GPFI Sulsel Sampaikan Aspirasi PBF, Pemkot Makassar Buka Ruang Duduk Bersama

MAKASSAR, NEWSURBAN.ID – Gabungan Pedagang Farmasi Indonesia (GPFI) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) menyampaikan sejumlah aspirasi dan masukan kepada Pemerintah Kota Makassar.

Khususnya terkait kemudahan perizinan usaha Pedagang Besar Farmasi (PBF) serta penguatan ekosistem distribusi obat yang cepat dan aman bagi masyarakat.

Aspirasi tersebut disampaikan langsung oleh Ketua GPFI Sulsel, Dra. Erni Arnida, Apt., MH, dalam pertemuan bersama Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin.

Dalam kesempatan tersebut, ia memperkenalkan jajaran pengurus GPFI Sulsel yang sebagian besar bergerak di sektor distribusi farmasi, mulai dari PBF nasional dan lokal, apotek, hingga toko obat.

“Kami dari Gabungan Pedagang Farmasi ini menaungi perusahaan besar nasional, perusahaan lokal, apotek, hingga toko obat. Saat ini jumlah PBF di Sulawesi Selatan kurang lebih mencapai 127 perusahaan,” ujar Erni Arnida, di Kantor Balai Kota Makassar, Senin (15/12/2025).

Ia menjelaskan, Pedagang Besar Farmasi (PBF) berperan sebagai distributor utama obat-obatan dari pabrik farmasi ke berbagai sarana pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, apotek, dan toko obat.

Peran tersebut, menurutnya, sangat vital dalam memastikan ketersediaan obat, terutama untuk kebutuhan cito atau kondisi kegawatdaruratan medis.

“Kecepatan distribusi obat menjadi sangat penting, terutama untuk pasien gawat darurat. Karena itu, gudang PBF biasanya melekat langsung dengan kantor agar distribusi bisa dilakukan dengan cepat,” jelasnya.

Namun demikian, Erni Arnida menyoroti adanya keterbatasan zonasi gudang sebagaimana diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwali), yang saat ini hanya memperbolehkan gudang berada di wilayah Kecamatan Tamalanrea dan Biringkanaya.

Menurutnya, kebijakan tersebut perlu ditinjau kembali secara khusus untuk sektor PBF. Untuk PBF, perizinannya sangat spesifik dan pengawasannya ketat.

“Layout gudang langsung disetujui oleh Kementerian Kesehatan dan diawasi Balai POM. Karena itu, kami berharap ada kebijakan khusus Pemerintah Kota bagi gudang PBF,” katanya.

Ia menegaskan, gudang PBF wajib memenuhi standar Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) sesuai ketentuan perundang-undangan, serta berada di bawah pengawasan ketat Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Dengan sistem pengawasan tersebut, keberadaan gudang PBF dinilai tetap aman meski berada dekat dengan kawasan permukiman.

Selain persoalan zonasi gudang, GPFI Sulsel juga meminta pelatihan dan pendampingan perizinan bagi pelaku usaha farmasi lokal, khususnya terkait sistem Online Single Submission (OSS) dan layanan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

“Kami berharap ada pelatihan kolektif agar pengusaha lokal lebih mudah memahami regulasi dan perizinan, sehingga bisa mengembangkan usahanya di Kota Makassar,” harap Erni Arnida.

Ia juga meminta kejelasan mengenai sinkronisasi regulasi pusat dan daerah, terutama terkait izin PBF yang telah diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan melalui OSS.

Menurutnya, pelaku usaha sering kali masih dihadapkan pada kebingungan terkait kewajiban perizinan tambahan di tingkat daerah.

“Jika izin sudah terbit melalui OSS dan Kementerian Kesehatan, kami mohon kejelasan apakah masih diperlukan izin prinsip dari pemerintah daerah. Jika ada, kami berharap mekanismenya bisa terintegrasi di OSS,” ungkapnya.

Tak hanya itu, GPFI Sulsel juga menilai persoalan perizinan apotek dan toko obat, yang sebagian besar beroperasi di rumah tinggal. Mereka berharap Pemerintah Kota Makassar dapat memberikan pendampingan.

Termasuk terkait regulasi Izin Himpunan Apotek (IHA), agar proses perizinan menjadi lebih sederhana dan tidak menghambat pelayanan masyarakat.

Menutup pernyataannya, Erni Arnida menegaskan bahwa skala usaha PBF sangat beragam, mulai dari skala kecil hingga besar, sehingga tidak semua PBF memiliki gudang besar seperti yang selama ini dibayangkan.

“PBF itu skalanya beragam. Ada yang kecil, ada yang besar. Tapi semuanya memiliki peran penting dalam memastikan distribusi obat yang aman dan tepat waktu bagi masyarakat,” pungkasnya.

Menanggapi adanya sarana dari PBF, Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menegaskan bahwa seluruh aspirasi yang disampaikan Gabungan Pedagang Farmasi Indonesia (GPFI) Sulawesi Selatan akan dibahas secara komprehensif bersama Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.

Munafri menjelaskan, penetapan lokasi gudang di wilayah Biringkanaya dan Tamalanrea dilakukan dengan mempertimbangkan aspek teknis dan lingkungan, terutama keterbatasan akses kendaraan berskala besar di sejumlah kawasan dalam kota.

“Ada lokasi-lokasi yang memang tidak memungkinkan untuk dilalui kendaraan besar. Karena itu, kita arahkan pembangunan gudang di Biringkanaya dan Tamalanrea, yang saat ini banyak dibangun gudang-gudang baru,” ujar Munafri.

Meski demikian, Appi menegaskan bahwa Pemerintah Kota Makassar, tetap membuka ruang dialog dan fleksibilitas kebijakan, khususnya untuk sektor farmasi yang memiliki karakteristik distribusi berbeda dibanding sektor pergudangan pada umumnya.

“Dari hasil pertemuan ini, saya mengajak Bapak-bapak dan Ibu-ibu untuk duduk bersama dengan tim dari Dinas Tata Ruang dan Dinas PTSP, agar prosedur yang dijalankan tidak hanya dilihat dari sisi teknis, tetapi juga dari sisi pelayanan,” jelasnya.

Menurut Munafri, sinkronisasi antarinstansi menjadi penting agar tidak muncul kesan adanya perlakuan berbeda yang justru dapat merusak tatanan sistem pergudangan di Kota Makassar.

“Kita ingin prosedur ini sinkron, khususnya menyangkut persoalan zonasi dan perizinan gudang. Jangan sampai ada kegiatan yang dianggap membeda-bedakan,” tegasnya.

Ia menegaskan, Pemerintah Kota Makassar berkomitmen menciptakan iklim usaha yang sehat dan kondusif, sekaligus menjaga ketertiban tata ruang dan kenyamanan lingkungan.

“Dari kami tidak sulit untuk mencoba mencari solusi. Yang penting semua berjalan sesuai aturan dan memberikan manfaat bagi masyarakat,” tutup Munafri. (*)

Exit mobile version