MAKASSAR, NEWSURBAN.ID — Keputusan pemecatan dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan. Ketua Badan Pengurus Wilayah Kerukunan Keluarga Luwu Raya (BPW KKLR) Provinsi Sulawesi Selatan, Ir. Hasbi Syamsu Ali, menyebut keputusan tersebut sangat melukai rasa keadilan publik dan mencederai nilai-nilai kemanusiaan di dunia pendidikan.
Hasbi menyampaikan keprihatinannya terhadap pemecatan tidak dengan hormat (PTDH) terhadap dua guru, yakni Rasnal dan Abdul Muis, yang sebelumnya dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung karena menghimpun dana dari orang tua murid untuk membantu pembayaran gaji guru honorer.
“Rasanya sangat mengusik keadilan di tengah masih banyaknya masalah serius di dunia pendidikan kita,” ujar Hasbi di Makassar, Rabu (12/11).
Menurutnya, langkah kedua guru tersebut tidak dilandasi niat memperkaya diri, melainkan bentuk solidaritas dan kepedulian terhadap rekan-rekan guru honorer yang belum menerima gaji selama berbulan-bulan.
“Kalau disimak seksama kasus ini, tidak ada tujuan memperkaya diri. Niatnya murni mau bantu guru honorer lain yang belum dapat gaji berbulan-bulan,” tegasnya.
Baca Juga : Kuasa Hukum PT Hadji Kalla: Lippo Group Kendalikan GMTD, Bukan Pemda
Hasbi pun menyerukan agar pemerintah provinsi hingga pusat turun tangan meninjau kembali keputusan tersebut. Ia berharap Gubernur Sulawesi Selatan, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, hingga Presiden Prabowo Subianto memberi perhatian serius terhadap kasus ini.
“Saya berharap pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun pusat, memberi atensi terhadap hal ini. Dunia pendidikan kita jangan sampai kehilangan rasa kemanusiaan hanya karena penegakan aturan yang kaku,” katanya.
Lebih lanjut, Hasbi menekankan pentingnya menelusuri akar persoalan, yaitu keterlambatan atau ketidakjelasan pembayaran gaji guru honorer. Menurutnya, hal itu yang seharusnya menjadi fokus utama pembenahan oleh pemerintah.
“Yang harus ditelusuri adalah mengapa bisa ada guru honorer tidak mendapatkan gaji. Ini yang harusnya jadi prioritas, karena pasti ada kebijakan atau pelaku yang menyebabkan para guru honorer itu tidak dapat alokasi gaji,” pungkasnya.
Sebelumnya, dua guru SMAN 1 Luwu Utara tersebut dipecat tidak dengan hormat setelah dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung atas dugaan pengumpulan dana dari wali murid. Namun, banyak pihak menilai sanksi itu terlalu berat dan tidak sebanding dengan niat baik mereka membantu sesama tenaga pendidik.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik, khususnya kalangan pendidikan dan masyarakat Luwu Raya, yang menilai perlunya penegakan aturan disertai rasa keadilan dan empati terhadap perjuangan para guru di lapangan.
