NEWSURBAN.ID — Juru bicara Covid 19 Dr Achmad Yurianto meninggal dunia pada Sabtu 21 Mei 2022 pukul 18.58 Wib di Malang Jawa Timur. Banyak kenangan yang berhasil dicatat oleh Egy Massadiah, jurnalis senior yang bersamanya sejak awal pandemi.
Berikut catatannya yang dimuat dalam buku TITIK NOL CORONA.
Corona Punya Jubir
Nama Achmad Yurianto pun berkibar-kibar di Tanah Air. Statusnya sebagai juru bicara pemerintah terkait Covid-19, membuat ia tampil di televisi setiap hari. Tak pelak, emak-emak, bapak-bapak, sampai anak-anak pun mengenalnya.
Anda mungkin tahu lewat televisi, yang menayangkan kemun-culannya setiap hari mulai pukul 15.30 WIB. Jika benar begitu, ikuti tulisan ini untuk mengenal lebih dekat sosok Yuri, termasuk kisah-kisah unik yang tidak tampak di layar kaca.
Kita telusur dulu sejarah kemunculannya. Sejak ditunjuk Menkes menjadi Jubir Pemerintah untuk Gugus Tugas Covid-19, Yuri menggelar press conference (prescon) dari kantor KSP (Kantor Staf Presiden). Baru di awal Maret 2020, ia bergeser ke Graha BNPB, markas Gugas Covid-19, yang dikomandani Letjen TNI Doni Monardo.
Hampir satu bulan, Yuri ibarat burung elang yang terbang sendiri (solo flight). Tidak ada tim yang lkhusus membantu. Bahan-bahan pun hanya didapat dari kantornya di Kemenkes. Pendek kata, tidak ada tim yang menyiapkan prescon secara baik dan… profesional.
Setiap hari berbicara di hadapan para wartawan, ditayangkan televisi, dengan topik yang itu-itu saja, mendatangkan persoalan tersendiri. Jika Anda melihat penampilan Yuri begitu tenang dengan tutur kata terstruktur, tidak demikian yang senyatanya.
Tiba saat Yuri menyebut kalimat majemuk yang kompleks dan menimbulkan multi tafsir di sebagian masyarakat. Jika Anda masih ingat, pasca Yuri berbicara dikotomi kaya dan miskin, respon media (utamanya media sosial), justru kontra produktif. Yang muncul ke permukaan justru kesan bahwa pemerintah lebih memperhatikan kelompok kaya dibanding kelompok miskin.
Dikotomi Kaya-Miskin
Padahal, bukan itu maksud Yuri. Justru misi yang hendak disampaikan sebaliknya. Yakni, bahwa orang-orang kaya harus melindungi orang lain. Sebab, pembawa virus ke dalam negeri justru orang-orang kaya yang baru bepergian ke luar negeri. Akan tetapi, berhubung stigma masyarakat mengenai dikotomi kaya-miskin sudah begitu melekat, menjadi sangat susah meluruskannya.
Jika kemudian pemerintah memberi atensi kepada orang-orang yang bepergian ke luar negeri, jelas maksudnya bukan bentuk perhatian lebih kepada orang kaya. Sebaliknya, justru untuk melindungi supaya tidak makin banyak warga yang terpapar.
Bisa dibayangkan, betapa Yuri kelabakan. Antara tugas rutin menyampaikan informasi perkembangan Covid-19 terkini, dengan persepsi keliru yang terlanjur merebak di masyarakat.
Matahari tak bisa diputar arahnya. Hingga datang sekelompok profesional yang juga relawan Covid-19. Mereka tak bisa membiarkan Yuri terbang solo. Muncullah Tb Arie Rukmantara (Unicef Indonesia), yang berinisiatif mengkoordinir media center agar lebih tertata. Ia kemudian berperan sebagai script writer untuk Yuri –dan kemudian—juga untuk dr Reisa Broto Asmoro.
Tentang pembagian tugas antara Yuri dan Reisa, kembali kita serahkan ke Arie dan kawan-kawan. Untuk itu, Arie tidak sendiri. Ia dibantu relawan lain, Neysa Amelia dan Tasril Mulyadi yang bertugas membriefing narasumber pelengkap Yuri. Sebab, ada kalanya, Yuri juga menghadirkan narasumber lain.
Yang tak kalah aktif membantu adalah kru TVRI yang dipimpin Bambang dan Danu Dirja, serta kru RRI Niar dan Sevira. Di bidang live streaming, periode Maret dan April 2020 dikendalikan Ian Satriadi. Lalu sejak Mei hingga sekarang beralih ke Arie Bachdar.
Selain mereka, masih ada Savero, Satya, dan Basra. Para mahasiswa relawan yang membantu visual-grafis untuk ditayangkan. Last but not least, ada Kolonel Inf Kristomei Sianturi dan Kolonel Inf Fadjar Tjahjono dari Mabes TNI dan Kogabwilhan I yang membantu menerapkan protokol kesehatan sekaligus melancarkan proses produksi.
Kelancaran tugas tim ini tak lepas pula dari para personel di Pusdatinkom BNPB, di bawah arahan Kapusdatinkom Raditya Jati.
Pelan-pelan sentuhan itu mengubah panggung Yuri. Itu terjadi tanggal 26 Maret 2020. Artinya, sejak itu Yuri sudah tidak lagi “terbang solo”. Arie membantu menyiapkan script sekaligus men-direct dan mengedit.
Arie pula yang mentradisikan rapat kecil membuat rancangan topik yang akan disampaikan keesokan harinya. Termasuk menentukan durasi. Sebab, problem durasi yang tidak dibatasi, ada kalanya membuat Yuri blank dan gagal fokus.
Durasi yang terlalu lama juga membuat penonton merasa sedang menyaksikan monolog. Tanpa adanya script ditambah durasi tanpa batas, membuat berputar-putar.
Bicara Nonstop
Yang juga tak luput dari perhatian adalah floor director. Ia bertugas mengingatkan Yuri dengan timer. Misal, menit pertama sampai ketujuh bagian pengantar, menit kedelapan sampai ke-10 ganti topik kanal informasi dengan background angka atau statistik di belakang.
Intervensi yang sederhana, tapi hasilnya lebih terarah. Praktis sejak Maret hingga Juli 2020, Yuri bicara nontstop. Pemirsa makin berkenan dengan performanya. Terhadap tim asistensi, Yuri makin rileks.
Jauh seperti yang Anda saksikan di layar kaca. Dalam pergaulan, Yuri sangat humoris. Sangat boleh jadi, ketika berbicara di televisi, Anda melihat Yuri yang serius. Asal Anda tahu, menit-menit se-belum tampil, ia banyak bercanda bersama anggota tim.
Ketika suasana kerja makin kondusif, ide-ide segar pun mengalir deras. Hingga sampai pada urusan fashion. Itulah mengapa, Anda menyaksikan Yuri setiap hari tampil dengan batik yang berbeda.
Bukan saja berbeda, tapi sesekali Yuri mengenakan batik motif custom, seperti batik virus corona, motif burung elang, motif flora dan fauna. Kreatif sekali. Lebih menarik ketika Yuri memadupadankan dengan masker yang selaras.
Anda tentu berpikir, “ada butik yang meng-endorse busana Yuri.” Keliru. Semua batik itu adalah hasil jahitan tangan istrinya. Istri Yuri pula yang menyiapkan baju dan masker suami. Setelah berjalan beberapa hari, teman-teman istri Yuri kemudian berinisiatif menjahitkan baju batik juga buat Yuri. Termasuk maskernya.
Itu yang sesungguhnya terjadi. Dampaknya, masker batik viral. Ibu-ibu ini termasuk yang kecipratan pesanan.
Yang tidak terduga kemudian adalah permainan “bingo”, tebak-tebakan seputar “Pak Yuri pakai baju batik apa hari ini”. Sejumlah wartawan bahkan ikut-ikutan dalam permainan ini.
Terang sudah, audiens berkenan dengan acara press conference Yuri. Bahkan ada peningkatan jumlah audiens yang menyaksikan penampilannya. Termasuk para policy maker yang ingin meng-up-date angka atau data terakhir.
Ketika gimmick marak seputar “motif batik apa yang dikenakan Yuri hari ini”, disusul gimmick-gimmick lain. Misal permainan “bingo kata-kata”. Jika Anda rajin menonton Yuri, tentu termasuk yang memperhatikan beberapa kata yang sangat sering diucapkan Yuri. Misal, “oleh karena itu”, “adalah”. “maka dari itu”. “kita yakin kita bisa”, serta logat Jawa yang medok.
Anak-anak muda bahkan membuat semacam figurin, mainan anak-anak menyerupai tokoh Wolverine, figur-figur superhero, tapi dengan sosok Yuri. Mereka lalu men-dubbing ala logat bicara Yuri.
Keinginan Anak Disabilitas
Pendek kalimat, nama Yuri langsung ngetop. Beberapa orang, diketahui khusus datang ke Graha BNPB untuk melihat penampilan Yuri secara langsung. Bahkan ada satu ibu-ibu datang meminta izin ke Arie untuk diperkenankan mengabulkan permohonan anaknya yang penyandang disabilitas, yang ingin bisa berfoto bareng Yuri.
Arie mengabulkan. Sebab, Yuri adalah sosok yang humanis. Tidak mungkin keputusannya, bertentangan dengan keputusan Yuri. Maka, esoknya pun terjadi pemandangan yang sangat mengharukan. Usai jumpa pers, seorang anak disabilitas terkabul ke-inginannya berfoto bersama Yuri.
Satu lagi peristiwa yang mirip, tetapi sedikit berbeda kisahnya. Tersebutlah seorang anggota tim transkrip. Karena kebijakan work from home (WFH), maka dia mengerjakan tugas transkrip materi Yuri dari rumah. Syahdan, ketika era Gugus Tugas berakhir, maka berakhir pula tugas Yuri sebagai jubir yang setiap hari “manggung”.
Staf transkrip ini menyampaikan perasaannya yang sangat sedih. Bukan karena pekerjaan mentranskrip sudah selesai, tapi karena selama Maret hingga Juli mentranskrip keterangan pers Yuri, ada satu keinginan terpendam yang belum tersampaikan, yakni ingin berfoto bareng Yuri.
Kisah itu akhirnya sampai ke telinga Yuri. Apa yang terjadi? Yuri menanyakan nama dan alamat petugas transkrip itu, dan segera meluncur ke rumahnya. Anda bisa bayangkan betapa bahagianya staf transkrip itu. Bukan saja bisa berfoto bersama Yuri, lebih dari itu, Yuri sendiri yang datang ke rumahnya.
Cerita yang kurang lebih mirip, terjadi juga di kediaman Yuri di kawasan Bogor. Khusus hari Sabtu dan Minggu, banyak anak-anak datang ke rumah Yuri dan nongkrong di depan rumahnya. Rupanya, mereka menunggu saat-saat Yuri keluar rumah dan melaukan aktvitas rutin di pagi hari, yakni menyiram bunga atau mencuci mobil. Saat itulah, mereka menghambur ke depan pagar dan meminta izin masuk dan berfoto. Yuri meladeninya dengan senyum ramah.
Di luar yang Anda ketahui, sosok Achmad Yurianto, sejatinya juga seorang seniman. Ia melukis sendiri motif batik baju yang dikenakan. Termasuk motif burung elang, flora-fauna, dan motif-motif lain. Di rumahnya, juga berjajar koleksi patung karyanya.
Begitu lekat sosok Yuri di hati pemirsa TV, di hati masyarakat, tidak heran jika banyak yang “kehilangan” ketika acara rutin prescon Yuri hilang. “Hari Selasa tanggal 21 Juli 2020 adalah hari terakhir pak Yuri prescon, Rabu suasana sudah beda. Lalu tanggal 23 adalah Hari Anak Nasional. Nah, tanggal 24-nya kami bikin semacam farewell party. Sebelumnya, saya sudah minta izin untuk kasarnya membajak ruang presscon pada hari itu, untuk memberi kejutan bagi pak Yuri, dan pak Doni mempersilakan,” kata Arie.
Hari Jumat, 24 Juli 2020 sore, di jam biasa Yuri manggung, semua sudah siap di posisinya. Yuri pun hadir. Hari itu, terjadilah pemandangan yang luar biasa unik dan menarik. Pesta perpisahan dengan tema “Hari Anak Nasional”.
Jadilah, anak-anak di posisi juru kamera. Acara talk show menghadirkan beberapa pejabat, seperti I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia, Doni Monardo diwakili Deputi II BNPB, Lili Kurniawan, Lula Kamal, dr Vito Damay, dan para pejabat eselon I yang ada hubungannya dengan anak-anak, termasuk dari Kemenkes dan Bappenas. Pemandu acara adalah anak-anak.
Yuri pun Kaget
Tepat pukul 15.30, diadakan press conference, seperti biasa Yuri manggung. Pembawa acara mengumumkan, “Acara selanjutnya, keterangan pers oleh Bapak Achmad Yurianto.”
Tentu saja Yuri kaget. Belum hilang rasa kagetnya, tiba-tiba muncul sosok anak-anak maju ke podium dan menyampaikan materi jumpa pers. Si anak pemeran Yuri pun berbicara dengan logat dan tata bahasa yang biasa digunakan Achmad Yurianto. Termasuk tidak mengucapkan salam, melainkan strike to the point ke topik bahasan. Di sebelahnya, juga siap anak perempuan yang memerankan dr Reisa Broto Asmoro.
Usai paparan, anak-anak tadi lalu menuju tempat duduk Achmad Yurianto dan memberi kalungan bunga disertai ucapan terima kasih. Pak Yuri nyaris tak bisa menyembunyikan air mata harunya, demi mendapat kalungan bunga, ucapan terima kasih, dan semua rangkaian acara “pesta perpisahan” yang sangat indah.
Hingga hari terakhir prescon di Graha BNPB, tercatat 140 hari Achmad Yurianto manggung. Sebanyak hari itu, Yuri tak pernah absen sekali-pun. Bukan saja tak pernah absen, tapi juga tidak pernah terlambat sedetik pun!
Yuri mengawali kariernya di dunia militer tahun 1987 sebagai perwira utama kesehatan daerah militer Kodam V/Brawijaya. Dari sana dia berpindah-pindah tempat penugasan. Di antaranya sebagai dokter Batalyon Infantri 745/Sampada Yudha Bakti untuk misi di Dili, Timor Timur tahun 1991.
Cukup lama berkiprah sebagai dokter militer, terakhir adalah tahun 2011 ketika ia menjadi Kepala Dinas Dukungan Kesehatan Operasi Pusat Kesehatan TNI. Setelah itu dia diminta menangani Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan sebagai Kepala. Tahun 2019, dia diangkat menjadi Sekretaris Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.
Saya pribadi mengenal Yuri pada bulan Januari 2020 di Natuna. Saat itu, kami intens terlibat kegiatan penyambutan kepulangan WNI asal Wuhan.
Pendapat saya tentang Yuri? Singkat: “Orangnya asyik!”
Terima kasih, pak Yuri. (*)
Selamat jalan Pak Yuri. Duka mendalam dari kami semua
Egy Massadiah