Respons Gugatan Perwali Pemilihan Ketua RT/RW Kota Makassar ke PTUN, Guru Besar Unhas, Prof. Ilmar: Salah Alamat!

MAKASSAR, NEWSURBAN.ID – Pakar Hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, SH, MH merespons terkait polemik gugatan Peraturan Wali Kota (Perwali) Makassar tentang Pemilihan Ketua RT/RW yang diajukan ke PTUN.

Langkah tersebut bukan hanya tidak tepat, tetapi juga keliru secara hukum karena PTUN tidak memiliki kewenangan menguji sebuah peraturan.

Bahkan pihak penggugat salah memahami mekanisme hukum yang berlaku, sebab Perwali sebagai produk hukum normatif tidak dapat dijadikan objek gugatan di peradilan tata usaha negara.

Bahwa jalur yang benar untuk mempersoalkan Perwali adalah melalui judicial review ke Mahkamah Agung (MA), bukan melalui gugatan ke PTUN.

Polemik seputar Peraturan Wali Kota (Perwali) Makassar terkait Pemilihan RT/RW kembali memantik perhatian publik. Namun, komentar tajam datang dari Guru Besar Hukum Universitas Hasanuddin sekaligus pakar hukum tata negara Unhas, Prof Ilmar, yang menilai gugatan terhadap Perwali tersebut “salah alamat” dan tidak tepat secara hukum.

Pakar hukum tata negara ini angkat suara setelah munculnya gugatan yang diajukan ke PTUN Makassar oleh Muhammad Yusuf Ismail, yang mempersoalkan Perwali No. 19 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemilihan Ketua RT/RW, khususnya pasal 8 huruf (P) yang mengatur bahwa calon (Pj RT).

Menurut Prof. Ilmar, aturan yang digugat tersebut justru memiliki dasar hukum yang jelas dan menjadi kewenangan penuh pemerintah daerah.

Karena itu, gugatan yang diajukan dianggap tidak tepat sasaran dan tidak memahami struktur kewenangan dalam penyusunan regulasi daerah.

Ia menegaskan pula bahwa pesta demokrasi pada pemilihan tingkat akar rumput, yang digagas Pemerintah Kota Makassar di bawah kepemimpinan Wali Kota Munafri Arifuddin, sejatinya sudah lama dinanti masyarakat.

Menanggapi adanya gugatan terhadap Perwali Pemilihan RT/RW, Prof. Ilmar mengatakan bahwa gugatan terhadap Perwali bukanlah kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Kalau Perwali mau digugat ke PTUN, itu salah alamat,” tegas guru besar Fakultas Hukum Unhas itu, Senin (1/12/2025).

Ia kembali menekankan, langkah diambil oleh pihak penggugat sama sekali tidak tepat. “Jadi, itu salah alamat ki,” sambung dia.

Menurut Prof. Ilmar, upaya membawa Perwali ke PTUN bukanlah jalur yang tepat secara hukum. Ia menekankan bahwa langkah tersebut tidak sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

“Iya, mestinya bukan menggugat, tapi seharusnya istilah dipakai menguji Perwali di Mahkamah Agung,” ujarnya, memberikan penegasan bahwa Perwali sebagai produk hukum bersifat regulatif tidak dapat dipersoalkan melalui gugatan di peradilan tata usaha negara.

Ketika ditanya lebih jauh mengenai mekanisme yang benar, Prof. Ilmar menjelaskan bahwa pengujian terhadap peraturan seperti Perwali seharusnya diajukan ke Mahkamah Agung (MA).

“Iya, istilah dipakai menguji. Pengujian peraturan itu mestinya ke Mahkamah Agung,” kata Prof. Ilmar, yang juga pernah menjadi tim hukum Prabowo-Gibran di MK, saat sengkata Pilpres 2024.

Dia menegaskan, PTUN tidak memiliki kewenangan untuk menguji sebuah peraturan, termasuk Perwali. Jalur yang ditempuh penggugat dianggap keliru sejak awal.

“Iya. Jadi, kalau di PTUN itu kan cuma menguji keputusan, bukan menguji peraturan,” tegasnya, menegaskan batas kompetensi absolut peradilan TUN.

Prof. Ilmar menuturkan bahwa hal tersebut berkaitan dengan kompetensi absolut peradilan tata usaha negara. Karena itu masuk dalam ranah kompetensi absolut.

“Kalau itu dilakukan, pasti melanggar kompetensi absolut peradilan TUN. Jadi, mestinya bukan, kan yang bisa digugat di TUN itu kan adalah tindakan perbuatan absah atau tidak dalam bentuk keputusan, bukan peraturan,” paparnya.

Dia juga kembali menegaskan bahwa langkah yang ditempuh penggugat tidak berada pada jalur hukum yang benar.

Setelah memaparkan batas kewenangan peradilan tata usaha negara, Prof. Ilmar menyimpulkan bahwa gugatan tersebut jelas keliru secara prosedural. Perwali, sebagai produk hukum yang bersifat normatif, tidak dapat digugat ke PTUN.

“Jadi, salah alamat, ki. Harusnya ke Mahkamah Agung. Mestinya dibawa ke pengujian judicial review ke Mahkamah Agung,” tutupnya.

Diketahui, Pemerintah Kota Makassar melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) bersiap melaksanakan pesta demokrasi tingkat warga, yakni Pemilihan Ketua RT dan Ketua RW di seluruh wilayah Kota Makassar.

Momentum ini menjadi ajang penting bagi warga untuk berpartisipasi aktif memilih pemimpin lingkungan yang mampu mewakili aspirasi dan kepentingan masyarakat setempat.

Berdasarkan tahapan, pemungutan dan perhitungan suara serta penandatanganan berita acara hasil pemilihan Ketua RT digelar pada Rabu, tanggal 3 Desember 2025. (*)

Exit mobile version