NewsParlemenPolitikSulsel

Ketua DPRD Sampaikan Poin Pokir DPRD Sulteng 2024

#Disampaikan pada Pembukaan Forum Perangkat Daerah dan Rakorterkenbang Provinsi Sulteng 2024

PALU, NEWSURBAN.ID – Ketua DPRD Provinsi Sulteng Dr Hj Nilam Sari Lawira SP.MP, sampaikan poin dari pokok-pokok pikiran (Pokir) Anggota DPRD Sulteng 2024. Poin-poin Pokir DPRD Sulteng ia sampaikan saat hadiri pembukaan Forum Perangkat Daerah dan Rapat Koordinasi Teknis Perencanaan Pembangunan Daerah (Rakortekrenbang) Provinsi Sulteng Tahun 2024. Kegiatan tersebut bertempat di Hotel Best Westren Plus Coco Palu, Senin (18/03/2024).

Pada pelaksanaan pembukaan Forum Perangkat Daerah dan Rakortekrenbang Provinsi Sulteng Tahun 2024 dihadiri oleh Gubernur Sulteng yang dalam hal ini diwakli oleh Asisten-III Bidang Administrasi Umum Pemda Sulteng M.Sadly Lesnusa.S.Sos.M.Si, Direktur Regional-II Kementerian PPN/BAPPENAS RI hadiri secara viazoom, Tim KORSUPGAH KPK RI hadir secara viazoom, Sekretaris DPRD Provinsi Sulteng Siti Rahmi Amir Singi.S.Sos.M.Si, Para Staf Ahli dan Kepala Perangkat Daerah Lingkup Pemda Sulteng, Tim Asistensi Pemda Sulteng, Para Kepala Bappeda dan Perangkat Daerah Kabupaten/Kota Se-Sulteng, serta para tamu undangan lainnya.

Pada kesempatan tersebut, Ketua DPRD Provinsi Sulteng Dr.Hj.Nilam Sari Lawira.SP.MP, menyampaikan dalam sambutannya bahwa saat ini provinsi sulteng pada bulan april tahun 2024 sudah akan mencapai umur 60 tahun dan pembangunan di provinsi sulteng ini terbilang cukup pesat dalam satu dekade terakhir.

Baca Juga: DPRD Sulteng Rapat Paripurna Bahas Laporan Hasil Reses

Namum perkembangan pembangunan di wilayah ini sempat terhenti akibat adanya runtutan bencana yang menimpa provinsi sulteng yakni pada 28 september 2018 terjadi bencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi berkekuatan 7,4 SR. Serta diiringi pula bencana virus covid-19 di awal tahun 2020 yang telah mewabah di wilayah Sulteng. Sehingga mempengaruhi pertumbuhan perekonomian dan pembangunan di provinsi sulteng yang di mana pertumbuhan perekonomian di sulteng saat itu telah mengalami penurunan mencapai 48,52% sehingga dampaknya cukup dirasakan bagi masyarakat di sulteng.

Nilam Sari, juga menyampaiakan bahwa pada 2023, terdapat tiga indikator kinerja pembangunan yang realisasinya melampaui target RPJMD Tahun 2021-2026. Yakni Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) mencapai 11,91 persen melampaui target sebesar 6,56 persen, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mencapai 71,66 poin melampaui target 69,87 poin. Serta Nilai Tukar Petani (NTP) mencapai 106,33 poin melampaui target sebesar 103,58 poin.

LPE yang tinggi lebih banyak ditentukan oleh atraktivitas Kawasan Industri Berbasis Logam Dasar di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara, bukan didorong oleh atraktivitas multiplier effect belanja pembangunan berkualitas.

Baca Juga: Wakil Ketua III DPRD Sulteng Terima Kunker Anggota DPRD Poso

Komponen IPM yang membuat Sulteng berada pada kategori tinggi didorong oleh Pendapatan Perkapita Disesuaikan atau Purchasing Power Parity (PPP) yang lagi-lagi ditunjang oleh Pendapatan Perkapita Kabupaten Morowali sebesar Rp500,- juta per tahun. Dan Pendapatan Perkapita Kabupaten Morowali Utara sebesar Rp100,- juta per tahun. Menurutnya, bukan oleh dimensi kesehatan dan pendidikan yang menjadi indikator inklusivitas pembangunan.

Penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari 3 persen pada Agustus 2022 menjadi 2,95 persen pada Agustus 2023 atau terjadi penurunan secara absolut dari 49,15 ribu jiwa penganggur menjadi 47,08 ribu penganggur menyisakan dominasi pengangguran lulusan SMK sebanyak 3.037 penganggur lulusan SMK atau 6,45 persen, dan pengangguran terdidik lulusan strata 1 mencapai 3,31 persen atau berjumlah 1.558 orang dan 1,62 persen atau berjumlah 762 orang lulusan Diploma I, II, III.

Sebaliknya, enam indikator ekonomi makro lainnya tidak tercapai yang berada di bawah target dalam RPJMD Provinsi Sulteng Tahun 2021-2026.

Keenam indikator tersebut adalah Tingkat Inflasi mencapai 2,97 persen, masih berada di atas target 1,91 persen. Lalu, persentase penduduk miskin meningkat dari 12,30 persen pada 2022 menjadi 12,41 persen pada 2023. Walaupun angka kemiskinan ekstrim atau mereka yang berada pada persentile 60 ke bawah dalam desil 1. Sementara kategori “sangat miskin” menurun dari 3,02 persen di Tahun 2022 menjadi 1,44 persen di Tahun 2023.

Baca Juga: Ketua DPRD Sulteng Hadiri Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilu 2024

Jadi yang menurun, bukan kemiskinan keseluruhan yang justru meningkat, tetapi kemiskinan ekstrimlah yang menurun. Tingkat Pengangguran Terbuka sebesar 2,95 yang masih berada di atas target RPJMD sebesar 2,84 persen.

Distribusi Pendapatan yang ditunjukkan oleh Koefisien Gini mencapai 0,304 poin berada di atas target RPJMD sebesar 0,22 poin. Selanjutnya Nilai Tukar Nelayan (NTN) berada di bawah target yakni hanya mencapai 94,70 poin yang berarti nelayan belum sejahtera karena NTN belum berada di atas 100 poin dari target mencapai 109,20 poin dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) hanya mencapai 69,85 persen dari target 73,87 persen.

Data ini bermakna bahwa permasalahan pembangunan di Sulawesi Tengah meliputi Stabilitas Harga kebutuhan pokok yang ditunjukkan oleh Angka Inflasi, Tingkat Kemiskinan, Distribusi Pendapatan semakin timpang, Nilai Tukar Nelayan (NTN) dan semakin besar beban yang ditanggung pekerja yang tercermin dari TPAK.

Periode RPJMD Keempat Tahun 2021-2016 atau periode terakhir dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPD) Tahun 2005-2025 di Provinsi Sulteng menunjukkan capaian dan proyeksi indikator kinerja pembangunan provinsi Sulteng atau indikator kinerja Visi Pemerintah Provinsi Sulteng Tahun 2021-2024.

Baca Juga: Rapat Paripurna Lanjutan, DPRD Sulteng Intensifkan Pembahasan Enam Raperda Sulteng

Selama periode 2021-2023, IPM Sulteng untuk pertama kali mencapai kategori dari sedang menjadi “tinggi”, meningkat dari 69,79 poin pada 2021 menjadi 70,28 poin pada 2022 atau terjadi peningkatan 0,7 persen. Capaian tersebut melampaui target IPM dalam RPJMD Provinsi Sulteng Tahun 2021-2026 masing-masing 69,68 poin pada 2021 dan 69,64 poin pada 2022. IPM Sulteng tersebut berada di bawah IPM Kota Palu pada dua tahun yakni 2021 dan 2022 periode RPJMD Keempat.

Angka kemiskinan menurun dari 13 persen pada 2021 menjadi 12,30 persen Tahun 2022, namun kembali meningkat menjadi 12,41 persen di Tahun 2023. Angka kemiskinan di Tahun 2023 masih di atas target 2023 yakni 10,84 persen.

TPT mencapai 3,75 persen pada 2021 menurun menjadi 3 persen pada 2022, lalu meningkat lagi menjadi 3,49 persen pada rilis data Februari 2023. TPT pada Februari 2023, berada di atas target tingkat pengangguran terbuka di Tahun tersebut mencapai 2,84 persen, lalu menurun menjadi 2,95 persen pada Agustus 2023. Hal ini berkontribusi negatif pada kinerja perekonomian makro Sulteng.

Laju pertumbuhan ekonomi Sulteng berada di atas laju pertumbuhan Nasional pada periode RPJMD Keempat. PDRB perkapita ADHB Provinsi Sulteng berada di atas PDRB perkapita nasional karena didukung oleh sumbangan tiga daerah yakni Kabupaten Banggai, Morowali dan Morowali Utara.

Baca Juga: DPRD Sulteng Rakor Penguatan Komitmen Pencegahan Korupsi Bersama KPK

Ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi Sulteng yang ditunjukkan oleh Koefisien Gini berada di bawah Kota Palu. Namun, penurunan Koefisien Gini dari 0,326 poin pada 2021 menjadi 0,305 poin pada 2022 dan 0,304 poin pada 2023 masih berada di atas target distribusi pendapatan Provinsi Sulteng dalam RPJMD Keempat yakni 0,24 poin pada 2022 dan 0,22 poin pada 2023.

Singkatnya, data BPS tersebut menunjukkan bahwa dari lima indikator Visi Pemerintah Provinsi Sulteng Tahun 2021-2026, di Tahun 2023, hanya IPM, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dan Produk Domestik Regional Bruto Perkapita yang melampaui target. Sebaliknya, Persentase Kemiskinan, Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) dan Distribusi Pendapatan tidak mencapai target dan melebar.

Capaian Usia Harapan Hidup (UHH) pada 2023 di Provinsi Sulteng berada di bawah target RPJMD yakni 73,30 tahun, walaupun, laju kenaikan UHH Provinsi Sulteng lebih tinggi dari laju UHH Nasional yakni mencapai 0,39 persen.

Laju kenaikan UHH Sulteng ini akan lebih tinggi lagi bila sektor hulu kesehatan dan di sektor hilir dilakukan sinkronisasi berbasis pada pola asuh dimulai dari perlakuan dan advokasi atas perempuan, infrastruktur kesehatan, peningkatan sumberdaya tenaga kesehatan, perluasan dan peningkatan mutu derajat kesehatan termasuk pemberian jaminan kesehatan termasuk pemberian bantuan iuran (PBI) dan pelibatan pemangku kepentingan kolaboratif, serta anggaran yang benar-benar tepat sasaran, tepat mutu, tepat waktu dan tepat administrasi yang secara tematik dan spasial menyasar pada rumah tangga perempuan miskin (RTP) yang berjumlah 31.448 RTP atau merepresentasi 9,71 persen dari keseluruhan Rumah Tangga Miskin (RTM) di Provinsi Sulawesi Tengah.

Baca Juga: DPRD Sulteng Rakor Penguatan Komitmen Pencegahan Korupsi Bersama KPK

Hal menarik, Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) Provinsi Sulteng selama periode 2021-2022 stagnan pada 8,89 tahun, lalu meningkat menjadi 8,96 tahun pada 2023. Data tersebut menunjukkan bahwa selama Tahun 2022-2023, target RLS belum tercapai.

Ada permasalahan Pendidikan di Sulteng berdasarkan data ini. Permasalahan tersebut baik berupa angka melanjutkan, angka putus sekolah, span of control dan span of management yang terpisah kewenangan antara Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah seperti terjadi di Kabupaten Morowali sejak migrasi penduduk Kabupaten Buol sebanyak hampir 5000 jiwa, belum diikuti oleh penyediaan fasilitas Pendidikan yang mencukupi dan memadai bagi siswa SMA/SMK yang mengikuti kepindahan orang tuanya ke Kawasan industri berbasis logam dasar.

Akibatnya kegiatan belajar-mengajar dilakukan secara bergantian di selasar ataupun teras kelas. Laju pertumbuhan RLS Provinsi Sulawesi Tengah lebih rendah dari laju pertumbuhan RLS Indonesia masing-masing 0,79 persen dan 4,25 persen atau laju kenaikan RLS nasional mencapai 5,38 kali lipat.

Harapan Rata-Rata Lama Sekolah (HLS) Sulteng bila merujuk pada RPJMD Provinsi Sulteng Tahun 2021-2026 ternyata realisasinya belum mencapai target. Laju pertumbuhan HLS nasional Tahun 2022-2023 lebih tinggi ketimbang laju pertumbuhan HLS Provinsi Sulawesi Tengah.

Baca Juga: Gubernur Sulteng Tandatangani Bantuan PLTS dari Kemenlu Korsel

Indeks Pembangunan Gender (IPG) dibentuk oleh komponen pembentuk indeks yaitu Rata rata lama sekolah laki-laki dan perempuan, usia harapan hidup laki-laki dan perempuan serta paritas daya beli (PPP) masyarakat laki-laki dan perempuan. Nilai IPG di Provinsi Sulawesi Tengah, Capaian IPG turun sebesar 0,1 atau pada nilai 98,09 point di Tahun 2022.

Analisis keterkaitan dengan indikator makro ekonomi, peningkatan IPG, angka harapan hidup, lama sekolah, dan pengeluaran perkapita yang disesuaikan menunjukkan adanya progres dalam pembangunan manusia dan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Sulawesi Tengah.

Indikator-indikator ini dapat memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan peningkatan PDRB. Penyediaan akses pendidikan yang lebih baik, peningkatan kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi perempuan dapat menjadi faktor penting dalam meningkatkan kualitas hidup dan pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Data publikasi IPG Sulteng rilis sampai dengan Tahun 2022.

Selama Tahun 2021-2022, laju pertumbuhan IPG Sulteng mencapai 0,36 persen lebih rendah ketimbang laju pertumbuhan IPG Indonesia yang mencapai 0,39 persen. Di Tahun 2022, IPG Sulteng melampaui target IPG dalam RPJMD.

Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) digunakan untuk mengukur partisipasi aktif perempuan di bidang ekonomi, politik dan manajerial. Tiga indikator yang digunakan yaitu persentase sumbangan perempuan dalam pendapatan kerja, keterlibatan perempuan di parlemen, dan keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan melalui indikator perempuan sebagai tenaga manajerial, professional, administrasi, dan teknisi.

Baca Juga: Tata Kelola Pemerintahan Kabupaten Sigi Terbaik Tingkat Kabupaten/Kota Se-Sulteng

Data BPS menunjukkan bahwa di Tahun 2022, IDG Sulteng lebih tinggi dari IDG nasional masing-masing mencapai 77,52 poin dan 76,59 poin. Laju kenaikan IDG Sulteng selama periode 2021-2022 mencapai 2,27 persen lebih tinggi dari laju kenaikan IDG Indonesia yang hanya mencapai 0,43 persen.

BPS menunjukkan pula bahwa sumbangan pendapatan perempuaan Sulteng berada di bawah proporsi pendapatan perempuan nasional. Demikian pula laju kenaikan proporsi pendapatan perempuan di Sulteng lebih rendah pula ketimbang laju kenaikan proporsi pendapatan perempuan nasional.

BPS di Tahun 2023 menunjukkan bahwa Pengeluaran Perkapita Disesuaikan atau Purchasing Power Parity (PPP) menunjukkan bahwa PPP nasional lebih tinggi 1,18 kali lipat dari PPP Sulteng. Sebaliknya, laju kenaikan PPP Sulteng selama periode 2021-2022 mencapai 3,39 persen lebih tinggi ketimbang kenaikan PPP nasional yang hanya mencapai 2,9 persen.

Hal ini bermakna, daya beli penduduk Sulteng secara keseluruhan, lebih cepat tergerus ketimbang daya beli penduduk Indonesia oleh kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dan atraktivitas Kawasan industri Kabupaten Morowali, Morowali Utara dan Banggai yang menimbulkan ketimpangan pembangunan yang ditunjukkan oleh angka Indeks Williamson yang naik dari 1,22 poin pada 2021 menjadi 1,54 poin pada 2022.

Kerentanan sosial ekonomi dapat menjadi tantangan daerah ini di masa datang, di luar ancaman degradasi lingkungan yang mulai terasa di tengah silaunya logam dasar nikel.

Baca Juga: Bupati Mohamad Irwan Hadiri Penyerahan LHP BPK Sulteng Semester II 2023

Kinerja pembangunan ekonomi Provinsi Sulteng terus menunjukkan prestasi yang cukup luar biasa, melampaui rata-rata nasional. Pertumbuhan ekonomi di Sulteng berdasarkan jenis lapangan usaha memang lebih banyak dipengaruhi oleh Sektor Pertanian dan Kehutanan, Industri Pengolahan, dan Sektor Pertambangan dan Penggalian.

Laju pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan dan Pertambangan dalam 5 tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Namun sebaliknya, kontribusi Sektor Pertanian terhadap perekonomian yang merupakan sektor strategis terus mengalami penurunan. Dilihat dari klasifikasi jenis pengeluaran, Sektor Investasi dan Ekspor memegang peranan yang cukup besar.

Sektor-sektor di atas berkontribusi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang cukup kuat, mengingat wilayah Sulteng memiliki komoditas sumber daya alam (SDA) yang melimpah dan banyak dilirik oleh para investor untuk mendirikan pabrik pengolahan.

Hal ini sebenarnya menyimpan masalah kerentanan pada kelembagaan sosial ekonomi yang berujung pada immiserizing growth atau pertumbuhan membenamkan sebagai ciri khas daerah-daerah pertambangan yang menerima kutukan sumberdaya, di luar ancaman runtuhnya pranata sosial dan degradasi lingkungan berkelanjutan.

Baca Juga: Pemprov Sulteng Tawarkan Peluang Investasi Besar Untuk Australia

Kekeliruan dalam pembangunan adalah meninggalkan Pembangunan Pertanian dalam arti luas serta kurang memperhatikan dampak ke belakang dan dampak ke depan pembangunan pertanian. Jikapun ada pembangunan, sifatnya hanya instan dan project oriented, menjadikan petani dan nelayan sebagai obyek pembangunan, bukan sebagai agen perubahan.

Berdasarkan data Sulawesi Tengah Dalam Angka Tahun 2023, jumlah penduduk di Sulawesi Tengah pada Tahun 2021 sebanyak 3,022,88 juta jiwa lalu meningkat menjadi 3.066,14 juta jiwa pada 2022 atau bertambah sebanyak 44.260 jiwa, mengalami peningkatan sebesar 1,43 persen.

Selama Tahun 2021-2022, laju pertumbuhan penduduk tertinggi dicapai oleh Kabupaten Morowali mencapai 5,03 persen, diikuti oleh Kabupaten Sigi sebesar 2,03 persen dan Kabupaten Tojo Una-Una mencapai 1,96 persen. Kabupaten Morowali menerima migrasi penduduk baik dari daerah lain di Sulteng seperti berasal dari Kabupaten Buol sekitar 5 ribu jiwa maupun asal daerah lain di luar Provinsi Sulteng.

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, kepadatan penduduk juga mengalami peningkatan. Kondisi ini tidak terlepas dari mobilitas penduduk dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan secara cukup masif akibat bertambahnya jumlah pusat pertumbuhan ekonomi di Sulteng.

Hal ini ditunjukkan oleh data BPS dalam Sulawesi Tengah Dalam Angka Tahun 2023 yakni selama Tahun 2020-2022, hanya Kabupaten Banggai Laut yang mempunyai Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) menurun dari 1,20 persen pada Tahun 2010-2020, menurun menjadi 0,74 persen pada Tahun 2020-2022.

Baca Juga: Wawali Reny Hadiri Penyerahan LHP BPK Sulteng Semester II 2023

Sebaliknya, LPP semua daerah lainnya mengalami peningkatan dari periode 2010-2020 ke periode 2020-2022 yang secara keseluruhan ditunjukkan oleh LPP Sulteng naik dari 1,22 persen menjadi 1,53 persen.

Upaya pengendalian jumlah penduduk gencar dilakukan baik oleh BKKBN Provinsi Sulteng maupun Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Provinsi Sulteng dan 13 kabupaten/kota belum tepat waktu, tepat mutu, tepat sasaran dan tepat administrasi, serta instan dan project oriented. Kolaborasi dan sinergi antar kedua instansi vertikal dan daerah membutuhkan peningkatan.

Pada ketiga daerah yang LPP tiga tertinggi, jumlah penduduk miskin berturut-turut mencapai 15,50 ribu jiwa, 31,47 ribu jiwa dan 26,51 ribu jiwa atau proporsinya mencapai 18,57 persen dari jumlah penduduk miskin Sulteng di Tahun 2023 yang mencapai 395,66 ribu jiwa.

Pemerintah daerah di ketiga kabupaten perlu memprioritaskan penanganan kedua tantangan yakni laju kenaikan LPP lebih tinggi pada periode 2020-2022 ketimbang 2010-2020 dan 73,48 ribu jiwa penduduk miskin berada di daerah ini. Kebijakan yang lebih terarah dalam penyelenggaraan kesehatan, pendidikan, kualitas dan jaminan tenaga kerja, dan sarana pendukung lainnya dalam mencapai kesejahteraan setiap warganya.

Seiring dengan peningkatan LPP di Provinsi Sulawesi Tengah dari 1,22 persen pada Tahun 2010-2020 menjadi 1,53 persen hanya pada Tahun 2020-2022, kepadatan penduduk juga mengalami peningkatan menjadi 50 jiwa/km2 pada 2022, atau meningkat dari 48,28 jiwa/km2 pada 2021. Wilayah Kota Palu menjadi wilayah terpadat di antara wilayah lainnya di Sulteng mencapai 1.071 jiwa/km2 pada 2022, naik dari 945 jiwa/km2 di Tahun 2021.

Baca Juga: Kota Palu Satu-satunya Daerah di Sulteng Raih Predikat Kota Sehat 2023

Hal ini karena Kota Palu sebagai Ibukota Provinsi menjadi hub atau pusat ekonomi bagi daerah-daerah di Sulteng karena daya Tarik Kota Palu dan daya tolak daerah asal. Kepadatan penduduk yang berlebihan akan dihadapkan pada masalah-masalah sosial ekonomi, seperti masalah keterbatasan lahan pemukiman, penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan penyediaan lapangan pekerjaan.

Kepadatan penduduk yang tinggi akan berimbas pada tingkat pengangguran yang tinggi apabila lapangan pekerjaan tidak dapat menampung angkatan kerja yang ada seperti yang tercemin dari angka Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) di Kota Palu mencapai 5,65 persen tertinggi di Sulteng bahkan di atas TPT Sulteng yang mencapai 2,95 persen di Tahun 2023.

Jika dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin, penduduk di Sulawesi Tengah di Tahun 2022, lebih banyak berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 1,57 juta jiwa (51,27%).

Sedangkan jumlah penduduk perempuan sebanyak 1,49 juta jiwa (48,73%). Rasio penduduk laki-laki terhadap perempuan di Tahun 2022 sebesar 105,22 poin menurun dari 105,49 poin di Tahun 2021, yang berarti setiap 100 penduduk perempuan terdapat sekitar 105 – 106 penduduk laki-laki.

Baca Juga: Waspada! Ada Akun Medsos Mencatut Nama Gubernur Sulteng

Komposisi penduduk menurut umur ini bermanfaat untuk mengetahui distribusi penduduk usia muda (0-14 tahun) berjumlah 815.830 jiwa atau proporsinya mencapai 26,61 persen, usia produktif (15- 64 tahun) berjumlah 2.085.277 jiwa atau proporsinya mencapai 68,01 persen, dan lansia (65 tahun ke atas) berjumlah 165.036 jiwa atau proporsinya mencapai 5,38 persen.

Pertumbuhan penduduk tinggi yang disumbang oleh penambahan jumlah penduduk usia muda yang belum produktif dapat menjadi beban perekonomian secara makro dan menjadi beban rumah tangga secara mikro.

Saat ini, penduduk Sulawesi Tengah didominasi oleh Generation-X berusia 40-59 tahun mencapai 959.080 jiwa atau 26,01 persen, diikuti oleh Generasi Milenial berusia 25-39 tahun sebanyak 78.020 jiwa atau 21,34 persen dan Generasi Z berusia 10-24 tahun sebanyak 779.580 jiwa atau 21,14 persen.

Apakah Bonus Demografi ini lewat begitu saja seperti dialami Thailand karena friksi politik antara faksi Jas Merah dan faksi Jas Kuning, atau kegagalan Venezuela memanfaatkan Bonus Demografi karena Presiden Nicholas Maduro salah urus anggaran negara di negeri terkaya deposit minyak bumi, Tentu Adanya distribusi penduduk di atas menunjukkan dasar bagi Pemerintah Provinsi Sulteng dan 13 kabupaten/kota bagaimana memanfaatkan bonus demografi.

Hal ini dapat terlihat dan tergambarkan melalui Angka Beban Ketergantungan (Dependency Ratio). Pada Tahun 2021, angka beban ketergantungan Sulawesi Tengah sebesar 47,11. Artinya, setiap 100 orang penduduk usia produktif memiliki tanggungan sebanyak 47-48 orang yang belum produktif atau dianggap tidak produktif lagi.

Baca Juga: Wakili Gubernur, Karo Hukum Pemprov Sulteng Adiman Resmikan Gereja Elim Maholo Klasis Napu GKST

Angka beban ketergantungan di bawah 50 merupakan indikasi bahwa suatu daerah berada pada periode jendela peluang (windows of opportunity). Kesempatan ini sebagai dampak positif adanya bonus demografi (demographic dividend), yaitu bonus yang dinikmati suatu wilayah sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun).

Suatu wilayah dikatakan mengalami bonus demografi jika dua orang penduduk usia produktif (15-64) menanggung satu orang tidak produktif (kurang dari 15 tahun dan lebih dari 65 tahun).

Keuntungan bonus demografi dari sisi perekonomian tentu akan membuka peluang peningkatan perekonomian melalui peningkatan pendapatan, sehingga Sulteng memiliki kesempatan besar dalam memanfaatkan bonus demografi tersebut.

Dukungan dan kebijakan yang tepat di bidang Pendidikan dan kesehatan dari pemerintah daerah di Sulteng diperlukan untuk membentuk generasi muda yang cerdas, produktif dan terampil yang berkontribusi bagi kemajuan daerah dan bangsa kedepannya.

Pada sisi letak geografis, dengan disahkannya Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) baru oleh DPR di Kalimantan Timur, Sulteng menjadi wilayah yang strategis sebagai daerah penyangga IKN baru dan sebagai akses masuk bagi agenda prioritas pembangunan kedepan.

Pemerintah Provinsi Sulteng memprioritaskan pembangunan proyek infrastruktur strategis dan kebijakan pembangunan terkait untuk menunjang pengembangan wilayah penyangga IKN. Sumbangan ekonomi pulau Jawa pada ekonomi Nasional mencapai 58,59 persen, artinya hampir tiga perempat ekonomi nasional disumbangkan oleh Pulau Jawa.

Baca Juga: Festival Qasidah Rebana Tingkat Provinsi Sulteng Dibuka

Sebaliknya, sumbangan Sumatra mencapai 21,66 persen, Kalimantan dan Sulawesi masing-masing mencapai 8,22 persen dan 6,11 persen. Pada sisi lain, sumbangan Bali-Nusa Tenggara dan Papua masing-masing mencapai 3,11 persen dan 2,43 persen. Artinya, pada sisi skala ekonomi, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua belum mencapai titik optimal produksi untuk kebutuhan ekonomi Indonesia yang memperhatikan daya dukung dan daya tampung air, pangan, jasa lingkungan.

Kontribusi ekonomi dalam perekonomian nasional regional Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) saja telah mencapai 20,85 persen. Hal ini hampir setara dengan kontribusi ekonomi Pulau Sumatra, atau hampir setara dengan gabungan Kalimantan, Sulawesi, Papua, Bali-Nusa Tenggara. Inilah menjadi satu dari beberapa alasan dari eksistensi UU IKN.

Infrastruktur pendukung diperlukan untuk kelancaran mobilitas dan pergerakan ekonomi yang akan masuk atau keluar dari dan ke IKN melalui Sulteng. Provinsi Sulteng termasuk daerah yang dilewati oleh garis Khatulistiwa yang melintasi semenanjung bagian utara yang menyebabkan iklim di daerah ini tropis.

Tantangan dan dampak kesulitan geografis juga dapat dilihat dari data Indeks Kesulitan Geografis (IKG) yang merupakan ukuran untuk menentukan tipologi desa berdasarkan tingkat kesulitan untuk akses pada suatu desa.

Akses yang dimaksud adalah akses terhadap pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, serta aksesibilitas jalan atau sarana transportasi, dan komunikasi. Nilai IKG yang rendah menunjukkan bahwa aksesibilitas di wilayah tersebut baik, dan begitupun sebaliknya. Pada Tahun 2021 IKG Sulteng berkisar antara 12,56 sampai dengan 77,30 dari total 1.842 desa.

Baca Juga: Festival Qasidah Rebana Tingkat Provinsi Sulteng Dibuka

Jika dikelompokan, maka sebanyak 12,65 persen desa di Sulteng nilai IKGnya rendah, 58,15 persen cukup rendah, 25,24 persen sedang, dan 3,96 persen tinggi. Mayoritas desa-desa yang memiliki nilai IKG tinggi adalah desa-desa yang ketersediaan fasilitas/infrastrukturnya sangat rendah, baik karena akses jalan yang buruk ataupun letak geografis desa yang berada jauh di pedalaman, ataupun di lereng/puncak gunung.

Selain itu, 686 desa dari 1.842 desa atau proporsinya 37,24 persen masih blank-spot dengan jumlah terbanyak yakni 126 desa berada di Kabupaten Banggai.

Komitmen Pemda Sulteng tidak hanya dapat dilihat pada tataran peraturan perundang-undangan saja, namun pada realisasi anggaran Lingkungan Hidup di Sulteng membuktikan hal sebaliknya. Dilihat dalam data realisasi APBD Sulteng Tahun Anggaran (TA) 2020. Realisasi Anggaran Lingkungan Hidup hanya 10 Miliar atau 0,02 persen dari APBD Sulteng TA 2020.

Kinerja Pembangunan yang kurang menggembirakan selama tiga tahun periode RPJMD Tahun 2021-2026 berpangkal pada Para Perencana dan Agen Pembangunan melakukan apa yang saya sebutkan PLANNING TO FAIL & FAILING TO PLAN atau Merencanakan Kegagalan dan Menggagalkan Perencanaan.

Adanya missing-link antara RPJPD dan RPJMD, missing-link antara RPJMD dan Rencana Strategis OPD, missing-link antara Renstra OPD dan Rencana Kerja OPD, missing-link antara Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafond Anggaran Sementara (PPAS), missing link antara KUA-PPAS dengan APBD menjadi pemandangan tahunan yang saya dapatkan termasuk ketidakpahaman atas indikator pembangunan.

Pada sisi regulasi, Amanah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran Dalam Pembangunan Nasional belum dipahami dan diimplementasikan baik oleh Bappeda maupun oleh BPKAD.

Baca Juga: Festival Qasidah Rebana Tingkat Provinsi Sulteng Dibuka

Selain itu, paradigma pembangunan belum berubah karena ketidakpahaman atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, ketidakpahaman atas paradigma Money Follow Program, Program Follow Result, maupun Money Follow Talent di dalam Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah, serta Ketidakpahaman pada Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Tehnis Pengelolaan Keuangan Daerah yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menghambat implementasi pembangunan di Sulawesi Tengah.

Hal ini tercermin dari Hasil Riset Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan yang menggunakan data realisasi keuangan periode 2018-2022 menemukan bahwa Kabupaten Buol, Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Poso, Kabupaten Sigi, Kabupaten Tojo Una-Una, Kabupaten Tolitoli berada pada Kategori Kapasitas Fiskal Rendah dan Belanja Pembangunan Tidak Berkualitas.

Satu-satunya daerah di Provinsi Sulawesi Tengah yang termasuk dalam kategori Kapasitas Fiskal Tinggi dan Belanja Pembangunan Berkualitas adalah Kabupaten Morowali bersama 17 daerah di daratan Sulawesi yakni 10 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan, 5 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara, masing-masing 1 daerah di Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Barat.

Olehnya itu pada kesempatan tersebut, Kepala Bappeda Provinsi Sulteng Dr.Ir.Christina Shandra Tobondo.MT, menyampaikan dalam sambutanya bahwa berdasarkan penyampaian pokok-pokok pikiran Ketua DPRD Provinsi Sulteng, hal tersebut akan menjadi salah satu bahan rekomendasi dalam penyusunan data program di dalam RPJMD tahun 2025 mendatang. (hms/znl/ysw)

Baca Berita dan Artikel Lain di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button