Sekprov Sulsel Diganti, Guru Besar Unhas: Itu Hal Biasa

MAKASSAR, NEWSURBAN.ID — Pemberhentian jabatan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekprov) Sulsel dari Abd Hayat Gani sesuai surat petikan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 142/ TPA/ 2022 tentang pemberhentian pimpinan pejabat tinggi madya pada lingkup Pemprov Sulsel dinilai sebagai sebuah hal biasa. Bukan hal yang luar biasa.

Hal tersebut di sampaikan pengamat politik pemerintahan dari Fakultas Sosial Politik Universitas Hasanuddin Prof Dr Armin Arsyad, Rabu (14/12/2022) di Makassar.

Baca Juga: Abdul Hayat Akui Satgas Saber Pungli Beri Efek Jera Pada Pelaku

Dia mengatakan, penggantian, pemberhentian dan atau mutasi atau bahkan nonjob itu biasa saja dalam dunia birokrasi.

“Dalam dunia birokrasi di butuhkan sebuah dinamika. Dan proses penggantian itu adalah sebuah dinamika biasa. Jika ada pejabat sekelas Sekda di ganti atau di berhentikan tentu itu sudah pasti melalui proses. Dan saya yakin itu pemberhentian itu lah hasil akhir dari sebuah proses sesuai aturan yang berlaku,” jelas Prof Armin yang juga guru besar Unhas ini.

Baca Juga: Hadiri Syukuran HUT Korpri ke-51 di Polda Sulsel, Abdul Hayat Minta ASN Semakin Inovatif

Hal yang paling utama dari seorang birokrat itu di ganti atau di mutasi adalah faktor evaluasi. Gunanya evaluasi itu, lanjut prof Armin Arsyad, untuk mengetahui kenerja birokrat yang bersangkutan.

“Evaluasi itu juga menunjukkan jika anak buah tidak mampu adaptif dengan pimpinan. Anak buah yang baik adalah anak buah adaptif dengan pimpinannya. Kalau anak buah tidak mampu (adaptif) maka irama musik tidak serasi. Harus di ganti, itu hal biasa bukan hal luar biasa,” jelas Prof Armin Arsyad.

Baca Juga: Abdul Hayat Minta PPTI Lakukan Percepatan Pemberantasan TB di Sulsel

Lebih jauh Prof Armin menjelaskan, untuk jabatan Sekprov memang yang melakukan evaluasi adalah kementerian. Dan hasil dari evaluasi itulah yang menjadi dasar terbitnya surat keputusan pemberhentian Dr Abd Hayat Gani tersebut.

“Sekali lagi ini hal biasa. Jika pimpinan pratama madya atau eselon I di ganti, atau di berhentikan itu karena ada evalusi yang di lakukan secara terpadu. Dan pemberhentian itulah hasilnya, dan ini hal biasa saja dalam dunia birokrasi,” tutup Prof Armin. (*)

Exit mobile version