HukumNewsSultra

Dugaan Pemalsuan Dokumen, Eks Wali Kota Kendari Anak dan Bapak Mangkir Panggilan Polisi

KENDARI, NEWSURBAN.ID — Kepolisian Resor Kota (Polresta) Kendari terus mendalami dan melakukan penyilidikan atas kasus dugaan pemalsuan dokumen kepemilikan tanah atau Surat Keterangan Tanah (SKT).

Dugaan pemalsuan itu, terlibatnya anak bapak eks Wali Kota Kendari yakni Ir. Asrun bersama putranya Asrizal Pratama Putra. Polresta Kendari sudah melakukan pemanggilan dugaan pemalsuan dokumen tersebut malah mangkir.

“Untuk pemanggilan Asrun dan Asrizal Pratama Putra ini baru satu kali kita layangkan pemanggilan. Namun mereka belum menghadiri panggilan kami,” ujar Kasat Reskrim, AKP Fitriyadi, wawancari oleh wartawan, Rabu (13/07/2022).

Pemanggilan itu, katanya, masih belum bisa melakukan upaya paksa. Menurut Fitriyadi, karena ini masih sifatnya penyelidikan dalam aduan. “Dalam waktu dekat ini kita akan undang kembali yang bersangkutan. Yakni Asrun dan Asrizal Pratama Putra,” tegasnya.

AKP Fitriyadi menjelaskan telah melakukan pemanggilan terlapor maupun pelapor sebanyak 14 kali untuk di mintai keterangnya. Mulai dari perangkat desa sampai berbagai dokumen sebagai alat bukti seperti dokumen. “Hal ini nantinya dapat menguatkan atas dugaan pemalsuan dokumen yang dilaporkan oleh ahli waris pak Lusman dan pak Hasan tersebut,” tuturnya.

Lapor Melapor

Kasus atas pemalsuan dokumen ini berbuntut panjang. Pasalnya, kasus tersebut sudah mulai saling lapor melapor. Ahli waris Lusman dan Hasan sudah sekarang ditetapkan tersangka oleh Polda Sulawesi Tenggara atas penyerobotan dan pengrusakan lahan.

Hal ini setelah Asrizal Pratama Putra melayankan laporan pertanggal 07 Januari 2022 lalu.

“Besok, Klien saya Lusman dan Hasan dalam pembacaan permohonan oleh pemohon oleh termohon pada pemeriksaan perkara Praperadilan,” ungkap Edy Franseda Sembiring kuasa hukum Lusman dan Hasan ini.

Praperadilan dilayankan, kata Edy, atas adanya kekeliruan menetapkan kliennya sebagai tersangka atas dugaan penyerobotan lahan. Seharusnya, menurutnya, masuk dalam keperdataan bukan malah menetapkan tersangka oleh pihak kepolisian kendari.

Selain itu, lanjutnya, kasus tersebut ada keanehan di tubuh Polda Sulawesi Tenggara (Sultra). Edy menjelaskan mendampingi kliennya melaporkan ke Polda Sultra malah di tolak.

“Ini salah satu bentuk keanehan adanya pelimpahan ke Polres dilakukan Polda Sultra. Padahal objek sengketanya dan kasusnya sama,” tegasnya

Baca juga: Diduga Palsukan Dokumen, Dua Warga Polisikan Eks Wali Kota Kendari

Sebelumnya diberitakan newsurban.id, Eks Wali Kota Kendari Ir Asrun dan Asrizal Pratama Putra di Kepolisian Resor Kota (Polresta) Kendari, Sulawesi Tenggara atas sengketa tanah seluas 20 hektar. Hal ini melalui kuasa hukum Lusman dan Hasan melayankan laporkan pada 14 April 2022 lalu.

Edy Franseda Sembiring kuasa hukum mengatakan tanah milik klinenya di Jalan Budi Utomo Baru, Kelurahan Abeli Dalam, Kecamatan Puuwatu. Sebelumnya, akan membebaskan untuk kepentingan umum. Kedua warga tersebut sepakat asalkan ada ganti rugi.

“Namun, setelah berjalan. Malah di kerjakan oleh Pemkot Kendari tanpa ada ganti rugi atas perjanjian awal. Yang lebih mengherankan alas hak kepemilikan tersebut atas nama pribadi. Yakni mantan wali kota kendari (Ir Asrun dan Asrizal Pratama Putra),” ungkap Edy Sabtu (02/07/2022).

Di Tahun 2015, melakukan mediasi sampai ketingkat DPRD Kota Kendari. Tapi juga tidak mendapatakan kesepakatan antar dua pihak.

“Tidak ada kesepakatan klien saya atas mediasi tersebut. Klien saya menduga adannya pemalsuan dokumen, karena kepemilikan tanah tersebut ada perbedaan antara surat satu dengan yang lainnya,” kata Edy.

“Perbedaan itu terletak pada identitas Pemilik Surat Keterangan dan Keterangan Waktu. Serta batas-batas yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan,” lanjutnya.

Atas kejadianya itu, Edy mengatakan Surat Keterangan Pengolahan Tanah tersebut sebagai alas hak kepemilikan yang sekarang telah alihkan kepada Bapak Asrizal Pratama Putra. Hal ini mengakibatkan klienya mengalami kerugian materiil dan immateril.

“Sesuai Pasal 263 KUHP Ayat (1) dan ayat (2) barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak. Serta menimbulkan kerugian atas karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun,” tegasnya.

Atas dasar itulah, Edy berharap Polda Sultra, dapat menerima laporan pengaduan Pengadu. Selanjutnya untuk proses terkait dugaan tindak pidana tersebut sesuai dengan Peraturan yang berlaku. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button