MAKASSAR, NEWSURBAN.ID — Sejumlah buruh dari perusahan PT. Wika Beton menuntut haknya. Mereka menutut, malah ia menjadi tersangka di Polda Sulawesi Selatan (Sulsel).
Sebelumnya, Muhammad Said bersama 92 pekerja PT. Wika Beton dikabarkan akan di PHK. Dengan demikian, mereka mempertanyakan tentang kepastian hubungan kerja kepada manajemen PT. Wika Beton melakukan dengan aksi mogok kerja.
Aksi mogok dilakukan bukanya mendapatkan jawaban. Namun Pihak manajemen PT. Wika malah menujukkan tindakan premanisme dengan menyewa para preman untuk membubarkan aksi para buruh.
Merespon hal itu, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pekerja Nasional (DPD SPN) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Salim menegaskan tindakan Manajemen PT. Wika diduga terjadi kejahatan dan keseweng-wenagan terhadap kaum buruh. Yang mana menurutnya, justru dilakukan oleh badan usaha yang didirikan dengan uang rakyat dan bertujuan mensejahterakan rakyat.
Baca juga: Buruh Demo di Disnaker Makassar Tuntut Upah Naik 10 Persen
“Malah diduga keras telah melakukan kejahatan dan keseweng-wenagan terhadap rakyat Indonesia. Yaitu buruhnya sendiri yang telah mengabdi bekerja pada perusahaan negara tersebut,” ungkapnya.
Aksi mogok pekerja, Salim menjelaskan, hal yang wajar dalam undang-undang ketenagakerjaan termasuk Penggembokan pagar. Karena tujuan mogok kerja seperti yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan adalah menghentikan atau memperlambat pekerjaan yang sedang berlangsung pada perusahan yang penyelesaiannya harus diselesaikan melalui jalur Perselisihan Hubungan Industrial.
Bahkan katanya, perjuangan para pekerja yang di PHK tanpa pesangon salah satu tindakan dikriminalisasi. Karna sudah sekitar 4 bulan tidak mengalami kepastian hidup dan penghasilan.
Namun proses hukum yang dijalani untuk menuntut hak mereka sampai saat ini masih belum ada kejelasan. Sedangkan pihak pengusaha yang notabene usaha yang mereka jalankan adalah milik rakyat Indonesia. Tetap tidak peduli dengan penderitaan Muhammad Said Bersama 92 pekerja PT. Wika Beton yang menuntuk hak asasi mereka.
“Muhammad Said bersama 92 pekerja PT. Wika Beton, harus merasakan penderitaan. Di tambah yang tidak kalah perihnya yaitu kenaikan Harga BBM. Yang tentunya tidak akan merasakan bujukan subsidi umum. Karena dampak kenaikan haraga BBM tapi juga subsidi upah karena telah di PHK. Yang kedua tidak mendapatkan BLT karena belum memiliki putusan PHK yang resmi,” tuturnya.
Baca juga: Demo Mahasiswa di Kejari Palopo, Seorang Satpam Meninggal dan Satunya Kritis
Celakanya lagi, salah seorang pekerja PT. Wika Beton menjabatan sebagai Manager Teknik dan Mutu. malah melaporkan rekan kerjanya sendiri ke Polda Sulsel dengan tuduhan aksi mogok kerja tersebut telah melakukan tindak pidana pemaksaan.
“Dan ini lebih memilukan. Apalagi Polda Sulsel merespon aduan tersebut. Sehingga saat ini Muhammad Said beserta 8 orang pekerja PT. Wika Beton lainnya telah di tersangkakan.”
“Belum lagi kriminalisasi yang mereka alami. Sudah jatuh di timpa tangga pula. Itulah yang di alami oleh para pekerja/buruh yang di PHK tanpa pesangon oleh PT. Wika Beton,” tambahnya.
Sudah Jatuh di Timpa Tangga
Apalagi Omnibuslaw saat ini telah memangkas pekerja PHK tanpa pesangon. Menuntut haknya dengan cara mogok kerja, malah mendapatkan kriminalisasi. Serta tidak mendapatkan subsidi kenaikan harga BBM. Sehingga para buruh harus memeras energy dan tenaga mereka tanpa kepastian untuk bertahan hidup. “Sudah Jatuh di timpa tangga” itulah nasib buruh saat ini.
Kondisi perburuhan di Negara kita saat ini semakin suram dengan banyaknya perusahaan yang tidak memberikan hak pekerja/buruh sesuai UU Ketenagakerjaan. Maupun melaksanakan sistem hubungan kerja sebagaimana telah diatur dalamm UU Ketenagakerjaan.
Proses penegakan hukum di bidang ketenagakaerjaan yang sampai sekarang masih lemah berimplikasi pada nasib dan kehidupan kaum buruh yang semakin tidak memiliki kepastian kerja dan kepastian penghasilannya.
Baca juga: Dewan Pers-Menko Polhukam Bahas RKUHP, SMSI Terus Tolak Pasal Krusial yang Potensial Lemahkan Kebebasan Pers
Di tambah dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan harga Bahan Bakar Minyak. Semakin menghilangkan penghidupan yang layak dan menjauhkan kaum buruh. Khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya dari kesejahteraan sebagaimana yang di cita-citakan oleh para pendiri bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pancasila dan UUD Tahun 1945.
Upah Minimum di Sulsel di tahun 2022 tidak mengalami kenaikan yang layak. Ini di sinyalir masih belum ada kenaikan UMP/UMK untuk provinsi Sulsel di Tahun 2023. Apabila mengacu pada PP 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan karena Upah di Sulawesi Selatan masih di atas ambang batas atas upah.
“Ini menjadi kriminalisasi terhadap pekerja yang menuntut haknya semakin marak terjadi. Sementara kondisi pekerja masih jauh dari kesejahteraannya. Pemangkasan hak pekerja/buruh melalui UU 11 Tahun 2020 beserta aturan turunannya. Kriminalisasi terhadap buruh yang menuntut hak, di tambah kenaikan harga BBM menjadi masalah yang melukai cita-cita para pendiri bangsa ini,” tungkas Salim ini.
Untuk Restoratif Justice hanya bagi mereka yang dekat dengan kekuasaan. Buruh menuntut haknya malah kriminalisasi pengusaha yang melakukan kejahatan dengan prosedur berbelit dan restorative justice.
Serikat Pekerja Akan Menggelar Aksi
Di makassar kota yang kita cintai dengan selogan “SIRI NA PACCE” telah diduga terjadi kejahatan terhadap kaum buruh. Artinya perusahaan itu adalah PT. Wika Beton yang telah secara keji mencampakkan pekerjanya yang telah puluhan tahun mengabdi. Seperti budak yang tidak berharga, di pecat tanpa pesangon.
Serta penegak hukum Polda Sulsel seharusnya mengayomi dan melindungi rakyat Indonesia. “Malah ikut menindas dengan mengkriminalisasi buruh yang kehilangan pekerjaanya dan tutup mata dari dugaan kejahatan dan kesewenag-wenagan PT. Wika Beton,” pungkasnya.
Oleh karena itu, Serikat Pekerja Sulsel akan melakukan aksi masa bersama dengan organisasi gerakan lainnya. Ter gabung dalam Aliansi Perjuangan Rakyat (ALPAR) di beberapa titik. Yaitu Polda Sulsel, Pengadilan Negeri Makassar, Disnakertrans Prov. Sulsel dan di Kawasan Industri Makassar untuk menuntut rezim saat ini untuk memperhatikan nasib kaum buruh dan rakyat kecil lainnya dengan tuntutan sebagai berikut : (*)
1. Berikan hak pekerja sesuai UU Ketenagakerjaan yang berlaku dan berikan kesejahteraan sejati kepada kaum buruh.
2. Hentikan Kriminalisasi terhadap pekerja/buruh yang menuntut haknya
3. Polisi harus mendahulukan restorative justice yang selama ini menjadi selogan dan juga telah tertian dalam Peraturan Kapolri.
4. Penegak hukum dan khususnya Hakim harus membuka mata dan hatinya melihat kaum buruh yang menuntut haknya dan di kriminalisasi oleh pengusaha dengan memberikan putusan seadil-adilnya serta memperhatikan.
5. Turunkan harga BBM dan naikkan upah minimum tahun 2023 sebesar 20 %
6. Cabut UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (OMNIBUSLAW)