LUWU TIMUR, NEWSURBAN.ID – “Tidak ada lagi jalan bagi PT Vale masuk di Loeha Raya,” kata Ali Kamri Nawir salah satu tokoh masyarakat di Loeha Raya melakukan penolakan adanya aktivitas penambangan. Ini indikasi konflik di Blok Tanamalia kian berlanjut dan kitan memanas.
Penolakan itu terjadi, lantaran banyaknya fasilitas untuk perluasan penambangan Vale yang ingin masuk wilayah Blok Tanamalia, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Sulsel. Sehingga masyarakat Loeha Raya menghadang di tengah jalan, Minggu 21 Juli 2024.
Konflik PT Vale dengan petani lada di Loeha raya bukan kali pertama. Aksi protes pada 24 Juli 2023, dilakukan masyarakat Loeha Raya, baik itu petani, perempuan, pedagang, anak muda menyatakan menolak aktivitas eksplorasi dan perluasan tambang nikel PT Vale Indonesia di Blok Tanamalia, Desa Loeha dan Ranteangin, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur.
Baca Juga: Konflik Tanamalia, Petani Lada Minta PT Vale Tidak Membuat Berita Bohong
Menurutnya, aktivitas eksplorasi dan rencana perluasan tambang nikel PT Vale Indonesia juga mengancam kelestarian ekosistem hutan hujan dan Danau Towuti. Hal ini sangat meyakini bahwa pertambangan nikel di Blok Tanamalia yang akan dilakukan oleh PT Vale Indonesia, nantinya akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup di Tanamalia, khususnya bagi ekosistem hutan hujan dan Danau Towuti yang merupakan area konservasi serta sumber penghidupan bagi nelayan di Loeha Raya dan flora-fauna endemic Sulawesi.
“Seharusnya menggunakan prinsip-prinsip kemanusiaan yang ada di Tanamalia, bukan lagi kawasan yang bebas. Kawasan ini adalah satu-satunya tempat hidup masyarakat Loeha Raya.”
“PT Vale jangan merusak kehidupan masyarakat,” ungkap Ali.
Selama konflik di Blok Tanamali, pihak PT Vale menggerakan berapa porsonel terdiri dari TNI dan Polri (Brimob). Ali berkata aparat keamanan selama ini terkesan bertentangan dengan tugas dan fungsinya. Namun aparat keamanan turut mengawal fasilitas penambangan untuk masuk melakukan penambangan di Blok Tanamalia.
“Bukankah seharusnya mereka melindungi masyarakat,” kata Ali. Melampiaskan kekecewaan aparat keamanan berbaju loreng mengawal mobil truk yang akan masuk menambang.
Baca Juga: Deretan Masalah PT Vale dan Warga Luwu Timur Tak Kunjung Usai
Masyarakat Loeha Raya selama ini telah hidup dengan tenang dan Selai itu, Ali Kamri meminta kepada PT. Vale Indonesia untuk segera menghentikan aktivitasnya di Loeha Raya karena mengganggu aktivitas petani.
Dengan demikian, masyarakat berharap PT Vale Indonesia menghentikan segala bentuk aktivitas ataupun niat melakukan eksplorasi karena ini sangat mengganggu aktivitas kami sebagai petani.
“Kami merasa gelisah, resah, dan was-was. Mereka melakukan intimidasi namun selalu menutup-nutupinya. Kita juga mengetahui bahwa ini bentuk intimidasi yang didukung oleh pemerintah (kehutanan dan aparat negara),” lanjutnya.
Bertani Lada atau merica merupakan pekerjaan utama baginya. Perkebunan merica di Tanamalia juga telah memberikan kehidupan yang sangat baik seperti sekarang ini. Jika adanya perluasan perluasan tambang nikel PT Vale Indonesia di Blok Tanamalia, mereka yakini akan membuat kehidupan masyarakat terancam miskin dan kembali menderita.
Begitu halnya dengan kehidupan buruh tani yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Saat ini, terdapat 300 orang yang bekerja sebagai buruh tani di kebun merica milik petani. Mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Ambon, Kupang dan lain-lain untuk memperbaiki ekonomi keluarga mereka.
Baca Juga: Besok, Ribuan Petani Merica Akan Menduduki Kantor PT Vale
Hasmah Kaso, dari 10 perempuan petani dari Loeha Raya juga ikut memblokade sejumlah truk berwana kuning yang mengangkut bahan bakar ke wilayah perkebunan masyarakat, hingga membuat petani dan perempuan, resah.
Katanya, sejak tahun 2023, pasca demonstrasi yang dilakukan masyarakat, PT Vale Indonesia menyampaikan tidak akan ada kegiatan di Blok Tanamalia.
“Namun sekarang mereka malah mau memasukkan fasilitas di wilayah loeha raya. Ini yang membuat kami resah,” kata Hasmah.
Sementara Kepala Divisi Perlindungan Ekosistem Hutan WALHI Sulsel, Zulfaningsih HS menambahkan, PT. Vale Indonesia seharusnya menjalankan kebijakan perusahaan internasional tentang Environmental and Social Governance (ESG).
“Kebijakan perusahaan internasional atau ESG tidak dijalankan oleh PT. Vale Indonesia. Kegiatan eksplorasi yang dijalankan tanpa proses konsultasi publik telah melanggar aturan perusahaan sendiri,” katanya.
Olehnya itu, Zulfaningsih meminta kepada pemerintah untuk segera melakukan moratorium izin pertambangan Nikel milik PT Vale Indonesia agar tidak tercipta konflik berkepanjangan antara masyarakat dan perusahaan.
“Dengan melihat potensi konflik antara masyarakat Loeha Raya dengan PT Vale Indonesia akan semakin membesar, maka kami meminta kepada pemerintah untuk segera melakukan moratorium izin pertambangan PT Vale Indonesia di Blok Tanamalia,” tuturnya. (*)