
MAKASSAR, NEWSURBAN.ID — Ketua Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan, dan Pemuda (PTKP), Muhammad Rafly Tanda, mendorong Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Selatan untuk segera memfasilitasi Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait pengelolaan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD).
Dorongan tersebut didasarkan pada hasil kajian bertajuk “Kajian dan Ikhtisar Data Publik” yang memuat sejumlah indikasi persoalan tata kelola yang dinilai perlu diklarifikasi secara terbuka Rabu, 24 Desember 2025.
Dalam kajian tersebut, terungkap beberapa aspek penting yang berkaitan dengan pengelolaan agraria, kepatuhan terhadap Surat Keputusan (SK) Gubernur, struktur kepemilikan saham, hingga kontribusi ekonomi GMTD sejak awal pemberian konsesi hingga saat ini.
Rafly menegaskan bahwa klarifikasi atas berbagai temuan tersebut penting dilakukan secara objektif guna menjaga kepercayaan publik terhadap pengelolaan aset daerah.
Pertama, kajian menyoroti kesesuaian pelaksanaan peruntukan dan kewajiban GMTD terhadap SK Gubernur Sulawesi Selatan Tahun 1991 dan 1995 yang menjadi dasar pembangunan kawasan pariwisata. Menurut Rafly, penjelasan terbuka diperlukan untuk memastikan bahwa pengelolaan kawasan tetap sejalan dengan tujuan awal pemberian izin dan tidak menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan.
Kedua, aspek transparansi struktur kepemilikan saham GMTD juga menjadi perhatian, termasuk perubahan komposisi saham pemerintah daerah dan saham publik. Transparansi ini dinilai penting agar masyarakat mengetahui secara jelas posisi dan peran pemerintah daerah dalam perusahaan, sekaligus mencegah terjadinya ketimpangan informasi.
Ketiga, Rafly menekankan perlunya kejelasan terkait keadilan distribusi manfaat ekonomi, khususnya pembagian dividen bagi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Pemerintah Kota Makassar, Pemerintah Kabupaten Gowa, serta Yayasan Pembangunan Sulawesi Selatan. Menurutnya, keadilan pembagian manfaat merupakan indikator penting keberpihakan pengelolaan kepada kepentingan publik.
Keempat, kajian tersebut juga mengungkap persoalan terkait pemanfaatan tanah dan alih fungsi lahan. Isu ini dinilai krusial karena berkaitan langsung dengan kepentingan publik serta tujuan awal pemberian konsesi kawasan pariwisata, termasuk potensi dampak sosial dan lingkungan.
Kelima, kepatuhan terhadap administrasi dan hukum pertanahan, termasuk peran instansi teknis terkait, menjadi poin penting lainnya yang membutuhkan penjelasan. Klarifikasi ini diperlukan untuk memastikan seluruh proses berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Rafly menegaskan bahwa permohonan RDP tersebut tidak dimaksudkan untuk menghakimi pihak manapun, melainkan sebagai bagian dari fungsi klarifikasi dan pengawasan DPRD sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tentang kepastian hukum yang adil, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya terkait fungsi pengawasan DPRD.
“Kami berharap DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dapat memfasilitasi RDP dengan menghadirkan seluruh instansi dan pihak terkait, agar persoalan ini dapat dijelaskan secara terbuka, objektif, dan berbasis data,” ujar Rafly.
Ia menambahkan, langkah tersebut penting dilakukan untuk menjaga integritas tata kelola pemerintahan daerah sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap pengelolaan aset dan kepentingan daerah.









