MAKASSAR, NEWSURBAN.ID — Prof Dr Abdul Razak SH MH, merespons putusan PTUN Jakarta yang mengabulkan gugatan Abdul Hayat Gani. Guru Besar Fakultas Hukum Unhas itu, menilai putusan itu, keputusan Presiden soal pemberhentian Abdul Hayat Gani dari jabatan Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, masih sah dan berlaku hingga saat ini.
Ia mengatakan, sebagai putusan pengadilan, maka setiap orang atau pihak harus menghargai putusan yang ada.
Menurutnya, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Nomor 12/G/2023/PTUN.JKT atas Gugatan Dr. Abd. Hayat, M.Si terhadap Keputusan Presiden RI Nomor 142/TPA Tahun 2022 tentang Pemberhentian Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang menempatkan Presiden sebagai tergugat yang-dikuasakan kepada Jaksa Agung sebagai Jaksa Pengacara Negara telah-diputus oleh majelis hakim pada tanggal 17 April 2023.
Diktum putusan tersebut kata dia, mengabulkan gugatan penggugat, kecuali permintaan khusus Penggugat untuk penundaan pelaksanaan Keputusan Presiden RI No. 142/TPA Tahun 2022 (objek sengketa).
“Dengan demikian Keputusan Presiden tersebut masih sah dan berlaku hingga saat ini,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (18/4/2023) pagi.
Baca Juga:Â PTUN Jakarta Batalkan SK Jokowi Terkait Pencopotan Abdul Hayat Gani
Sesungguhnya, kata dia, putusan putusan PTUN Jakarta tersebut belum berkekuatan hukum tetap. Sehingga tidak dapat di laksanakan, di mana pihak tergugat dapat mengajukan upaya hukum.
“Terkait perkara ini yang berkedudukan sebagai pihak adalah Presiden sehingga tidak tepat jika mengenai upaya hukum atau hal lain sebagainya terkait perkara-ditanyakan kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan,” terangnya merespons putusan PTUN Jakarta.
Sementara itu, Kabid Pengadaan, Pemberhentian, dan Informasi Kepegawaian BKD Prov. Sulsel, Bustanul Arifin, SH, sesuai data kepegawaian di BKD Provinsi Sulawesi Selatan Dr. Abd. Hayat, M.Si. saat ini masih tercatat sebagai Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam data itu, Abdul Hayat menduduki jabatan pelaksana Analis Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur.
“Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Dalam Pasal 239 ayat (2) huruf a mengatur bahwa batas usia pensiun bagi pejabat administrasi yakni 58 (lima puluh depalan) tahun,” jelasnya.
Ia juga mengatakan, sesuai ketentuan tersebut, yang bersangkutan akan memasuki batas usia pensiun pada tanggal 1 Mei 2023.
Sementara Marwan Mansyur, SH., MH, Kepala Biro Hukum Prov. Sulsel mengatakan, terkait upaya hukum selanjutnya atas putusan PTUN, Pemprov Sulsel tidak dapat berkomentar lebih jauh. Sebab bukan merupakan pihak dalam perkara tersebut. Melainkan, Presiden yang-dikuasakan kepada Jaksa Agung sebagai Jaksa Pengacara Negara.
“Akan tetapi jika memperhatikan kedudukan Penggugat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Maka Penggugat akan memasuki masa pensiun pada tanggal 1 Mei 2023. Sehingga hal ini menjadi faktor yang menghambat jika harus mengembalikan kedudukan Penggugat sebagai Sekda Prov. Sulsel. Mengingat masih ada potensi upaya hukum oleh Tergugat,” jelasnya.
Tidak Menunda Pelaksanaan Keputusan Presiden
Apalagi kata dia, isi putusan PTUN itu tidak menunda pelaksanaan Keputusan Presiden RI No. 142/TPA Tahun 2022. Sehingga Keputusan Presiden yang menjadi objek sengketa tersebut masih berlaku.
Sebelumnya, di beritakan, PTUN Jakarta membatalkan SK Presiden Joko Widodo terkait pencopotan Abdul Hayat Gani dari jabatan Sekda Sulsel. Juga di beritakan, hakim PTUN Jakarta dalam putusannya meminta pemulihan status Abdul Hayat sebagai Sekda Sulsel.
“Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya,” demikian amar putusan hakim di sistem informasi penelusuran perkara PTUN Jakarta, Senin (17/4/2023).
Dalam amar putusannya, hakim juga menyatakan batal terhadap Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 142/TPA TAHUN 2022, tanggal 30 November 2022 tentang Pemberhentian Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan Pemprov Sulsel atas nama Abdul Hayat selaku penggugat. Tergugat dihukum mencabut surat keputusan tersebut.
“Mewajibkan tergugat untuk merehabilitasi kedudukan penggugat ke dalam status, kedudukan, harkat, martabatnya semula sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan,” ujar Hakim.
“Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 326.000,” lanjut hakim.
Sebelumnya, Abdul Hayat keberatan atas pemberhentiannya sebagai Sekda Sulsel. Pencopotan Abdul Hayat tertuang dalam Surat Keputusan Presiden Nomor 142/TPA Tahun 2022 yang-diteken Presiden Jokowi di Jakarta tertanggal 30 November 2022.
Pengacara Abdul Hayat, Yusuf Gunco menilai proses administrasi pemberhentia kliennya cacat administrasi. Atas hal itu, Abdul Hayat pun melayangkan gugatan di PTUN.
“Sudah pasti ini cacat administrasi tentang prosedur seorang penggantian sekda,” tegas Yusuf saat konferensi pers, Rabu (14/12/2022) lalu.
Yusuf menjelaskan, kliennya Abdul Hayat Gani menerima SK pemberhentian yang tidak lengkap. Pasalnya dalam SK itu tidak mencantumkan dasar pencopotannya.
“Presiden mengeluarkan surat ini dasarnya apa? Masa langsung memberhentikan tanpa ada alasan konsideran yang ada di surat pemberhentian Sekda,” paparnya.
SEMPAT MELAPOR KE LAPOR POLISI
Abdul Hayat juga sempat melaporkan ke polisi terkait dugaan tindak pidana pemalsuan surat atas usulan pemberhentiannya sebagai Sekda Sulsel. Laporan polisi (LP) itu teregister dengan nomor: LP/B/1352/XII/2022/SPKT/Polda Sulawesi Selatan pada 17 Desember 2022.
Dua nomor surat yang dimaksud, yakni surat bernomor 800/7910/BKD tertanggal 12 November 2022 dan surat nomor 800/0019/BKPSDMD tertanggal 24 September 2022.
Pihaknya menduga kedua surat itu diterbitkan Pemprov Sulsel tidak sesuai prosedur. Surat yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo dan ditembuskan ke Kemendagri itu dipertanyakan dasar hukumnya.
“Ini yang kita pertanyakan ke pemerintah provinsi, loh kok ada surat satu hari dua surat dengan nomor yang berbeda dengan dua instansi yang mengeluarkan BKD,” tutur Yusuf Gunco usai mendampingi Abdul Hayat menjalani pemeriksaan di Mapolda Sulsel, Rabu (4/1). (#)