MetroNews

Pemkot Makassar dan OMS Dorong Skema Tekan HIV-AIDS Berkelanjutan

MAKASSAR, NEWSURBAN.ID – Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar terus memperkuat langkah dalam penanggulangan HIV dan AIDS dengan menggandeng Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) melalui skema kontrak sosial (social contracting) berbasis Swakelola.

Langkah ini menjadi bagian dari upaya menghadirkan kerja sama formal dan berkelanjutan antara pemerintah dan lembaga masyarakat dalam pelaksanaan program penanggulangan HIV-AIDS di Makassar.

Komitmen tersebut mengemuka dalam pertemuan antara Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, dan jajaran Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sulawesi Selatan, di Balai Kota, Senin (3/11/2025).

Pihak Pemkot berkomitmen dalam memperkuat upaya penanggulangan HIV/AIDS di wilayahnya, bahkan disiapkan regulasi yang kuat.

Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, memastikan pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) terkait penanganan HIV tetap berjalan efektif, untuk pencegahan penyakit sosial.

Sekaligus mendorong penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) baru yang akan mengatur lebih luas aspek penanganan HIV, perilaku berisiko, dan isu sosial terkait.

Dengan berbagai dinamika terjadi, saya pastikan Perda HIV/AIDS akan jalan dan menjadi peraturan daerah di Kota Makassar,” kata Munafri, di Kantor Balai Kota saat menerima Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) untuk program pelaksanaan penanggulangan HIV/AIDS.

Appi menegaskan, dengan adanya Ranperda menjadi regulasi untuk pemerintah dan Dinas kesehatan bekerja maksimal.

Aturan Perda tersebut kini sudah tahap masuk Prolegda, dan direncanakan masuk dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) tahun 2026, sebagai upaya memperkuat kebijakan daerah dalam menekan angka kasus HIV di Kota Makassar.

“Kami selalu upayakan agar penyelesaian persoalan HIV ini menjadi kerja bersama. Pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan penerima manfaat program harus saling berkoordinasi. Ini yang kami mohonkan untuk terus mendapat dukungan,” tegas Munafri.

Menurutnya, penanganan HIV/AIDS menjadi perhatian serius Pemkot Makassar, mengingat angka kasus yang relatif dari tahun ke tahun.

Untuk itu, diperlukan penanganan lintas sektoral, tidak hanya di level teknis, tetapi juga pada tataran kebijakan dan penganggaran.

Ini memang menjadi konsen pemerintah karena angkanya semakin tinggi. Dibutuhkan kerja lintas sektoral di internal pemerintah agar persoalan ini bisa benar-benar diatasi,” jelasnya.

Pria yang akrab disapa Appi itu juga menegaskan, tantangan sosial yang muncul di lapangan, salah satunya kecenderungan sebagian pengidap HIV yang enggan terbuka terkait status kesehatannya.

Persoalan HIV bisa menjadi lebih fatal karena banyak yang sudah tidak mau mengaku. Baru ketahuan setelah ada operasi atau tindakan,” tuturnya.

Ini yang butuh sosialisasi masif, baik kepada masyarakat maupun para pengidap HIV sendiri,” lanjutnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan dukungan terhadap pembentukan Perda baru yang lebih komprehensif, mencakup pengaturan terkait perilaku berisiko seperti, pergaulan bebas HIV.

Dari data yang tercatat di Dinas Kesehatan Kota Makassar, angka HIV di Makassar, dari tahun ke tahun terus menurun. Pada tahun 2023 terdapat 1015 kasus, kemudian tahun 2024 menurun menjadi 925 kasus. Selanjutnya, pertengahan tahun 2025, menurun menjadi 454 kasus.

Dalam kesempatan tersebut, Munafri juga menyinggung pentingnya optimalisasi anggaran antar perangkat daerah agar program penanganan HIV dapat berjalan maksimal.

“Kami akan memaksimalkan koordinasi internal untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Direktur PKBI Sulsel, Andi Iskandar Harun, menjelaskan bahwa penerapan mekanisme kontrak sosial melalui Swakelola Tipe III menjadi solusi konkret untuk menjamin keberlanjutan program HIV-AIDS, terutama di tengah menurunnya dukungan pendanaan internasional (global fund transition).

“Peran OMS seperti LSM dan CBO sangat penting dalam menjangkau populasi kunci yang paling berisiko—seperti pekerja seks, laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), waria, dan pengguna narkoba suntik,” ujar Iskandar.

Namun, dengan terbatasnya alokasi APBD dan berkurangnya bantuan donor internasional, diperlukan mekanisme pendanaan domestik yang lebih berkelanjutan.

Ia menyebut, solusi yang diusulkan adalah penerapan Swakelola Tipe III sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Melalui mekanisme ini, pemerintah daerah dapat bekerja sama langsung dengan OMS yang memiliki kompetensi lapangan.

“OMS tidak lagi hanya penerima hibah, tapi menjadi mitra pelaksana resmi pemerintah dengan sistem pelaporan dan akuntabilitas yang jelas,” terang Iskandar.

PKBI Sulsel sebagai Sub-Sub Recipient (SSR) CSS-HR untuk Distrik Makassar, berupaya membangun komitmen bersama antara Pemerintah Kota Makassar dan OMS agar mekanisme kontrak sosial ini dapat diintegrasikan dalam rencana dan alokasi anggaran OPD tahun 2025.

“Kami berharap dukungan kebijakan dari Wali Kota agar skema ini bisa dijalankan secara formal, menjadi model kolaborasi yang efektif antara pemerintah dan masyarakat sipil,” tambahnya.

Kota Makassar diketahui menjadi salah satu wilayah dengan jumlah kasus HIV-AIDS cukup tinggi di Indonesia Timur. Meski upaya penanggulangan yang dijalankan Dinas Kesehatan dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) telah berjalan baik.

Sinergi dengan OMS dinilai sangat krusial untuk menjangkau populasi kunci yang sulit diakses oleh layanan kesehatan konvensional.

Melalui pendekatan kolaboratif dan mekanisme kontrak sosial ini, diharapkan Kota Makassar dapat mempercepat pencapaian target “Three Zeroes” pada tahun 2030. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button