PT Hadji Kalla Bongkar Kejanggalan Klaim GMTD: Sertifikat Resmi, Bantahan PN–BPN, hingga Dugaan Arogansi LIPPO
MAKASSAR, NEWSURBAN.ID — Konflik lahan 16 hektare di kawasan Jalan Metro Tanjung Bunga kembali menghangat setelah PT Hadji Kalla melayangkan bantahan keras terhadap klaim PT GMTD Tbk. Dalam siaran pers resmi yang dirilis 15 November 2025, KALLA memaparkan serangkaian fakta hukum, sejarah penguasaan lahan, hingga dugaan arogansi korporasi yang menurut mereka dilakukan GMTD dan LIPPO.
HGB Resmi, Penguasaan Sejak 1993
KALLA menegaskan bahwa lahan seluas 16 hektare tersebut telah berada dalam penguasaan fisik perusahaan sejak 1993, jauh sebelum keterlibatan LIPPO dalam struktur saham GMTD. Lahan itu juga telah disertifikasi dengan Hak Guna Bangunan (HGB) oleh Badan Pertanahan Nasional dan diperpanjang hingga tahun 2036.
KALLA menyatakan bahwa sertifikat legal ini merupakan bukti mutlak kepemilikan yang sah menurut hukum agraria nasional. “Kami memiliki dokumen lengkap, mulai dari HGB sampai Akta Pengalihan Hak,” tegas perusahaan.
Klaim Eksekusi GMTD Dipertanyakan: Tak Ada Konstatering
Klaim penguasaan GMTD disebut semakin meragukan setelah Juru Bicara Pengadilan Negeri Makassar menyampaikan bahwa objek yang diklaim telah dieksekusi tidak pernah melewati proses konstatering. BPN pun mengonfirmasi hal yang sama: tidak ada penetapan atau tindakan eksekusi atas lahan yang dimaksud.
“Jika klaim GMTD benar, mereka seharusnya mampu menunjukkan batas-batas, lokasi, serta objek eksekusi secara jelas dan terang. Faktanya, itu tidak pernah ada,” tegas KALLA dalam pernyataan resminya.
Ketiadaan konstatering ini menjadi poin penting karena prosedur tersebut merupakan syarat baku dalam setiap pelaksanaan eksekusi lahan. Tanpa konstatering, klaim penguasaan lahan dianggap tidak berdasar dan berpotensi menyesatkan publik.
Keterlibatan Lama KALLA di Tanjung Bunga
Lebih jauh, KALLA menguraikan bahwa mereka bukan pemain baru di kawasan Tanjung Bunga. Sejak akhir 1980-an, perusahaan sudah terlibat melalui proyek strategis PT Bumi Karsa seperti normalisasi Sungai Jeneberang I–IV, termasuk pembangunan Waduk Tanjung Bunga yang menjadi long storage sebagai mitigasi banjir Kota Makassar dan Gowa.
Pada masa itu pula, KALLA melakukan pembebasan lahan rawa seluas ±80 hektare untuk kebutuhan teknis pengerukan dan pembuangan lumpur. Lahan-lahan tersebut telah disertifikasi oleh BPN, memperkuat legitimasi penguasaan mereka di kawasan tersebut.
Perubahan Arah GMTD Setelah LIPPO Masuk
Pernyataan KALLA juga menyinggung perubahan besar dalam tubuh GMTD ketika LIPPO resmi masuk sebagai investor pada 1994. Struktur kepemilikan yang awalnya didominasi pemerintah daerah dan yayasan, berubah menjadi mayoritas dikendalikan oleh LIPPO.
Menurut KALLA, perubahan ini bukan hanya menggeser kendali, tetapi juga mengubah visi GMTD. Awalnya didirikan untuk pengembangan kawasan pariwisata, namun setelah masuknya LIPPO, arah perusahaan beralih ke bisnis real estate, sebagaimana tercatat dalam dokumen Bursa Efek Indonesia (BEI).
Perubahan visi ini terlihat jelas di lapangan: alih-alih kawasan wisata seperti yang diharapkan Pemda Sulsel, Tanjung Bunga kini didominasi fasilitas komersial milik LIPPO seperti RS Siloam, Sekolah Dian Harapan, GTC, dan area hunian.
Tudingan Arogansi GMTD–LIPPO
Dalam siaran persnya, KALLA menyebut bahwa tudingan GMTD terhadap perolehan lahan pihak lain pada periode 1991–1998 sebagai “tidak sah” merupakan bentuk arogansi korporasi.
“Yang berhak menentukan sah atau tidaknya perolehan lahan adalah pemerintah melalui lembaga resmi. Bukan GMTD, bukan LIPPO,” tegas KALLA.
Perusahaan bahkan menilai ada indikasi LIPPO menggunakan GMTD sebagai “tameng” seolah-olah mewakili pemerintah daerah untuk melegitimasi tindakan yang berpotensi merugikan pihak lain.
Pembangunan Tetap Berlanjut
Di tengah polemik yang memanas, KALLA memastikan proyek pemagaran, pematangan lahan, dan persiapan pembangunan properti terintegrasi mixed-use tetap berjalan. Proyek ini diklaim sebagai kelanjutan dari kontribusi KALLA selama 73 tahun membangun kota dan masyarakat.
