MetroNasionalNews

Mahasiswa UGM Sebut Program Longwis Sangat Menginspirasi

#Untuk Wujudkan Kota Rendah Kabron

YOGYAKARTA, NEWSURBAN.ID – Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto berbagi ilmu dan diskusi bareng mahasiswa-mahasiswi UGM mengenai upaya mewujudkan kota yang rendah emisi karbon di Indonesia.

Dalam Kuliah Publik yang bertemakan Pengembangan Kota Rendah Emisi Karbon di Indonesia ini, salah satu mahasiswa takjub dengan sosok Danny Pomanto yang memimpin Makassar dengan banyak inovasi.

“Aku baru sadar bahwa ada kota di Indonesia termasuk Makassar dan pak wali kotanya punya ambisi banget mewujudkan kota yang rendah emisi karbon,” kata Ahmad Nuursyifa Fuady mahasiswa Fakultas Teknik Pertanian UGM saat diwawancarai usai acara di Universitas Gadjah Mada, Selasa, (14/05/2024).

“Sebagai wali kota yang punya ambisi menurunkan emisi karbon di Makassar itu inspiring banget,” tutur Ahmad tersenyum.

Dia bahkan merasa ingin menjadi seperti Danny Pomanto lantaran terkesima dengan program seperti, Transportasi Co’mo, Lorong Wisata dan sebagainya.

Baca Juga: Pemkot Makassar dan UGM Kerja Sama Wujudkan Kota Rendah Karbon

“Apalagi, bagi saya yang tinggal di daerah itu benar-benar menginsipirasi. Apakah saya jadi wali kota saja biar bisa bikin hal yang sama?,” tanyanya sembari terkekeh.

Dia melihat, salah satu keberhasilan program di Makassar yakni kuatnya aspek sosial atau apa yang disebut Danny Pomanto sebagai Kota Dunia yang Sombere’ dan Smart City.

Mahasiswa S1 ini juga ingin apa yang dilakukan Danny dan SKPD lingkup Makassar ini dapat juga diterapkan di kota lainnya.

“Saya rasa yang dilakukan sana bapaknya (wali kota Makassar) itu diharapkan bisa diterapkan di kota lainnya khususnya di pulau Jawa,” ucapnya.

Begitu pun dengan mahasiswa Teknik Fisika UGM Daffa Indraprawira Izaohar. Daffa mengaku banyak mendapatkan pengetahuan baru pasca-berdiskusi dengan wali kota Makassar.

Baca Juga: Pj Sekda Makassar Hadiri Promosi Doktor Mantan Wali Kota Tangerang

Sementara itu, Danny Pomanto yang di daulat menjadi pembicara memaparkan materi mengenai Makassar sebagai Kota Rendah Karbon.

Dia mengatakan bahwa low carbon merupakan persoalan hidup-mati kita semua. “Ini tidak bisa kita kerja sendiri. Kolaborasi hari ini, ITB, UGM, pemerintah Amerika dan Indonesia tentunya inilah modeling yang sangat baik di kembangkan menjadi model yang ideal,” kata Danny usai kuliah siang tadi.

Dalam penekanannya, wali kota berlatar pendidikan arsitektur ini menuturkan, untuk mewujudkan kota yang rendah karbon itu bukan soal teknologi, seperti ganti mobil saja lalu selesai. Tetapi justru soal perilaku masyarakat.

Ia mencontohkan, di Makassar perubahan perilaku harus berawal dari lorong-lorong yang merupakan sebuah ruang kecil dari sel kota.

Semuanya bermula dari situ termasuk low carbon. “Persoalan emisi karbon ini intinya ialah perilaku manusia. Semua ini terjadi (emisi karbon) karena perilaku manusia,” kata Danny.

Baca Juga: Siapkan Anggaran, Pemkot Makassar Komitmen Dukung Pembangunan Stadion Baru di Sudiang

Olehnya itu yang harus di ubah. Pasalnya mau bicara teknologi apapun semua di awali dari perilaku manusia.

Dan perilaku manusialah yang bisa menurunkan karbon dan menaikkan oksigen.

Makanya di Makassar, di lorong-lorong di buat menjadi lorong wisata. Di dalamnya ada Public Engagement dan Protokol Sentuh Hati.

Pemerintah, ujar Danny hanya bertugas mengintervensi seperti mengadakan bibit sayur atau perikanan.

Dari situ berkembanglah sirkulasi ekonomi, membuat masyarakat berdaya dan mandiri serta menjadikan lingkungan hijau.

Selain itu, pihaknya juga membuat restrukturisasi sosial. Jika di Indonesia hanya menggunakan RTRW di Makassar beda. Di buat institusi baru untuk mengengage masyarakat yakni Bassi Barania.

Baca Juga: Makassar Raih Juara 2 Umum MTQ XXX Sulsel, Kabag Kesra: Jadi Syiar Islam!

Di dalamnya ada local influencer dan Dewan Lorong yang terdiri dari, Karismatik Leader, Woman Leader dan Milenial Leader.

Pun sebagaimana program Salat Subuh Berjamaah yang bertujuan mengkonsolidasikan satu kota.

“Bayangkan kalau dalam gedung, berapa AC yang di butuhkan, lampu, transportasi, makan- minum yang di butuhkan. Sementara kalau gerakan salat subuh tidak di butuhkan. Kita dapat sharing, silaturahmi dan pahala,” papar Danny.

Lantaran ini menyangkut perilaku manusia maka upaya merendahkan emisi karbon harus di buat perencanaan matang, butuh leadership, publik engagement dan harus ada evaluasi.

Ia berharap pasca-pertemuan ini semakin menguatkan kolaborasi dan menyempurnakan Makassar dan kota lainnya menuju low carbon city.  (*)

Baca Berita dan Artikel Lain di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button