
JAKARTA, NEWSURBAN.ID — Inovasi wastra Sulawesi Selatan berbasis riset pewarnaan alam dari limbah pertanian mendapat apresiasi langsung dari Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek) RI, Prof. Brian Yuliarto, dalam ajang The Inclusive Innovation Repertoire (Repertoar Saintek) 2025.
Apresiasi tersebut disampaikan saat Prof. Brian Yuliarto mengunjungi Booth Zapa Emas, yang menampilkan produk luaran riset Tim Program Katalisator Kemitraan Berdikari Politeknik Pertanian Negeri Pangkep (Polipangkep), berupa kain sutera dan batik bermotif aksara Lontara dengan pewarnaan alam ramah lingkungan.
Repertoar Saintek 2025 dibuka langsung oleh Mendiktisaintek dan menjadi ruang diseminasi hasil riset nasional yang mendorong hilirisasi inovasi, kolaborasi multipihak, serta pemanfaatan sains untuk menjawab persoalan nyata di masyarakat. Direktorat Jenderal Sains dan Teknologi menegaskan komitmennya dalam memperkuat ekosistem riset nasional berbasis kebutuhan lokal.
Dalam forum tersebut, sejumlah narasumber nasional memaparkan pentingnya riset yang berdampak. Sesi pertama menghadirkan Prof. Anil Kumar Gupta, Prof. Ahmad Najib Burhani, dan Sudarto, Ph.D., dengan moderator Prof. Yudi Darma. Sementara sesi kedua diisi oleh Luthfi Adam, Ph.D., Prof. Evi Eliyanah, dan Bagus P. Muljadi, Ph.D., dimoderatori Audrey Chandra, yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor agar riset tidak berhenti pada publikasi ilmiah semata.
Riset dari Sulawesi Selatan menjadi salah satu yang mencuri perhatian. Melalui Program Berdikari, tim peneliti mengembangkan teknologi fermentasi dan ekstraksi limbah pertanian sebagai zat pewarna alam untuk kain sutera dan batik Lontara Bugis. Inovasi ini mampu meningkatkan nilai jual wastra Sulsel hingga 26 persen, serta melibatkan 18 keluarga perajin, 31 mahasiswa, dan 840 orang dari 23 komunitas dan organisasi.
Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, Prof. Dr. Mauli Kasmi, S.Pi., M.Pi., hadir langsung mendampingi Ketua Tim Riset Berdikari, Dr. Zulfitriany Dwiyanti Mustaka, SP., MP., bersama Muriyana, ST., saat produk wastra Sulsel dipamerkan.
Ketertarikan Mendiktisaintek terlihat saat ia mengamati langsung kain sutera bermotif aksara Lontara dengan warna gelap.
“Kain ini dihasilkan dari pewarnaan limbah sabut kelapa yang dikunci menggunakan fiksator tunjung, sehingga menghasilkan warna gelap mendekati hitam,” jelas Dr. Zulfitriany.
Menurut Prof. Brian Yuliarto, riset tersebut menunjukkan peran strategis sains dalam menghadirkan solusi lingkungan sekaligus memperkuat daya saing produk lokal. Pemerintah pusat, kata dia, mendorong agar inovasi serupa terus dikembangkan dan dihilirisasi secara berkelanjutan.
Sementara itu, Dr. Zulfitriany menyampaikan bahwa apresiasi tersebut menjadi motivasi bagi tim riset untuk memperluas dampak inovasi ke depan.
“Ke depan, kami menargetkan wastra Sulawesi Selatan yang memenuhi standar ecolabeling sesuai kebutuhan pasar global. Hilirisasi riset ini akan kami lanjutkan ke 24 kabupaten dan kota,” ujarnya.
Penguatan wastra Sulsel dinilai semakin strategis menjelang tahun 2026, saat Sulawesi Selatan menjadi tuan rumah Hari Ulang Tahun Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) yang akan dihadiri 38 provinsi dan lebih dari 100 kabupaten/kota se-Indonesia.









