lainnya. Yang di buang di aliran sungai Jeneberang. Karena paparan sinar matahari dan pengaru fisik pasang surut, maka sampah plastik ini akan rapuh dan terpecah menjadi remah-remah kecil,” ujar Prigi Arisandi.

Secara umum Tim ESN melihat ada 3 faktor penyebab pencemaran mikroplastik di Sungai Jeneberang. Pertama, minimnya layanan pengangkutan sampah dari rumah-rumah penduduk ke Tempat Pengumpulan sampah sementara. Secara umum kota/kabupaten di Indonesia hanya mampu melayani kurang dari 40% penduduk, sehingga 60% penduduk Indonesia tidak terlayani pengangkutan sampah, mereka umumnya membakar sampah, menimbun dan membuangnya ke sungai, tiap tahun Indonesia membuang 3 juta ton sampah plastik ke laut melalui sungai dan menjadikan Indonesia menjadi penyumbang sampah plastik terbesar kedua setelah China.

Baca Juga: Cemari Sungai Tallo, Komisi C Adili PT Kima dan Makassar Tene

Kedua, minimnya kesadaran memilah sampah dan membuang sampah pada tempatnya, Indeks kepedulian lingkungan penduduk Indonesia masih rendah yaitu 0,56 dari skala 0-1. Juga rendahnya kepedulian inilah yang menyebabkan penduduk Indonesia membuang sampah seenaknya, termasuk membuang sampah ke sungai. Khususnya, di Makasar dan Gowa.

Ketiga, masifnya penggunaan Plastik sekali pakai, plastik sekali pakai. Seperti tas kresek, sedotan, Styrofoam, popok dan botol plastik masih massif-digunakan di Kota Makasar dan Gowa sehingga perlu pengendalian penggunaan plastik sekali pakai. (*)

Exit mobile version