MAKASSAR, NEWSURBAN.ID — Pegiat antikorupsi Djusman AR menilai pihak yang mengajukan judicial review tentang kewenangan penyidik kejaksaan tangani perkara tindak pidana khusus bukan hal yang baru pertama. Ia menghargai upaya itu. Namun ia menilai itu merupakan upaya-upaya untuk melemahkan penguatan penanganan perkara korupsi.
Pengajuan Judicial Review atau Uji Materil, terkait kewenangan Kejaksaan dalam Penyidikan Perkara Pidana Khusus (Pidsus) kembali terjadi. Ada oknum mempersoalkan bahkan hal itu sudah didaftarkan di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk di uji dan atau di batalkan kewenangan tersebut.
Sebagaimana diketahui, gugatan ini dilayangkan oleh M Yasin Djamaludin yang merupakan pengacara Plt Bupati Mimika, Johannes Rettob. “Pemohon: M Yasin Djamaludin.”
Baca Juga: Mutasi Kejaksaan, Djusman AR Minta Kajati Sulsel Yang Baru Monitor Kinerja Kajari
Gugatan ini telah teregister di MK sejak 16 Maret lalu dengan nomor 28/PUU-XXI/2023.
Berdasarkan penelusuran laman resmi MK, gugatan yang teregister dengan nomor 28/PUU-XXI/2023 itu sudah disidangkan Rabu (12/4/2023).
“Rabu 12 April 2023, 13:00 WIB. Agenda Sidang: Pemeriksaan Pendahuluan II. Acara Sidang: Perbaikan Permohonan (II),” sebagaimana tertera pada laman Tracking Perkara MK.
Djusman yang juga selaku Koordinator Forum Komunikasi Lintas (FoKaL) NGO Sulawesi, ia berpendapat bahwa upaya pengajuan YR yang dilakukan oleh oknum tertentu bukanlah hal yang baru. Bukanlah merupakan terobosan hukum mengingat perihal tersebut bukan kali pertama terdapat oknum atau pihak yang mempersoalkan hingga tingkat MK.
“Berdasar catatan kami, sudah 4 kali terdapat oknum yang menggugat kewenangan kejaksaan namun hasilnya MK malah menguatkan bahkan secara tegas dan konsisten memutuskan bahwa kewenangan Kejaksaan selaku penyidik Tindak Pidana Korupsi tidak bertentangan UUD 1945,” kata Djusman AR, Kamis (11/5/2023).
Baca Juga: Pisah Sambut Kajati Sulsel, Gubernur Andi Sudirman Sampaikan Apresiasi dan Harapan
“Kita bisa lihat pada putusan MK sebelumnya yakni putusan bernomor 28/PUU-V/2007 tertanggal 28 Maret 2008, kemdian putusan MK nomor 49/PUU-VIII/2010 tanggal 3 September 2010, selanjutnya putusan MK nmor 16/PUU-X/2012 tanggal 08 Oktober 2012, dan terakhir putusan MK nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 16 Maret 2015,” tambahnya.
Lanjut Djusman yang juga Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulselbar menilai, bahkan melihat upaya tersebut bukan lagi semata untuk memperbaiki kewenangan kejaksaan tapi malah bertujuan untuk melemahkan.
“Saya bisa menyatakan bahwa eksistensi kejaksaan dalam kewenangannya menyidik perkara korupsi sudah berjalan baik dan teruji. Khusus di Sulselbar ini terdapat puluhan kasus korupsi yang pernah kami laporkan ke Kejaksaan Tinggi Sulselbar, Alhamdulillah semuanya tuntas dan terbukti. Saya ambil contoh beberapa Kasus Besar yang melibatkan pejabat tinggi dan kerugian keuangan negaranya fantastis yakni Korupsi Bank Sulselbar Pasangkayu Mamuju Utara, PT. Pares Bandar Madani Pare-Pare, PPS Unhas, Triple CCC, Telkom, Dinas PU Makassar, Bansos Sulsel, Lab UNM, DPRD Soppeng, RSU Soppeng, dan masih banyak lagi yang tersebar di wilayah Sulselbar, termasuk yang-dilaporkan jejaring lembaga kami,” ujarnya.
“Berdasarkan fakta-fakta tersebut harusnya kewenangan Kejaksaan dalam menyidik perkara Korupsi di kuatkan. Bukan malah mengarah dilemahkan. Ini kan hampir sama dengan upaya pelemahan lembaga penegak hukum lainnya,” tuturnya.
Baca Juga: Memaknai Sumpah Pemuda 28 Oktober, Djusman AR: Mari Terus Berjuang Berantas Korupsi!
Pihaknya berharap putusan MK nantinya berkesesuaian dengan harapan masyarakat, bukan berdasar kepentingan oknum tertentu atau pembela koruptor.
Menurut kami kewenangan Kejaksaan berdasar Undang-Undangnya Nomor 16 Tahun 2004 sudah sejalan dengan instrumennya. Bahwa kalau dalam pelaksanaan kewenangannya terdapat penyimpangan hukum, kan itu kasuistik dan bukan berarti harus merubah atau menggugurkan kewenangannya.
“Atas pengajuan tersebut kami juga berharap agar APH kejaksaan tidak merasa terganggu dengan YR tersebut. Teruslah semangat dan berantas korupsi,” harap Djusman yang juga sebagai Direktur Lembaga Sosial, Ekonomi, Budaya, dan Hukum (LP-Sibuk) Sulsel.
“Bagi kami semua lembaga penegak hukum di NKRI patut-disupport kewenangannya, baik Kejaksaan, Kepolisian terlebih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” ujarnya.
Baca Juga: Narasumber Kuliah Umum FAH UINAM, Djusman AR: Pendidikan Anti Korupsi Itu Perpaduan Nilai dan Karakter
Sejauh ini pengamatannya, keberadaan ketiga lembaga penegak hukum itu berjalan baik sinergjtasnya. Dia mengaku tidak pernah mendengar adanya keluhan dan permasalahan yang bersifat prinsip hingga mengganggu pemberantasan korupsi.
“Saya atas atas nama Pemimpin atau Koordinator beberapa NGO yang bergerak di Advokasi HAM dan Antikorupsi berulangkali berhubungan dengan ketiga lembaga penegak hukum tersebut. Khususnya kejaksaan dan sama sekali tidak pernah kami menilai bahwa apa yang di laporkan mengecewakan tindaklanjutnya,” pungkasnya.
Djusman AR menyebt sudah dua puluhan tahun lebih bergerak konsisten dalam perjuangannya berperanserta melawan korupsi. Baik yang-dilaporkan di Polda maupun di Kejati, Terhangat baru-baru ini dia melaporkan Gubernur Sulsel di KPK. Dan Laporannya itu pun terbukti. Sebelumnya juga tercatat sebagai saksi pelapor di KPK pada dua kasus korupsi di Makassar yang menjerat dua mantan Walikota Makassar. (*)