PALU, NEWSURBAN.ID — Uji materi sistem Pemilu saat ini sedang bergulir di Mahkamah Kontitusi (MK) dan menjadi perbincangan hangat. Ada yang tidak setuju sistem proporsional tertutup, namun tak sedikit yang ingin proporsional terbuka. Keputusan kini di tangan MK.
Koordinator Peneliti & Pengkajian LPK Sulteng Sigit Wibowo menilai, jika MK mengabulkan sistem pemilu tertutup melalui uji materi, maka itu wujud kemunduran demokrasi.
“Jika ada perubahan yang semula proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup hal ini merupakan kemunduran demokrasi bangsa kita,” ujar Sigit , Selasa (30/5/2023)
Baca Juga: Sidang Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Berakhir, Denny: Kembali ke Tertutup Pilih Gambar Parpol
Menurutnya, Pemilu dengan sistem proporsional tertutup ibarat rakyat memilih wakil melalui simbol. “Simbol itulah yang kemudian menentukan siapa wakil rakyat yang bakal duduk di parlemen. Rakyat hanya memilih partai tidak bisa memilih wakilnya secara langsung. Dan partailah yang menentukan siapa yang terpilih berdasarkan nomor urut,” tuturnya.
Selain itu, Pemilu proporsional tertutup juga memunculkan potensi menguatnya oligarki di internal parpol. Juga membuka munculnya potensi ruang politik uang di internal parpol dalam hal jual beli nomor urut.
“Janganlah kita kembali pada masa orde lama maupun orde baru. Karena sistem pemilu ini memiliki sejarah panjang. Sistem pemilu proporsional tertutup bahkan sudah di pakai sejak era orde lama,” urai Sigit.
Baca Juga: Skenario Pemilu Proporsional Tertutup? Partai Baru Makin Tergerus
Dia tegas tak setuju dengan sistem proporsional tertutup. Menurutnya sistem proporsional tertutup pada orde lama, politik saat itu menjadi demokrasi terpimpin. “Hal ini kemudian memberi porsi kekuasaan besar kepada eksekutif,” terang Sigit.
Sedangkan pada masa orde baru, model ini di pakai selama enam kali Pemilu. Namun kemudian di anggap tidak demokratis dan memunculkan hegemoni Parpol besar. “Kala itu hubungan partisipasi dan apresiasi publik semakin sempit,” ucapnya.
Sejatinya kata dia, seluruh masyarakat memiliki ruang dan peluang yang adil. Sehingga rakyat bisa menggunakan haknya dengan baik untuk memilih dan di pilih secara individu.
Baca Juga: Banyak Bacaleg Ganda di Sulsel, Pengamat: Sekedar Caplok Nama Tanpa Ada Kaderisasi Partai Berjalan
Sigit berharap MK tetap mepertahankan sistem Pemilu Proporsional Terbuka sebagaimana yang telah di atur melalui Pasal 168 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Dengan begitu tidak terjadi kemunduran demokrasi bangsa kita ,” kata Sigit. (ysf)