TOJO UNA-UNA, NEWSURBAN.ID – Ratusan warga melakukan aksi di depan kantor Balai Taman Nasional Kepulauan Togean (TNKT), di Desa Pasokan, Kecamatan Walea Besar, Kabupaten Tojo Una-una, Sulawesi Tengah (Sulteng) Rabu, 22 Mei 2024. Warga nilai balai TNKT gagal dan lahirkan konflik ruang di Kepulauan Togean.
Aksi protes itu dilakukan warga atas luapan amarah lantaran kinerja TNKT dalam menjalankan program kegiatan yang tidak melibatkan warga setempat.
“Apa menjadi tindakannya merupakan cermin dari kegagalan TNK, dalam menjalankan program pengelolaan taman nasional secara partisipatif dan kolaboratif,” ungkap Ais Balango Direktur Yayasan Togean Lovers From Katupat (Toloka).
Menurutnya, program yang dicanamkan TNKT selama ini, menjadikan dampak kritikan warga tentang pemasangan patok batas-batas zonasi.
Kata Ais, Pematokan ini dilakukan hampir seluruh wilayah desa dari 6 kecamatan yang ada di Kepulauan Togean. Protes warga desa Pasokan dinilai bisa memicu protes serupa di desa-desa lain bila akar masalahnya tidak segera diselesaikan.
Baca Juga: Pansus DPRD Untuk LKPJ Gubernur Sulteng Kunker ke Kementan
Selain tidak melibatkan warga dalam pelaksanaan kegiatan pemasangan patok tanda batas zonasi. TNKT juga tidak pernah melakukan sosialisasi terkait dengan zonasi TNKT.
Ironinya, Pemerintah Daerah Kabupaten Tojo Una-Una, Pemerintah Desa dan warga umumnya tidak mengetahui pola zonasi taman nasional.
“Ketidakpahaman warga dan para pihak mengenai batas dan jenis zonasi serta pola pemanfaatan dan pengelolaan zonasi telah menimbulkan banyak konflik di mana-mana,” katanya.
Hampir 20 tahun terakhir, sejak ditetapkan tahun 2004 Kepulauan Togean menjadi kawasan TNKT tidak pernah melakukan sosialisasi terkait zona taman nasional. Bahkan, proses penyusunan zonasi dilakukan oleh pihak konsultan dengan proses yang kami nilai tidak partisipatif, keterlibatan para pihak hanya sekali pada saat seminar hasil draft zonasi di tahun 2018 silam.
Dengan begitu, Ais menegaskan kepada pihak TNKT segera lakukan koordinasi dengan para pihak dan sosialisasi warga terkait dengan zonasi.
“Saya selaku Direktur Toloka mengusulkan perlu segera dirumuskan mekanisme pengelolaan bersama TNKT ini melibatkan seluruh warga desa dan para pihak terkait, stakeholders yang ada dalam arti merumuskan bersama. Sehingga melahirkan pengelolaan yang berlandaskan managemen kolaboratif.”
“Konsultasi dan sosialisasi publik terkait zonasi TNKT perlu segera dilakukan dengan merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2007,” tutup Ais.
Walhi Dukung Langkah Warga Protes Balai TNKT
Menangapi hal itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah (Sulteng), pun angkat bicara. Bahkan, Walhi memberikan dukungan kepada warga di 8 Desa Kecamatan Walea Besar melakukan protes. Di mana tanah selama ini menjadikan ruang hidup diduga diserobot oleh TNKT.
“Dukungan ini didasari, secara historis bahwa wilayah Kepulauan Togean adalah bagian wilayah otonom Kabupaten Tojo Una-una yang terbentuk tahun 2003, sebelum masuk TNKT dan merupakan ruang hidup bagi warga lokal baik di daratan maupun di laut. Sejak dahulu turun temurun menggantungkan hidupnya secara sosial, budaya dan ekonomi jauh sebelum Kepulauan Togean ditetapkan sebagai kawasan TNKT,” tutur Direktur Walhi Sulteng, Sunardi Katili, Selasa 28 Mei 2024.
Kawasan yang dimaksud terletak di Teluk Tomini Sulawesi Tengah, menyimpan banyak pesona flora fauna dan keankekaragaman hayati. Ada 60 hamparan pulau-pulau kecil dan 6 pulau besar yaitu Pulau Togean, Batudaka, Talatako, Walea Bae, Walea Kodi dan Poat.
Kepulauan yang kaya akan terumbu karang dan berbagai biota laut langka dan dilindungi, merupakan ekosistem terumbu karang penting meliputi wilayah Indonesia, Malaysia, Filipina, Jepang, Papua Nugini dan Australia.
Baca Juga: Konflik TKA versus TKI di GNI Membuncah Buntut Akumulasi Masalah
Taman Nasional Kepulauan Togean (TNKT) seluas ± 336.773 hektar dibentuk berdasar Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.418/Menhut-II/2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan dan Penunjukan Kawasan Perairan.
Sunardi menduga, apa yang dilakukan Balai TNKT diduga melanggar aturan sebagaimana termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007. Di mana, tidak melakukan sosialisasi dan konsultasi publik terlebih dahulu berkaitan dengan batas-batas zonasi.
“Kami menduga hal itu yang sehingga memicu kemarahan warga, hingga melakukan demonstrasi pada Rabu, 22 Mei 2024,” ujarnya.
Untuk tidak menjadi konflik yang berkepanjangan, Sunardi memberikan tawaran atau solusi kepada TNKT. Ia mengatakan terlebih dahulu memastikan dan meninjau kembali wilayah zonasinya. Kemudian mengeluarkan atau menciutkan luasannya yang masuk dalam tanah-tanah kebun warga dan wilayah desa.
Baca Juga: Mencekam! Karyawan Cina Vs Indonesia di GNI Sulteng Saling Serang
Dalam artian status kawasan TNKT diturunkan tentu didahului dengan mereview kembali Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tojo Una-una yang akan menjadi salah satu dasar Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (KLHK) dan menerbitkan Surat Keputusan baru tetang Penetapan Kawasan TNKT atau dengan skema pendekatan perhutanan sosial (PS).
Bisa juga skema tanah objek reforma agraria (TORA) ataupun pengelolaan bersama kawasan antara warga desa dengan pihak TNKT
“Singkatnya seluruh warga desa di 6 kecamatan harus punya akses untuk kehidupan ekonomi mereka. Sekaligus tetap terjaga ekologi di kawasan TNKT ini,” tegas Direktur Walhi Sulteng ini. (ded/*)
Baca Berita dan Artikel Lain di Google News