
GARUT, NEWSURBAN.ID – Seorang dokter kandungan di Kabupaten Garut, Jawa Barat, berinisial DR (45), ditangkap oleh pihak kepolisian setelah diduga melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah pasien wanita saat menjalani pemeriksaan medis di kliniknya.
Penangkapan dilakukan oleh Satreskrim Polres Garut pada Senin malam (14/4), setelah sejumlah laporan masuk dari pasien yang mengaku menjadi korban tindakan tidak pantas tersebut. Kasus ini terungkap setelah salah satu korban memberanikan diri melapor, dan laporannya kemudian diikuti oleh beberapa korban lain yang mengalami hal serupa.
Baca Juga : Dokter Kandungan di Garut Diduga Lecehkan Pasien Saat Pemeriksaan USG
Kapolres Garut, AKBP Andi Hermawan, membenarkan penangkapan tersebut. “Kami telah mengamankan seorang dokter spesialis kandungan berinisial DR atas dugaan tindakan pelecehan seksual. Saat ini yang bersangkutan sedang menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik,” ujar AKBP Andi dalam konferensi pers, Selasa pagi (15/4).
Menurut keterangan sementara, modus yang digunakan pelaku adalah dengan menyalahgunakan proses pemeriksaan medis untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur. Polisi juga tengah mengumpulkan bukti-bukti serta memeriksa rekam medis dan CCTV di sekitar lokasi praktik.
“Korban saat ini masih dalam pendampingan psikologis. Kami membuka posko pengaduan bagi siapa pun yang merasa menjadi korban, agar bisa segera melapor,” tambahnya.
Baca Juga : Kerap Melakukan Aksi Pencurian Di Kota Watampone Pelaku AF Berhasil Diringkus Tim Opsnal Polsek Urban
Pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Garut menyatakan akan bekerja sama dengan pihak berwenang untuk mendalami kasus ini serta meninjau izin praktik yang dimiliki DR. “Kami tidak mentolerir tindakan yang mencoreng nama baik profesi kedokteran. Jika terbukti bersalah, sanksi etik dan administratif akan dijatuhkan,” ungkap Ketua IDI Garut, dr. Fadli Setiawan.
Kasus ini kini dalam penanganan Polres Garut, dan DR terancam dijerat dengan pasal tentang perbuatan cabul sebagaimana diatur dalam KUHP serta Undang-Undang Perlindungan Perempuan dan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.