
MAKASSAR, NEWSURBAN.ID — PT Hadji Kalla menegaskan bahwa lahan seluas 164.151 meter persegi atau sekitar 16,4 hektare di Jalan Metro Tanjung Bunga, tepat di depan Trans Studio Mall Makassar, merupakan aset sah milik perusahaan yang memiliki dasar hukum kuat dan diakui secara resmi oleh negara.
Kepastian ini disampaikan dalam konferensi pers klarifikasi yang digelar di Lobby Wisma Kalla, Makassar, Kamis (30/10/2025).
Hadir dalam kegiatan tersebut antara lain Subhan Djaya Mappaturung selaku Chief Legal & Sustainability Officer KALLA, Ruly Ermawan sebagai Corporate Legal Department Head KALLA, Azis T, S.H., M.H. selaku Kuasa Hukum PT Hadji Kalla, serta Andi Idris Mangenrurung A. Idjo selaku ahli waris.
Subhan Djaya Mappaturung menjelaskan bahwa permasalahan ini berawal dari permohonan eksekusi yang diajukan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk kepada Pengadilan Negeri Makassar, dengan dasar putusan perkara perdata Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Mks tahun 2000, yang dijadikan rujukan untuk mengklaim lahan dimaksud.
Lahan Milik Sah PT Hadji Kalla Berdasarkan Dokumen Resmi BPN
Dalam penjelasannya, Azis T, S.H., M.H. menegaskan bahwa PT Hadji Kalla telah menguasai dan memiliki lahan tersebut sejak tahun 1993 berdasarkan transaksi jual beli yang sah dari pemilik sebelumnya.

“Klien kami memiliki dasar hukum kepemilikan yang lengkap dan sah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Makassar,” ujar Azis.
Lahan tersebut terdiri atas empat bidang tanah dengan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla, yaitu:
- HGB No. 695/Maccini Sombala seluas 41.521 m²
- HGB No. 696/Maccini Sombala seluas 38.549 m²
- HGB No. 697/Maccini Sombala seluas 14.565 m²
- HGB No. 698/Maccini Sombala seluas 40.290 m²

Selain itu, perusahaan juga memiliki Akta Pengalihan Hak Atas Tanah Nomor 37 tertanggal 10 Maret 2008 seluas 29.199 m², yang semakin memperkuat status hukum kepemilikan.
BPN telah menerbitkan perpanjangan masa berlaku HGB tersebut hingga 24 September 2036, sehingga kepemilikan lahan PT Hadji Kalla sah secara administratif, yuridis, dan substantif.
“Aktivitas di lahan tersebut hanyalah proses pematangan dan pemagaran tanah sebagai tahap awal dari rencana pembangunan proyek properti terintegrasi milik PT Hadji Kalla,” tambah Azis.
Kronologi Klaim dan Permohonan Eksekusi oleh Pihak Lain
Permasalahan ini mencuat setelah muncul permohonan eksekusi dari pihak lain, yakni PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk, perusahaan yang terafiliasi dengan Lippo Group.
GMTD mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri Makassar pada 13 Agustus 2025, dengan mengacu pada putusan perkara lama Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Mks yang melibatkan GMTD sebagai penggugat melawan Manyombalang Dg Solong dan beberapa pihak lain sebagai tergugat.
Menanggapi hal tersebut, Subhan Djaya Mappaturung menilai permohonan eksekusi itu tidak relevan dan keliru, karena PT Hadji Kalla tidak pernah menjadi pihak dalam perkara dimaksud.
“Lahan ini telah dikuasai secara sah oleh PT Hadji Kalla sejak 1993 dan memiliki alas hak resmi. Kami menghormati proses hukum, tetapi kami meminta agar pengadilan mempertimbangkan fakta kepemilikan yang sah dan dokumen resmi dari BPN,” jelas Subhan.
Ia menambahkan, PT Hadji Kalla berharap agar pelaksanaan eksekusi ditunda sampai ada kejelasan hukum yang final, mengingat perusahaan telah mengelola dan memanfaatkan lahan tersebut secara berkelanjutan selama lebih dari tiga dekade.
Hadji Kalla: Bukan Pihak dalam Perkara Lama
Kuasa hukum PT Hadji Kalla, Azis T, menegaskan bahwa putusan perkara 228/Pdt.G/2000/PN Mks tidak memiliki kekuatan hukum terhadap PT Hadji Kalla, karena perusahaan tidak termasuk pihak dalam perkara tersebut.
“Putusan pengadilan hanya mengikat para pihak yang berperkara dan ahli warisnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 1917 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata),” tegas Azis.
Ia menambahkan, pelaksanaan eksekusi terhadap pihak ketiga yang tidak tercantum dalam amar putusan merupakan pelanggaran terhadap Pasal 195 HIR jo. Pasal 206 RBg, serta bertentangan dengan prinsip due process of law sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
“Melaksanakan eksekusi terhadap pihak yang bukan subjek perkara merupakan tindakan ultra petita dan melanggar asas keadilan,” ujarnya.
Sikap Ahli Waris: Lahan Dikuasai dan Dikelola Secara Damai
Sementara itu, Andi Idris Mangenrurung A. Idjo, salah satu ahli waris yang telah bekerja sama dengan PT Hadji Kalla, mengonfirmasi bahwa keluarganya telah mengelola lahan tersebut bersama perusahaan selama bertahun-tahun.
“Sejak tahun 2010 saya sendiri yang memagari area milik PT Hadji Kalla. Kami memelihara ikan, udang, dan membangun rumah penjaga di sekitar lahan. Selama ini tidak pernah ada konflik atau klaim dari pihak mana pun — baru kali ini ada yang datang membawa putusan dan mengaku memiliki lahan itu,” ungkapnya.
Langkah Hukum dan Komitmen Hadji Kalla
Sebagai tindak lanjut, PT Hadji Kalla telah mengajukan permohonan resmi ke Pengadilan Negeri Makassar untuk membatalkan atau menunda eksekusi hingga status hukum tanah tersebut jelas dan sah.
“Kami menghormati hukum, namun kami juga berhak atas perlindungan kepastian hukum yang adil. Harapan kami, seluruh pihak berwenang dapat menegakkan prinsip keadilan dan supremasi hukum,” ujar Azis.
PT Hadji Kalla menegaskan bahwa perusahaan akan terus menjalankan seluruh aktivitasnya sesuai koridor hukum, transparan, dan bertanggung jawab.
“Sebagai perusahaan yang telah berdiri sejak 1952, kami senantiasa berpegang pada prinsip Good Corporate Governance (GCG) serta nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi warisan para pendiri Kalla Group,” tutup Azis.









