LUWU TIMUR, NEWSURBAN.ID – Kehadiran perusahan tambang di Sulawesi Selatan, terkhusus di Kabupaten Luwu Timur, sebagai bentuk meningkatkan taraf hidup manusia lebih baik berbagai sektor. Baik di sektor ekonomi, Kesehatan, Pendidikan dan lapangan kerja untuk kesejahteraan masyarakat di wilayah pemberdayaannya.
Didirikan PT Vale Indonesia sebagai perusahaan tambang dan produsen nikel terbesar di Indonesia, menjadikan kebanggan warga Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Namun, belakangan ini malah PT Vale Indonesia dengan warga sekitar sering bersiteru tak ada ujung pangkalnya atau solusi diberikan masyarakat. Kami mencoba merangkum beberapa masalah PT Vale dengan warga setempat, di antaranya:
1. Sistem Rekrutmen Tenaga Kerja
Sejumlah warga Sorowako yang tergabung dalam Lentera akan demo PT Vale Indonesia dan rekanannya selama tiga hari berturut-turut mulai Selasa, Rabu, Kamis (29,30,31/5/2023) pada pukul 07.00 Wita di pertigaan Sumasang (eks terowongan) dan Nursery.
Aksi dilakukan warga, lantaran beberapa kontraktor nasional di PT Vale Indonesia dianggap tidak lagi memprioritaskan pemberdayaan tenaga kerja lokal. Khususnya warga Sorowako, Kecamatan Nuha, Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Bahkan, sudah abai pada kontrak karya dan regulasi mengaturnya. Hal ini terungkap dalam surat penyampaian kepada Kapolres Luwu Timur, tertanggal 24 Mei 2023.
Ia menyebut pihaknya menuntut PT. Vale Indonesia agar memberikan sanksi kepada kontraktor nasional yang tidak lagi memprioritaskan pemberdayaan tenaga kerja lokal, khususnya warga Sorowako.
Selain itu, pihaknya juga meminta setiap tenaga kerja lokal yang mempunyai hak dan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi diberikan kesempatan untuk bekerja di PT. Vale Indonesia pada jabatan yang sesuai keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan.
“Berdayakan tenaga kerja lokal, khususnya warga Sorowako untuk mengurangi angka pengangguran. Perusahaan (PT Vale Indonesia dan rekanannya) keberadaannya harus bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat lokal,” kata Ketua Umum Lentera Adwin Aldrin.
Baca Juga : Libatkan Polisi Intimidasi Warga Terkait Old Camp, LBH Makassar Anggap PT Vale Langgar HAM
Adwin menguraikan dasar-dasar Lentera melakukan aksi. “Aksi ini, memperhatikan pasal 18 UU Tahun 2009 tentang pelayanan publik; UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan; PP No. 23 tahun 2010 pasal 86 ayat 1 yang berbunyi pemegang IUP dan IUPK yang harus mengutamakan tenaga kerja lokal; dan PP No. 7 Tahun 2000 tentang Hak Pengawasan Masyarakat.
“Berdasarkan data yang berhasil kami kumpulkan, mengenai ketimpangan pemberdayaan tenaga kerja lokal asal Sorowako, di lingkup PT. Vale Indonesia. Di mana kontraktor nasional sudah tidak memprioritaskan tenaga kerja lokal khususnya warga Sorowako. Masih terdapat banyak warga lokal khususnya Sorowako di lingkup PT. Vale Indonesia. Sementara kontrak karya PT. Vale Indonesia yang tertuang pada Pasal 13 adalah mewajibkan pihak perusahaan mempekerjakan tenaga kerja lokal,” urai Adwin.
Peraturan ESDM No. 26 Tahun 2018 pada pasal 5 ayat 4 terkait tatakelola pengusaha jasa pertambangan sebagaimana maksud ayat 2 huruf b poin 2, menyebutkan pengutamaan subkontraktor lokal sesuai kompetensinya, dan poin 3 pengutamaan tenaga kerja lokal.
Lentera juga menilai perusahaan tambang itu dan rekanannya mengabaikan ketentuan pada UU No. 3 Tahun 2020 tentang perubahan UU No. 4 Tahun 2009 tentang pertambangan batu bara pasal 125 menyebutkan perusahaan wajib memberdayakan tenaga kerja lokal.
Dari puluhan perusahaan nasional yang mengabaikan ketentuan tersebut. Yakni, PT. Multitama, PT Patra, PT Petra Energi, PT Waskita Adhi Sejahtera, PT Hanwah, PT Leghton, PT BKI, PT. NTT, PT United Tractors, PT Intecs, dan PT Trakindo Utama, PT Licon, PT Mastratech. Dan, PT Ikhtihara, PT Hexindo, PT Tyson, PT Supra.
2. Konflik Lahan Petani
Petani merica di sejumlah desa di Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, melakukan aksi penolakan rencana PT Vale Indonesia Tbk melakukan penambangan nikel di Blok Tanamalia.
Aksi penolakan dengan pemasangan spanduk di beberapa ruas jalan utama di desa itu. Tertulis spanduk ‘Petani Lada Melawan dan Tolak Tambang’. Ada sekitar 3.600 hektar merica yang menjadi sumber kehidupan utama masyarakat di Loeha Raya.
Direktur WALHI Sulsel, Muhammad Al Amin, menyayangkan aktivitas Vale di Tanamalia, yang tidak melibatkan masyarakat secara luas, sebelum melakukan aktivitas penambangan.
“Petani hanya menggunakan lahan untuk diolah sementara Vale melakukan pengerukan tanah. Aktivitas Vale berdampak pada kualitas lingkungan dan memperparah deforestasi.”
Apa yang terjadi di Tanamalia ini, juga menambah sederetan persoalan yang pernah ditimbulkan Vale. Kasus sebelumnya di perkampungan Dongi yang masuk area bumper, menyebabkan masyarakat tidak memiliki air bersih, sebut Amin.
“Bayangkan saja kalau PT Vale selesai menambang lalu pergi, siapa yang akan menanggung risiko lingkungan, pasti masyarakat adat dan masyarakat,” pungkasnya.
3. Lahan Old Camp
Jumat, 26 Mei 2023 lalu, warga asli Sorowako, Luwu Timur bersama pendamping, LBH Makassar, YLBHI, Safety, dan Trend Asia, mendatangi Kantor Komnas HAM. Mereka mengadukan PT Vale Indonesia atas dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), intimidasi, dan upaya kriminalisasi terhadap warga asli Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Perusahaan tambang mineral PT Vale Indonesia Tbk melaporkan warga Sorowako kepada Polres Luwu Timur atas tuduhan penyerobotan lahan Old Camp, pada Maret 2023.
Padahal, lahan itu sebelumnya telah di sepakati sebagai pengganti lahan masyarakat yang diambil oleh PT Vale Indonesia untuk kegiatan pertambangan mineral nikel di Gunung Songko, pada 1970-an.
PT Vale Indonesia melakukan somasi kepada 39 warga, pada Maret 2023, 21 orang sudah dipanggil pihak kepolisian dengan status pemanggilan “Undangan Klarifikasi” dari Polres Luwu Timur.
Sejak PT Vale Indonesia mulai beroperasi di Sorowako banyak warga yang mengalami penggusuran lahan, tetapi proses ganti rugi lahan tak kunjung selesai. Tahun 2020, muncul kesepakatan bersama atas pemindahan lokasi ganti rugi lahan. Dari Songko ke sebagian lokasi Old Camp dan Topondau yang di sepakati pihak PT Vale Indonesia. Pemegang kuasa korban ganti rugi lahan, dan ketua Kerukunan Wawainia Asli Sorowako (KWAS).
Pada 2021, telah di sepakati daftar penerima kaveling ganti rugi korban penggusuran lahan. Lalu pada 18 Oktober 2021 di lakukan pencabutan lot nomor kaveling dan meminta izin kepada PT Vale Indonesia. Melalui Direktur External Relation PT Vale Indonesia Endra Kusuma, untuk memasang patok dan mendapatkan izin pemasangan.
Tetapi, pada 7 Maret 2023, PT Vale Indonesia memasang papan nama dan melarang masyarakat untuk masuk serta beraktivitas. PT Vale Indonesia mengarahkan aparat keamanan: polisi, tentara, Brimob, dan sekuriti PT Vale Indonesia. Situasi tersebut kemudian berlanjut pada pelaporan warga atas dugaan tindak pidana penyerobotan lahan. (*)