JAKARTA, NEWSURBAN.ID – Petinju peraih medali emas SEA Games Vietnam 2021, Maikhel Roberrd Muskita tampil gagah dalam balutan busana Polri. Tanda pangkat satu strip berbentuk segitiga perak (Brigadir Dua) tersemat di pundak.
Petinju kelahiran Ambon, 11 Januari 2001 itu, berterima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan memperhatikannya. “Terutama kepada bapak jenderal Komaruddin Simanjuntak. Beliau selalu mengirim pesan dan motivasi selama saya di pendidikan,” ujarnya.
Mayjen TNI Purn Komaruddin Simanjuntak, adalah Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Tinju Amatir Indonesia (PP Pertina). “Jenderal selalu berpesan supaya taat perintah, disiplin, tidak membuat pelanggaran,” kata Maikhel yang punya panggilan khusus “jenderal” kepada Komaruddin.
Maikhel melaksanakan semua petuah Jenderal Komar. Ia pun berlatih keras serta berdisiplin dan menjauhi pelanggaran. Tak heran jika ia diangkat menjadi Kepala Polisi Siswa (Kapolsis).
Petinju Bhayangkara
Sebagai anggota Bhayangkara, Maikhel tetap berjiwa petinju. Melalui kepalan tinjunya, ia bertekad mengharumkan korps Polri dan negara di ring tinju dunia. Ia terkenang betapa haru dan bangga, saat bendera merah putih dikerek pada posisi teratas di SEA Games Vietnam atas namanya sebagai peraih medali emas kelas berat-ringan 75 – 81 kg.
Bersama para petinju potensial lain, seperti Farrand Buyung Papendang dan Israellah Bonita Athena Saweho, nama Maikhel Muskita pun sudah terdaftar sebagai peserta SEA Games Kamboja tahun 2023. Jika pada SEA Games Vietnam Pertina berhasil meraih satu emas, di Kamboja Pertina menargetkan dua medali emas. Satu di antaranya diharapkan kembali didulang oleh Maikhel.
“Sebagai atlet, saya siap. Sebagai anggota Polri, saya harus mendapatkan izin atasan. Semoga saja pak jenderal (Ketua Umum PP Pertina Mayjen TNI Purn Komaruddin Simanjuntak, red) dan pengurus Pertina berhasil memintakan dispensasi agar saya bisa mulai berlatih dan masuk Pelatnas,” ujar Maikhel.
Atas target emas di SEA Games Kamboja tahun depan, Maikhel menyatakan “Siap”. “Target emas akan saya jadikan pedoman. Saya optimis dan akan berjuang untuk itu,” tekadnya.
Ikuti Pelatih
Sebagai petinju, ia tunduk dan mengikuti arahan pelatih. Termasuk, strategi yang diterapkan. Sekalipun, misalnya, ia harus pindah kelas. “Tim pelatih yang tahu peta kekuatan lawan. Tim pelatih pula yang mengetahui saya harus bertanding di kelas berapa. Semua terserah pelatih. Saya hanya berlatih dan berlatih,” katanya, bersemangat.
Pindah kelas, bukan hal baru baginya. Ia mencontohkan, di PON XX Papua, mewakili Jawa Barat, ia menyabet medali emas di kelas menengah (69 – 75 kg).
Bahkan mengikuti kejuaraan tinju amatir internasional di Budapest, Hungaria tahun 2017, pelatihnya menurunkannya di kelas 64 kg. “Itu adalah pengalaman internasional pertama saya. Meski tidak berhasil meraih medali, tapi saya puas bisa masuk delapan besar,” tutur Maikhel.
Keberangkatannya ke Budapest, berkat jasa manajernya, Wolter Rumsori. “Beliau banyak membantu karier saya di ring tinju. Pak Wolter Rumsori pula yang membawa saya dari Ambon ke Jakarta,” tambahnya.
Sejak mengenal boxing glove, tekadnya bulat menuju olimpiade. Ia prihatin, sudah empat olimpiade, Indonesia tidak bisa mengirim atlet tinjunya. Terakhir kali Indonesia meloloskan petinjunya pada Olimpiade Sydney tahun 2000, atau 22 tahu silam.
Doktrin Ayah
Terlahir dengan nama Mikhael Gerarrd Muskita, ia adalah anak tunggal pasangan Yohannes Muskita dan Henderjeta Mattruty. Ibunya wafat saat ia masih balita. Ia pun dibesarkan oleh sang ayah di kampung Aer Jatuh-Jatuh, Kelurahan Batu Gajah, Kecamatatn Sirimau, sekitar 15 km dari kota Ambon.
Sebelum ia lahir ke dunia, ayahnya adalah petinju yang bernasih malang. Untung-tak-dapat-diraih, malang-tak-dapat-ditolak, nasib nahas menimpa Yohannes muda. Dalam sebuah tragedi tak diundang, tangan kanannya putus terkena sabetan parang di kampung Musik Tuni, Ambon.
Saat peristiwa nahas itu terjadi, nama Yohannes Muskita kesohor di Ambon sebagai salah satu petinju amatir masa depan. Jika nasib malang tidak menimpanya, ia diperhitungkan bakal merajai ring tinju era 90-an.
Syahdan, ketika ia menikah dan dikaruniai seorang putra, harapan kembali membuncah. Lewat kepalan tangan anaknya, ia berharap obsesinya tersalurkan. Telebih, setelah tak lagi bertinju, Yohannes sempat membangun sasana tinju yang diberinya nama “Subur”. “Dulu banyak petinju berlatih di sansana Subur, tapi sekarang sasana itu sudah tidak ada,” kata Maikhel, sedih.
Kenal Tinju Sejak SD
Kenal dan diperkenalkan tinju sejak usia tiga tahun, lalu berlatih tinju sejak kelas 3 SD, membuat Maikhel kenyang asam-garam ring tinju, meski usianya baru 21 tahun. “Sejak saya kecil, ayah sudah mendoktrin agar saya menjadi petinju besar. Bisa bertinju di olimpiade dan mengukir prestasi tingkat dunia,” ujarnya.
Maikhel juga belajar dari sejarah. Betapa Maluku pernah menjadi “gudang” petinju. Nama-nama besar seperti Hermansen Ballo, Wim Gommies, Noce Thomas, Albert Papilaya dan lain-lain, adalah petinju legendaris yang telah mengharumkan “merah-putih”.
“Patah satu tumbuh seribu”, petinju-petinju Maluku tak juga pupus. Pemerintah Provinsi Maluku sendiri sudah mencanangkan untuk mengembalikan kejayaan tinju Maluku seperti era 70-an dan 80-an. Saat ini, di dunia tinju profesional, tercatat petinju asal Buru, Maluku, Ongen “The Hawk” Saknosiwi yang berprestasi internasional.
“Saya mengagumi para senior. Semua petinju senior saya jadikan cermin untuk belajar. Termasuk petinju wanita kita, Israellah Saweho yang sangat bagus prestasinya,” katanya.
Saat ditanya tentang kemungkinan berkarier di tinju profesional, Maikhel menepis. “Belum terpikirkan. Fokus saat ini adalah berkarier di olimpiade atas nama merah-putih,” ujar pengagum petinju Amerika, Floyd Mayweather Jr, itu. (*)