DPRD Lutim Bahas Kendala Lahan dan Perizinan Kawasan Industri Malili

LUWU TIMUR, NEWSURBAN.ID — DPRD Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar rapat gabungan komisi di Ruang Aspirasi DPRD guna membahas hambatan dalam pengembangan Kawasan Industri Malili (KIMAL), Senin (21/07/2025).
Persoalan utama yang disoroti dalam rapat tersebut meliputi perizinan, dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan status lahan.
Pimpinan rapat, Sarkawi Hamid, menegaskan komitmen DPRD untuk mendorong percepatan realisasi investasi di kawasan industri tersebut. Ia menekankan bahwa percepatan harus tetap mengacu pada kepastian hukum dan penyelesaian perizinan.
Baca juga: Sekretariat DPRD Luwu Timur Tingkatkan Tata Kelola Arsip
“DPRD mendesak percepatan realisasi investasi di kawasan industri, namun tentu harus sejalan dengan kepastian lahan dan penyelesaian seluruh perizinan yang berlaku,” ujarnya.
Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Luwu Timur, Aini Endis Enrika, mengungkapkan bahwa meskipun sudah ada beberapa nota kesepahaman (MoU) antara pemerintah daerah dan investor, seluruh perusahaan belum dapat beroperasi karena kendala perizinan, termasuk izin lingkungan.
“Sudah ada MoU dengan beberapa investor, tapi belum ada yang mulai operasi karena masih terganjal perizinan. Termasuk izin lingkungan yang belum tuntas,” kata Aini.
Baca juga: Bupati Lutim Sampaikan Pendapat Akhir Ranperda Pertanggungjawaban APBD 2024 di Paripurna DPRD
Ia juga menyoroti pentingnya koordinasi lintas instansi, khususnya dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN), guna mencegah tumpang tindih lahan.
Aini menyebut, lahan seluas 394,5 hektare yang telah bersertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) sejak 2014 merupakan aset pemerintah daerah yang harus dijaga pemanfaatannya.
Sementara itu, anggota DPRD Muhammad Nur menekankan pentingnya keadilan dalam pemberian izin dan partisipasi masyarakat lokal dalam proyek industri.
“Jangan sampai masyarakat lokal hanya jadi penonton. Investor wajib menghargai kearifan lokal dan memberdayakan sumber daya manusia daerah,” ujarnya.
Baca juga: Sungai Malili Tercemar, Pendemo: Pemda dan DPRD Luwu Timur Terkesan Bersepakat Tutup Mata
Anggota DPRD lainnya, Rusdi Layong, menyoroti perusahaan-perusahaan yang masa izinnya hampir habis tetapi belum memberikan kontribusi berarti bagi daerah. Ia menegaskan pentingnya kepastian hukum agar investasi memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Dari sisi investor, perwakilan PT Indonesia Huadi Industrial Park (IHIP) menyampaikan bahwa keterlambatan proyek disebabkan belum rampungnya izin lingkungan.
“RKKPN baru akan disahkan November 2024, setelah itu baru bisa mengurus RKKPNL dan AMDAL. Proses ini bisa makan waktu enam bulan. Target kami bisa mulai operasional di akhir 2026 atau awal 2027,” jelasnya.
Adapun PT Kawasan Industri Terpadu Luwu Timur (KIT-LT) menyatakan kesiapan membangun fasilitas smelter setelah seluruh izin selesai. Perusahaan tersebut telah menguasai 1.200 dari total 2.200 hektare lahan yang-ditargetkan.
Baca juga: Tanam Perdana Pisang Cavendish di Lutim, Petani Terharu Terima Bantuan Bibit
“Kami adalah pengusaha lokal yang ingin membangun kampung sendiri. Tinggal menunggu izin selesai, kami langsung turun lapangan,” ujar perwakilannya.
PT KIPLT juga menyatakan bahwa proses perizinan masih berjalan dan menegaskan komitmen mereka untuk menanamkan investasi jangka panjang sesuai peraturan yang berlaku.
Rapat-ditutup dengan seruan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk menjaga komunikasi, memperkuat kolaborasi. Dan memastikan bahwa investasi yang masuk ke Luwu Timur berpihak pada pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. (***)