POSO, NEWSURBAN.ID — Krisis iklim sudah terjadi di depan mata. Dampaknya, cukup mempengaruhi semua orang yang ada di permukaan Bumi. Selain itu, generasi muda saat ini bisa jadi yang paling terdampak terburuk baginya.
Mereka sudah hidup di tengah situasi iklim yang buruk hasil dari perilaku generasi sebelumnya. Sementara beberapa tahun ke depan, situasi bumi diperkirakan semakin tidak nyaman jika tidak dilakukan tindakan yang agresif untuk menyelamatkan bumi dari dampak perubahan iklim.
Dengan begitu, generasi muda diharapkan cepat menyadari bahwa perubahan iklim akan menjadi tantangan bagi kehidupan masyarakat Indonesia ke depannya. Sebab, persoalan krisis iklim ini dapat berpengaruh dan menentukan masa depan bangsa.
Menyadari hal itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah (Sulteng), Solidaritas Perempuan (SP) Sintuwu Raya Poso, Yayasan Panorama Alam Lestari (YPAL), Lembaga Penguatan Masyarakat Sipil (LPMS) dan Desa Panjok melakukan kegiatan Festival wilayah kelola rakyat (WKR) rangkaikan kegiatan diskusi Green Student Movement (GSM) di Desa Panjoka Pamona Utara, Kabupaten Poso, Sulteng.
Baca juga: Lahan Seluas 21,4 Hektare Terbakar di Poso, BPBD Sulteng: Warga Buka Lahan Baru
Kegiatan itu mengangkat tema “Anak Muda Pulihkan Sulteng” dengan dihadiri tiga narasumber yakni Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng Wandi, Toko Pemuda Stevandi, dan Solidaritas Perempuan (SP) Sintuwu Raya Poso Widya Ningrum Achmad.
Hadir pula 52 orang anak muda berasal dari desa-desa yang berada di Kecamatan Pamona Utara. Serta tokoh-tokoh masyarakat juga kalangan umum lainnya seperti jurnalis dan media.
Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng, Wandi mengungkapkan dengan berbagai gempuran industri di Sulteng menjadi salah faktor dampak adanya perubahan iklim terjadi saat ini.
Katanya, mulai dari Perkebunan sawit skala besar, Pertambangan nikel, batubara, emas, Batu gamping, Kawasan pangan nusantara (KPN), Bank tanah, PLTA, dan PLTU Captive sehingga berdampak terhadap keberlangsungan masyarakat.
Baca juga: Gempa di Sulteng: 3.141 Jiwa mengungsi Dua Desa di Sigi dan Tiga Unit Rumah Rusak Parah
Menurut Wandi, anak muda sebagai patron menjadi strategis dalam mendorong keadilan ekologis dan keadilan iklim terhadap ancaman krisis ikilm sekarang ini.
“Dampak dari krisis iklim mengakibatkan degradasi lingkungan, bencana alam, kerawanan pangan, air, kerentanan konflik, gangguan ekonomi, dan cuaca ekstrim. Lebih ironisnya dapat mengganggu aktivitas anak muda,” tegasnya.
Stevandi Tokoh Pemuda, menambahkan, sekarang kondisi global tidak baik-baik saja. Menurutnya, banyaknya bencana ekologis bisa kita amati di mana-mana.
Ia mencontohkan, fenomen sekarang ini seperti Elnino. Stevandi mengatakan hal itu sebagai bukti nyata yang bisa kita rasa.
“Bagaimana kemarau yang panjang sekarang sudah memberikan dampak buruk bagi kehidupan. Baik dari petani kesulitan bertani, rakyat kesulitan air bersih dan lain sebagainya,” tandasnya.
Belum lagi maraknya ketidakadilan terhadap perempuan, baik di ranah keluarga, ranah sosial, maupun di ranah lingkungan. Serta kita melihat bagaimana kedekatan hubungan relasi dan juga keterkaitan perempuan dan alam,” tandas Stevandi.
Perempuan dan Alam Cukup Berkaitan
Dari sisi lainnya, Solidaritas Perempuan (SP) Sintuwu Raya Poso, Widya Ningrum Achmad mengaku belum lagi maraknya ketidakadilan terhadap perempuan, baik di ranah keluarga, ranah sosial, maupun di ranah lingkungan. Serta kita melihat bagaimana kedekatan hubungan relasi dan juga keterkaitan perempuan dan alam.
“Di mana kedua berjalan bersamaan atau seiringan, sehingga pembebasan keduapun harus dilakukan secara bersamaan,” katanya.
Widya menjelaskan, perempuan dan alam menjadi sebuah protes pada warisan budaya patriarki yang melandasi eksploitasi kepada lingkungan dan alam. “Adanya kerusakan lingkungan sangat berdampak bagi keberlanjutan penghidupan perempuan,” tuturnya.
Krisis iklim sendiri adalah ulah dari sifat serakah sebagai manusia yang hanya terus mengejar keuntungan dengan mengeksploitasi alam tanpa pernah berpikir masa depan dan kehidupan.
Widya menegaskan yang menjadi tanggung jawab adalah kalangan anak muda. “Kalau anak muda tidak berinisiatif dan berpartisipasi dalam penyelamatan lingkungan hidup, maka kepunahan manusia tinggal menunggu waktu,” tutupnya. (*)