Waspadai Konflik Susulan di GNI Morut!

KONFLIK berujung bentrokan fisik antar pekerja tambang PT GNI di Morowali Utara berbuntut kecaman. Konflik fisik pecah akibat manajemen abai pada aspirasi karyawan.

Padahal dalam Pasal 102 ayat 2, UU No.13 Thn 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan secara tegas, perihal, dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga KETERTIBAN demi kelangsungan PRODUKSI, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.

Rangkaian peristiwa demonstrasi yang dimulai setidak-tidaknya pada tanggal 27 Desember 2021 lalu.

Aksi, berawal dari kekhawatiran Karyawan PT. GNI akan penerapan K3 di lingkungan operasionalisasi perusahaan, yang sebelumnya telah terjadi insiden kecelakaan kerja dengan tewasnya karyawan di lokasi tungku smelter.

Dalam demonstrasi di tanggal 27 Desember 2021 tersebut, karyawan GNI mengajukan 12 tuntutan yang telah di ajukan ke manajemen PT. GNI/SEI.

Dalam penjelasan Disnaker Morowali Utara, dari 12 tuntutan karyawan tersebut, terdapat 2 fokus isu yang menjadi atensi penting Karyawan. Pertama persoalan Surat Peringatan (SP) dan kedua persoalan sistem pengupahan (berbasis beban kerja/skill approach).

Dalam perjalanannya, proses negosiasi terkait tuntutan karyawan GNI tersebut, juga telah diperkuat dengan dukungan Pemerintah Daerah. Di mana penuntasan masalah Safety dan juga aturan pengelolaan karyawan agar menjadi perhatian pembenahan oleh pihak manajemen.

Dalam catatan, Disnaker Morut, pada tanggal 13 Januari 2023, atas permintaan serikat pekerja, dalam hal ini, SPN, meminta pertemuan Tripartit “mediasi”. Di mana pelaksanaan kegiatan tersebut, sempat dilakukan pada hari itu juga. Namun, mengalami deadlock, disebabkan “tidak bertemunya konklusi kesepakatan” antara kedua belah pihak.

Akhirnya, perwakilan serikat SPN, menarik diri dari kegiatan tersebut. Kemudian, hal yang tidak terduga, terjadi pada hari sabtu tanggal 14 Januari, di mana aksi lanjutan dengan merangsek masuk ke area site PT. GNI, untuk melakukan aksi mogok kerja, berimbas pada “perkelahian/konflik” yang terjadi di dalam areal perusahaan.

Aksi perkelahian yang terjadi antara karyawan WNA dengan aktivitas pemogokan kerja, kemudian memicu “sentimen kedaerahan yang meluas dan tidak bisa dikendalikan”ungkap andri.

Pada akhirnya, insiden yang diawali oleh kegiatan “ajakan” untuk mogok kerja tersebut, memicu “plot twist” dalam insiden kerusuhan yang lebih besar, dengan jumlah massa yang sudah semakin beringas.

Pada dasarnya, kehadiran serikat pekerja, adalah merupakan bagian dari kemitraan yang strategis bagi perusahaan, apabila manajemen “konflik” nya dikelola dengan mengedepankan “solusi” dan kebaikan yang equal (mendorong produksi/value dan juga imbal balik terhadap kesejahteraan para pekerja).

Tidak ada yang menyangka, sikap keras kepala serikat SPN, yang tidak sabar menghadapi “dinamika” hubungan industrial, dimana setiap keputusan perusahaan, beserta tuntutan karyawan, harus mengedepankan “win win solution” bersama.

Insiden pengrusakan fasilitas industri, dan juga terjadinya “break” operasionalisasi kegiatan perusahaan, akan berdampak besar terhadap nasib ribuan pekerja lokal di Morowali Utara, dimana mereka adalah anak anak kita/saudara saudara kita, dengan kapasitas pendidikan rata rata berada pada lulusan SMA/sederajat, yang layaknya, tidak akan mendapatkan kesempatan kerja di industri industri besar lainnya, jika tidak mendapatkan dukungan dari kebijakan publik (policy local goverment) yang sejak awal telah menyepakati perjanjian “mengutamakan” karyawan lokal daerah.

Serikat Pekerja, seharusnya berada pada posisi sebagai “advokatus” yang melindungi kepentingan jangka panjang (sustainabilitas pekerjaan). Bukan kemudian mengambil jalan pintas, menuntaskan masalah dengan ekspresi yang merusak.

Kejadian ini, bisa pecah kapan saja jika tidak ditangani dengan baik. Karena itu, pihak keamanan, pemerintah daerah, harus bisa membuat strategi yang bisa menjadi solusi antara pekerja dan pertambangan.

— REDAKSI —

Exit mobile version