MAKASSAR, NEWSURBAN.ID — Sukarni, 67, seorang nenek yang tinggal sebatangkara cukup memprihatinkan. Ia tinggal di rumah tak layak huni di tengah Kota Makassar.
Atap dan dinding rumahnya tampak bolong-bolong. Bila hujan dan angin kencang seperti saat ini, ia terpaksa mencari sudut-sudut yang aman untuk berdiam.
Bahkan, untuk tidur pun hanya berlasa kardus di lantai yang sudah retak-retak. Ia harus menjalani hidup di gubuk yang tak layak huni itu.
Padahal usianya sudah rentah, tinggal sebatangkara. Ia tak banyak pilihan, selain mencari cara agar tetap bisa bertahan hidup.
Baca Juga: Presiden Dorong Daerah Turunkan Stunting dan Kemiskinan Ekstrem
Dulu, ia bekerja di kantor pemerintah. Statusnya honorer. Namun, seiring usia bertambah, ia harus “pensiun”.
Pada 10 Februari lalu, saat Dinas Sosial Kota Makassar menyambangi Sukrani atas informasi masyarakat. Dinas Sosial memberikan bantuan berupa sandang dan pangan.
Untuk perbaikan rumah, Dinas Sosial Kota Makassar tak memiliki anggaran khusus. Namun, pihak Dinas Sosial telah berkoordinasi dengan Lurah setempat agar rumah tak layak huni yang ia tinggali mendapat perhatian untuk perbaikan.
Kehidupan Nenek Sukarkni adalah salah satu potret warga miskin ekstrem di Indonesia, khususnya di Kota Makassar.
Sebelumnya, media ini melansir dari 100 Negara termiskin di Dunia, Indonesia termasuk di dalamnya. Sempat kontroversi, namun kenyataannya demikian.
Miskin Ekstrem
Berdasarkan Gross Nasional Income (GNI) atau pendapatan nasional bruto per kapita, Indonesia masuk dalam 100 negara termiskin di dunia.
Data World Population Review, menempatkan Indonesia masuk dalam urutan ke-73 dari 100 negara termiskin di dunia. Pendapatan nasional bruto RI tercatat USD3.870 per kapita pada 2020.
Sumber lain, gfmag.com menyebut, Indonesia menjadi negara paling miskin nomor 91 di dunia pada 2022.
Data ini,diukur dengan produk domestik bruto (PDB) atau gross domestic product (GDP). Dan purchasing power parity (PPP) atau keseimbangan kemampuan berbelanja. Tercatat, angka PDB dan PPP RI sebesar.
Membandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara yang masuk daftar 100 negara paling miskin, posisi Indonesia masih lebih baik . Seperti Vietnam yang berada, Filipina, Kamboja, Myanmar, dan Timor Leste.
Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) mengubah batas garis kemiskinan. Hal ini membuat 13 juta warga Indonesia yang sebelumnya masuk golongan menengah bawah menjadi jatuh miskin.
Basis perhitungan terbaru ini mengacu pada keseimbangan kemampuan berbelanja pada 2017. Sementara, basis perhitungan yang lama adalah keseimbangan kemampuan berbelanja 2011.
Baca Juga: Bappeda Target 2024 Kemiskinan Ekstrem di Makassar Nol Persen
Batas garis kemiskinan Bank Dunia tersebut tentu berbeda dengan yang menjadi acuan Badan Pusat Statistik (BPS).
Dalam basis perhitungan terbaru, Bank Dunia menaikkan garis kemiskinan ekstrem dari US$1,9 menjadi US$2,15 per kapita per hari.
Dengan asumsi kurs Rp15.216 per dolar AS, maka garis kemiskinan ekstrem Bank Dunia adalah Rp32.812 per kapita per hari atau Rp984.360 per kapita per bulan.
Sementara itu, BPS mengartikan garis kemiskinan sebagai cerminan nilai rupiah pengeluaran minimum yang-diperlukan seseorang. Untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan, baik kebutuhan makanan maupun non-makanan.
Garis kemiskinan terdiri dari garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan non-makanan (GKNM).
Garis kemiskinan yang-digunakan BPS pada Maret 2022 tercatat Rp505.469,00 per kapita per bulan dengan komposisi GKM sebesar Rp374.455,00 (74,08 persen) dan GKNM sebesar Rp131.014,00 (25,92 persen). (tim/*)