Bawaslu Luwu Utara Temukan Bacaleg Eks Napi
LUWU UTARA, NEWSURBAN.ID – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Luwu Utara temukan tiga Bakal calon Legislatif (Bacaleg) eks narapidana (Napi) akan bertarung di bursa Pemilihan Legislatif (Pileg) di tahun 2024 mendatang.
Temuan itu, setelah Bawaslu melakukan pengawasan dokumen persyaratan di Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Betul, ada tiga orang yang kami temukan mantan narapida mendaftarkan diri di KPU menjadi bacaleg,” ujar Ketua Bawaslu Luwu Utara, Muhajirin Daud saat dikonfrimasi Rabu 09 Agustus 2023.
Ketiga bacaleg itu dari partai Demokrat, Hanura dan PAN. Kata Muhajirin, syarat menjadi calon legislatif 5 tahun usai melawati masa tahannya.
Artinya, ketiga bacaleg ini sudah memenuhi syarat sesusai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa mantan terpidana tetap dapat mencalonkan diri sebagai calon anggota DPD setelah menuntaskan masa pidananya dan menunggu atau jeda 5 tahun usai keluar penjara.
“Artinya, ketiga orang ini sudah memenuhi syarat menjadi Bacaleg. Karena ada bacaleg mantan napi, terhitung masa tahannya sudah puluhan tahun,” ungkapnya.
Baca Juga: Caleg Petahana Tak Gentar, Pendatang Baru Masif Bergerak
Selain itu, Muhajirin mengaku bukan hanya terkait syarat calon eks napi yang menjadi lokus melakukan pengawasannya. Dirinya, juga tengah melakukan pengawasan seperti ASN, Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
“Kita juga tengah fokus lakukan pengawasan ASN, Kepalada Desa dan BPD dikabarkan mencalon diri sebagai Bacaleg di KPU Luwu Utara,” ungkapnya.
Sebelumnya, MK memperketat syarat mantan terpidana menjadi peserta pemilu (anggota DPR, DPRD, DPD dan kepala daerah). MK memutuskan mantan terpidana tetap dapat mencalonkan diri sebagai calon anggota DPD setelah menuntaskan masa pidananya dan menunggu atau jeda 5 tahun usai keluar penjara.
MK memutuskan mengubah sebagian isi Pasal 182 huruf g UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 182 itu sendiri mengatur tentang syarat peserta pemilu untuk anggota DPD alias caleg DPD.
Baca Juga: 8.880 Pemilih Potensial Non KTP-el Masuk DPT Pemilu 2024 di Luwu Timur
MK menyatakan norma Pasal 182 huruf g UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagai berikut:
Perseorangan sebagaimana dalam Pasal 181 dapat menjadi Peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan berikut ini:
g. (i) tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa
(ii) Bagi mantan terpidana telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana
(iii) Bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
Bunyi Syarat Pencalonan DPD Sebelumnya
Sebelumnya Pasal 182 huruf g UU No 7 tahun 2017 berbunyi:
g. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
MK menyebut sebelumnya dalam salah satu syarat untuk menjadi anggota DPD masih memungkinkan bagi calon anggota DPD dengan status mantan terpidana dapat langsung mencalonkan diri tanpa terlebih dahulu memenuhi pemaknaan sebagaimana diatur dalam putusan MK No 56/PUU-XVII/2019 dan putusan MK No 87/PUU-XX/2022 terkait masa tunggu 5 tahun.
Pada putusan MK sebelumnya baru mengatur syarat masa tunggu 5 tahun bagi mantan terpidana yang mengajukan sebagai calon kepala daerah, anggota DPR, DPRD, sehingga untuk anggota DPD perlu penyelarasan agar konsisten. (*)