JAKARTA, NEWSURBAN.ID — Kejaksaan Agung menyita lahan milik Johan Darsono (Pemilik Darsono Group) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pembiayaan ekspor nasional di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia/LPEI (Tipikor LPEI) 2013-2019. Johan adalah salah satu tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
Terkait kasus ini, Penyidik Kejaksaan Agung untuk kasus dugaan Tipikor LPEI menyita sekitar 85.427 meter persegi tanah milik Johan.
Aset tanah milik tersangka Johan tersebut, yakni lima bidang tanah dengan jumlah luas seluruhnya 14.900 meter persegi di Desa Kedunganyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Kemudian, enam bidang tanah dengan jumlah luas 70.527 meter persegi di Desa Tapen, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan mengatakan, penyitaan itu telah di dasarkan atas penetapan Ketua Pengadilan Negeri Gresik Nomor: 48/Pen. Pid/2022/PN.Gsk tanggal 04 Februari 2022 dan Penetapan Pengadilan Negeri Jombang Nomor: 102/Pen.Pid/2022/PN Jbg tanggal 17 Februari 2022.
Usai melakukan penyitaan, kata Leonard, tim Penyidik, akan melakukan pemasangan tanda penyitaan dan tindakan pengamanan terhadap barang bukti tersebut.
Baca Juga: Kejagung Sita Barang Bukti Dokumen dan Elektronik PT DNK Terkait Kasus Satelit
Dalam kasus ini, aset milik tersangka yang turut di jerat tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu, akan di sita sebagai barang bukti. Dan, kata Leonard, nantinya akan di gunakan untuk mengembalikan kerugian keuangan negara yang timbul dalam perkara ini, yakni sebesar Rp2,6 triliun.
Tidak hanya itu, penyidik juga menyita aset berupa 11 bidang tanah seluas 1.496 meter persegi milik Direktur PT Mulia Walet Indonesia Suyono. Aset itu ia jadikan sebagai rumah tokoh (Ruko) di kawasan Semarang, Jawa Tengah.
“Penyitaan sebelas bidang tanah tersebut telah mendapatkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri Semarang. Yang pada pokoknya memberikan izin kepada Penyidik dari Kejaksaan Agung untuk melakukan penyitaan. Terhadap tanah di Kelurahan Sambiroto Kecamatan Tembalang, Kota Semarang,” jelas Leonard (22/2).
Leonard juga menjelaskan, keseluruhan aset yang di sita itu nantinya akan di taksir atau taksasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
“Taksasi ini, untuk memperhitungkan sebagai penyelamatan kerugian keuangan negara di dalam proses selanjutnya,” tandas dia.
Baca Juga: Kisruh Kasus Satelit, Menhan Probowo Akhirnya Buka Suara
Kedua tersangka dalam kasus ini, turut di jerat Pasal TPPU. Kejaksaan menduga LPEI tak melakukan prinsip tata kelola perusahaan yang baik dalam melakukan proses pembiayaan ekspor nasional kepada sejumlah perusahaan.
Leonad lebih lanjut menjelaskan, penyidik dalam kasus ini, mengindikasikan ada aturan kebijakan perkreditan LPEI yang di langgar oleh tersangka. Sehingga mengakibatkan kredit macet atau Non-Performing Loan (NPL) pada 2019.
Sementara, fasilitas pembiayaan yang bermasalah itu, di berikan kepada 8 grup usaha. Grup usaha itu, terdiri atas 27 perusahaan berbeda.
Di Laporan Sistem Informasi Manajemen Resiko Pembiayaan LPEI mencatat posisi kolektibilitas perusahaan 5 alias macet per tanggal 31 Desember 2019.
“Oleh sebab itu, penyidik mengatakan bahwa ada perbuatan melawan hukum yang diduga sebagai tindak pidana korupsi. Kerugian keuangan negara dalam perkara ini ditaksir mencapai Rp2,6 triliun,” pungkas Leonard. (bs/ar)