JAKARTA, NEWSURBAN.ID — Pada 9 Mei 2022, pasukan Rusia bakal menggempur Ukraina habis-habisan. Rencananya itu, telah di ungkap pejabat Amerika Serikat bahwa Rusia akan mendeklarasikan perang di Ukraina Pada 9 Mei 2022.
Tanggal ini, memiliki makna simbolis bagi Rusia. Mengutip CNN, pada 9 Mei setiap tahunnya, Rusia merayakan ‘Hari Kemenangan’. Untuk memperingati kekalahan Nazi Jerman pada Perang Dunia II.
Perayaan kemenangan tersebut ditandai dengan pelaksanaan parade militer di Moskow, Rusia.
Baca Juga: AS Tuding Rusia Ingin Caplok Donetsk dan Lugansk di Ukraina
Dalam parade militer tersebut, nantinya para pemimpin Rusia akan berdiri di makam Vladimir Lenin yang terletak di Lapangan Merah untuk berkabung.
“Tanggal 9 Mei dirancang untuk pamer kepada masyarakat di Rusia, untuk mengintimidasi oposisi dan untuk menyenangkan diktator saat itu,” ujar Direktur Program Rusia-Eurasia dari Chatham House James Nixey,dikutip Rabu (4/5).
James mengatakan para pejabat di Washington sejatinya telah lama mempercayai bahwa Putin akan memanfaatkan makna simbolis dan nilai propaganda hari itu untuk mendeklarasikan perang sebagai bentuk perayaan ‘kemenangan’ militer di Ukraina.
Pasalnya, Putin di nilai memiliki kebiasaan untuk memanfaatkan nilai-nilai simbolis dalam mengambil kebijakan tertentu. Salah satunya berkaitan dengan peluncuran invasi ke Ukraina yang di lakukan sehari setelah perayaan Hari Pembela Tanah Air di Rusia.
Baca Juga: Gara-gara Perang Rusia-Ukraina McDonald’s Rugi Rp1,84 T
Analis senior untuk Rusia di Crisis Group Oleg Ignatov menilai Putin memiliki banyak pilihan terhadap Ukraina. Dan, menyatakan perang terhadap Ukraina merupakan skenario terberat bagi Rusia.
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang belum secara resmi menyatakan perang terhadap Rusia, –memberlakukan darurat militer di Ukraina ketika invasi Rusia di mulai pada akhir Februari kemarin.
Lebih lanjut, Oleg menilai Putin juga memiliki opsi untuk memberlakukan undang-undang mobilisasi Rusia. Yang dapat di gunakan untuk memulai mobilisasi sebagian militer atau secara umum.
“Dalam kasus agresi terhadap Federasi Rusia atau ancaman agresi langsung, pecahnya konflik bersenjata-ditujukan terhadap Federasi Rusia,” tuturnya.
Baca Juga: Di Mariupol, Batalion Azov Ukraina Bombardir Konvoi Militer Rusia
Oleg mengatakan langkah tersebut akan memungkinkan pemerintah tidak hanya untuk mengumpulkan pasukan. Tetapi juga untuk menempatkan ekonomi negara pada kebijakan perang.
Dengan menerapkan mobilisasi, kata dia, juga dapat memperpanjang wajib militer bagi para tentara yang saat ini sudah berada dalam militer.
Selain itu, dapat pula memanggil pasukan cadangan atau kelompok yang telah menjalani pelatihan militer ke dalam pertempuran. “Tapi itu merupakan risiko besar bagi pemerintahan Putin. Itu akan mengubah seluruh narasi Kremlin,” terang dia.
Sebab, dengan melakukan mobilisasi secara tidak langsung akan memaksa Putin untuk mengakui bahwa invasi ke Ukraina tidak berjalan sesuai rencana. Lebih lanjut, mobilisasi secara penuh juga-dinilai akan berdampak pada ekonomi Rusia yang saat ini sedang berjuang.
Baca Juga: Korban Sipil Agresi Rusia, Lebih Ratusan Mayat Dievakuasi dari Kota Kyiv
Oleg mengatakan langkah mobilisasi juga dapat mengurangi dukungan terhadap Putin dari dalam negeri. Lantaran masyarakat Rusia mendukung kebijakan invasi tanpa ingin terlibat perang secara langsung.
“Jika mereka menyatakan mobilisasi skala penuh, beberapa orang tidak akan menyukainya,” ungkap Ignatov.
Hanya saja, ia menilai masih memungkinkan bagi Putin untuk memberlakukan undang-undang mobilisasi tanpa secara resmi menyatakan perang terhadap Ukraina.
Putin juga dapat memberlakukan darurat militer di Rusia dengan menangguhkan pemilihan umum dan memusatkan kekuasaan di tangannya. “Ini akan memberlakukan aturan seperti pembatasan pada pria usia pertempuran meninggalkan negara itu, yang juga bisa terbukti tidak populer,” tandasnya. (cn/bs)