NewsPerspektif

PERSPEKTIF: Hakekat Ilmu dan Kebenaran

Oleh: Teguh Esa Bangsawan DJ, S. Hum

“Hakekat ilmu sering dikaitkan dengan kata “Kebenaran”. Tetapi kebenaran selalu menjadi Rumit. Bisa saja kebenaran ini tak dibenarkan,” demikian pengantar redaksi yang ditulis Jujun S. Suriasumantri.

Kata kebenaran juga tersirat dalam gerakan Apel Resimen Mahasiswa Hasanuddin Noor yang mengenang kepergian Julius Usman, Bara Nangsiang, 23 Agustus 1966).

Pernahkah anda melihat patung yang termasyhur/dikenal dari Agueste Rodin: seorang manusia yang sedang tekun berpikir?

Dialah lambang kemanusiaan kita, Homo Sapiens (spesies primata), makhluk yang selalu berpikir setiap saat. Dan sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tidak pernah menghabiskan waktunya untuk berpikir.

Sehingga hampir tidak ada masalah yang muncul dalam kehidupan yang terlepas dari jangkauan pikirannya. Inilah suatu kelebihan yang jarang kita miliki terkait pemikiran. Bahkan dari soal-soal yang paling remeh (tidak penting) sampai soal-soal paling asasi (pokok).

Dari pertanyaan yang menyangkut kewajiban untuk sarapan pagi, sampai persoalan surga dan neraka yang sampai saat ini belum ada gambaran terkait surga dan neraka di akhirat nanti.

Maka dari berpikir itulah yang mencirikan hakekat manusia, dan karena berpikirlah dia menjadi manusia.

Secara umum berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan pengetahuan. Proses ini memiliki serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan.

Gerak pemikiran ini dalam kegiatan sering mempergunakan lambang abstraksi dari objek yang sedang kita pikirkan.

Bahasa adalah salah satu lambang proses yang membahas tentang objek-objek kehidupan yang bersifat konkret. Dapat kita pahami secara bersama bahwa proses berpikir tersebut tanpa adanya simbol atau lambang-lambang yang menggambarkan atau mengabstraksikan beberapa fenomena-fenomena gejala kehidupan.

Contohnya dalam matematika memiliki serangkaian lambang yang pada hakekatnya memiliki fungsi yang sama dengan bahasa. Seperti seorang bayi mulai bisa berbicara dan orang tuanya mulai mengajarkan bahasa dan ketika anak itu memiliki cukup usia. Dia mulai diajarkan berhitung dengan mempergunakan angka dan mengajarkan bahasa yang bersifat verbal.

Dan kedua bahasa inilah yang sering digunakan sehingga memudahkan untuk berkomunikasi. Ketika anak itu berumur enam atau tujuh tahun Maka dia pun memasuki sekolah untuk lebih mengenal dan mempelajari bahasa tertulis. Ketika anak itu sudah masuk sekolah mereka diperkenalkan kepada proses kegiatan berpikir secara formal.

Pengetahuan dalam berpikir merupakan istilah seperti obor dan semen peradaban. Di mana manusia telah menemukan jati dirinya dan mampu menghayati hidup dengan lebih sempurna. Adapun faktor pendukung berupa peralatan yang di kembangkan manusia sehingga mampu meningkatkan kualitas hidupnya dengan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperolehnya.

Sehingga melahirkan sebuah proses penerapan dan itulah yang menghasilkan kapak dan batu zaman dulu sampai munculnya benda yang dapat memudahkan pekerjaan manusia yaitu komputer. Dan adapun yang sering terjadi dalam pemikiran manusia beragam buah permasalahan hidup yang sudah menganggap seperti makanan sehari-hari mereka dan ini merupakan sebagai sejarah kebudayaannya yang bersifat tampak.

Namun pada Hakekatnya manusia dapat memperoleh pengetahuan, tetapi adapun tiga masalah pokok yang ada dalam manusia yakni: 1. Apa yang ingin kita ketahui 2. Bagaimanakah kita memperoleh pengetahuan? 3. Dan apakah makna atau nilai- nilai pengetahuan tersebut bagi kita?

Secara garis besar pertanyaan ini memang sangat sederhana tetapi ini yang mencakup sebuah permasalahan pokok yang perlu di pecahkan, dari berbagai buah pemikiran yang sangat besar sebenarnya karena ini merupakan serangkaian jawaban yang diberikan atas 3 pertanyaan tadi.

Dalam sejarah kebudayaan manusia ini, bisa dicirikan dan dapat dibedakan dari cara mereka menjawab. Ilmu merupakan salah satu pemikiran dari manusia, baik dalam cara menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.

Ilmu juga merupakan salah satu dari ilmu pengetahuan. Dan untuk bisa mencapai, memahami, dan menghargai ilmu sebagaimana mestinya terlebih dahulu kita harus mengerti Apakah Hakekat ilmu itu sebenarnya? Adapun kata peribahasa dari Perancis “mengerti berarti memaafkan segalanya”. Jadi seperti yang kita ketahui bahwa hakekat ilmu bukan hanya meningkatkan ilmu atau meningkatkan apresiasi saja, melainkan membuka mata kita terhadap banyaknya permasalahan-permasalahan yang ada di dunia.

Dan ini menjadi sebuah tantangan bagi para pemikir-pemikir besar di luar sana. Banyak yang mendewa-dewakan ilmu yang menurut mereka sebagai sumber kebenaran dan tanpa mengetahui Hakekat ilmu yang sebenarnya. (*)

Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Sejarah Program Pascasarjana Unhas dan Maba S2 Ilmu Filsafat Universitas Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button