Skenario Pemilu Proporsional Tertutup? Partai Baru Makin Tergerus
MAKASSAR, NEWSURBAN.ID — Sistem Pemilihan Umum atau Pemilu proporsional tertutup dan terbuka tahun 2024, menjadi polemik. Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) sampai saat ini belum memutuskan perkara sistem kepemiluan yang akan diterapkan.
Ketidakjelasannya hal itu, sejumlah politisi menilai penundaan putusan di MK, salah satu bentuk skenario bakal diterapkan sistem pemilu tertutup?
Hal ini diperkuat Ketua KPU RI, Hasyim Asyari dalam beberapa pertemuannya. Dirinya mengatakan bahwa kemungkinan pemilu mendatang akan digelar menggunakan mekanisme proporsional tertutup. Pernyatannya itu, menjadi kontroversial hingga perdebatan para politisi di tanah air.
Isyarat dikeluarkan oleh Hasyim Asyari, itu menjadi liar di ruang publik. Akibatnya, banyak bakal legislatif (bacaleg) penuh dengan keraguan untuk memutuskan maju atau tidak.
Baca Juga: 16 Partai Politik Tak Lolos Pendaftaran di KPU, Bawaslu Siap Terima Gugatan
Pengamat Politik Unhas, Andi Ali Armunanto, mengatakan dalam sistem pemilu tertutup dan terbuka semuanya ada potensi. Namun, jika kembali sistem tertutup, itu akan di untung para partai besar yang sudah ternasionalisasi seperti partai PDIP dan Golkar. Menurutnya, dalam sistem organiasi kepartaiannya yang sudah terstruktur sampai kalangan bawah.
“Yang paling menguntungkan hanyalah partai besar seperti PDIP dan Golkar saat ini yang berkuasa. Tentu partai besar itu, menyadari keuntungan itu mengarah skenario untuk pemilihan tertutup,” ujarnya saat-dikonfirmasi 24 Mei 2023.
Lain hal dengan partai kecil atau baru terbentuk saat ini. Kata Andi Ali, mencari kader untuk-diusung menjadi bacaleg agah sulit. Apalagi melakukan merampuhkan kepengurusan kepartainya. “Hal ini menjadi masalah, partai baru hanya mengandalkan popularitas atau sifat ketokohan para kadernya. Dan partainya tidak ada bren di masyarakat,” tuturnya.
Bila kemudian hari MK memutuskan sistem pemilu tertutup, Dosen Politik Unhas ini mengaku juga banyak dampak yang-ditimbulkan. Baik secara UU, peraturan, adminitrasi dan sosial di masyarakat serta ekonomi.
“Tapi kemudian, upaya tertutup-dilakukannya banyak sekali perubahan baik UU dan turunannya serta peraturan. Ini juga menjadi dampak pada politik baik secara adminitrasi politik dan sosial di masyarakat,” katanya.
“Hal ini perlu-dipertimbangkan matang-matang oleh MK. Dan juga perlu ada kajian ekonomi dalam politik. Ini mengukur kos politik juga akan berdampak, karena aturan baru-dipastikan melakukan sosialisasi secara massif di masyarakat dan lain-lainya,” tambahnya.
Flasback Pemilihan Tertutup Menuai Kritikan Tahun 2004
Pemilu merupakan salah satu indikator atau tolak ukur dari demokrasi. Keterbukaan dan kebebasan dalam pemilihan umum mencerminkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Salah satu sistem dalam pemilihan umum adalah sistem proporsional. Sistem proporsional adalah sistem di mana satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil.
Dalam sistem proporsional, ada kemungkinan penggabungan partai atau koalisi untuk memperoleh kursi. Sistem proporsional-disebut juga sistem perwakilan berimbang atau multi member constituenty.
Terdapat dua jenis sistem di dalam sistem proporsional yaitu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup. Sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilu di mana pemilih memilih langsung wakil-wakil legislatifnya. Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai politiknya saja.
Pemilu sejak 2004 hingga 2019 mengalami perbaikan guna menampung aspirasi masyarakat. Perbaikan itu terlihat dari sistem Pemilu pada Pemilu 2004 sampai 2019. Hal itu-ditetapkan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tertanggal 23 Desember 2008.
Baca Juga: PDIP, Partai Gerindra dan Golkar Masuk Tiga Besar Pileg 2024
Indonesia menerapkan sistem proporsional terbuka sejak Pemilu 2009 buat memilih calon anggota legislatif (Caleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Dengan penerapan sistem proporsional terbuka memberikan kewenangan kepada pemilih memilih caleg sesuai daftar caleg yang ada di masing-masing partai politik peserta Pemilu.
Pada Pemilu 2009, penentuan kursi di legislatif berdasarkan suara terbanyak. Ketika suatu partai politik peserta Pemilu mendapatkan kursi di suatu daerah pemilihan (dapil) maka yang memperolehnya adalah caleg dengan perolehan suara terbanyak.
Dengan menerapkan sistem proporsional terbuka dalam Pemilu, maka wilayah negara terbagi menjadi beberapa daerah pemilihan. Nantinya Dapil itu akan di sesuaikan untuk pemilihan anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
“Sebagian orang menggangap pemilih tertutup di anggap warisan politik otoriter, sebenarnya itu tidak ada. Kita belajar tentang demokrasi, pemilu itu tidak ada mencerimkan otoriter. Tetapi, tergantung dengan penggunaan dan implementasinya saja,” kata Andi Ali Armunanto.
Baca Juga: Menko Polhukam Batalkan Rakor dengan KPU-Bawaslu Soal Penundaan Pemilu 2024
Dia menilai, sekarang ini memang ada upaya-upaya mengembalikan untuk menguatkan partai serta mengembalikan peran partai dengan cara pemilih tertutup. Agar partai besar menjadikan modal dan menguntungkan dengan cara pemilu tertutup.
Andi Ali mengkwatirkan pemilu tertutup ini akan berdampak resistensi publik di masyarakat. Menurutnya, publik selama ini tidak terlalu paham akan demokrasi. Mereka tahunya bahwa demokrasi itu pemilu terbuka, sistem demokrasi tertutup adalah otoriter. “Pada dasarnya semuanya adalah demokrasi,” akunya.
Berbeda dengan Ras MD Direktur Eksekutif Parameter Publik Indonesia. Dia menyakini bahwa dalam putusan MK nantinya akan tetap mempertahankan sistem proprsional terbuka.
“Jika saya mengamati dari banyak aspek, saya berkeyakinan jika dalam putusan MK nantinya akan tetap mempertahankan sistem proprsional terbuka,” katanya.
Menurut Hilal, ada dua hal yang mendasari sistem proporsional terbuka. Pertama, 2008 di tangan MK-lah sistem proporsional terbuka di lakukan. Jika MK mengabulkan pihak penggugat itu. Artinya, MK tidak konsisten atas putusannya.
Kedua, tahapan pemilu 2024 saat ini sedang berjalan, pendaftan daftar caleg sementara sudah di lakukan. Artinya, semua peserta pemilih telah mendaftarkan bacalegnya di KPU maupun KPUD.
“Jika sistem kepemiluan di buat tertutup, akan banyak caleg mundur dari DCS. Terlebih lagi berdampak pada partisipasi yang menurun,” tamabhnya. (*)