PALU, NEWSURBAN.ID — Warga Sulawesi Tengah (Sulteng) diserang penyakit demam keong dan kurang lebih 257 orang telah terpapar. Hal ini berdasarkan laporan Kementrian Kesehatan Repoblik Indonesia (Kemenkes RI). Diperparah dua Kabupaten di Sulteng yakni Kabupaten Poso dan Sigi.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Demam Keong adalah penyakit parasitik kronis menular yang menyebabkan oleh cacing trematoda darah dari genus schistosoma yang-ditularkan melalui keong penular schistosomiasis/demam keong (Oncomelania hupensis lindoensis).
Penderita Demam Keong yang selanjutnya-disebut Penderita adalah seseorang yang di dalam pembuluh darah vena porta hepatica dan vena mesenterika superior di temukan cacing schistosoma dan dapat didiagnosa dengan menemukan telur schistosoma dalam tinja.
Demam keong merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia khususnya di wilayah tertentu. Karena dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, status gizi, kecerdasan, dan produktivitas serta menyebabkan kematian.
Kepala Biro Komunikasi Kemenkes RI Dr. siti Nadia Tarmizi, mengatakan 257 kasus deman keong prevalensinya 1,45 yang berada di dua Kabupaten yakni Kabupaten Poso dan sigi Provinsi Sulawesi Tengah.
“Ya, di Desa saja di Kabupaten Poso dan Sigi,” katanya.
Dinkes Sulteng Sempat Kekosongan Stok Obat
Sementara dikonfirmasi, Sabtu 18 Februari 2023, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, dokter I Komang Adi Sudjendra mengatakan secara keseluruhan terdapat 257 orang yang mendapatkan pengobatan. Terdiri dari 245 penderita di Kabupaten Poso dan 12 lainnya berada di Sigi.
Mereka terinfeksi berdasarkan pemeriksaan tinja pada Juli 2022 silam. Kata I Komang Adi, pengobatan sempat terhambat karena kekosongan stok obat Praziquantel yang baru tersedia pada awal Februari 2023 sebanyak empat ribu tablet.
“Terus terang saja kemarin sempat kosong karena dari luar negeri. Obat itu susah diperoleh, cara masuknya juga susah,” katanya.
Dalam pemberian obat para penderita demang keong, I Komang Adi menjelaskan, dosis obat di hitung berdasarkan berat badan. Yaitu untuk setiap 10 kilogram mendapatkan satu tablet.
Penanganan Keong Harus Fokus dan Terarah
Awal mulanya penemuan penyakit demam keong di provinsi Sulawesi Tengah. Tepatnya, di dataran tinggi Lindu, Napu dan Bada yang khusus disebabkan oleh Schistosoma juponicum. Cacing ini hidup di pembuluh darah terutama kapiler darah dan vena kecil dekat selaput usus. Infeksi di daerah endemis ini sering terjadi anak usia sekolah, petani dan penangkap ikan.
Pada anak yang terinfeksi penyakit ini dapat mengakibatkan kelainan pertumbuhan dan kelemahan kognitif. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah melalui penemuan kasus, pengobatan massal, penggunaan jamban sehat serta ketersediaan air bersih.
Data tahun 2017 menunjukkan bahwa angka kejadian schistosomiasis pada manusia di tiga dataran tinggi, rata-rata berada pada kisaran 0.65 –0.97%. Namun pada keong perantara masih cukup tinggi yaitu 1.22– 10.53%, terlebih lagi angka kejadian schistosomiasis pada hewan ternak sangat tinggi kisaran 5.56 – 40%.
Data-data ini menunjukkan bahwa yang jauh lebih banyak terinfeksi itu adalah hewan ternak dan keong perantara. Dengan kata lain, upaya eradikasi schistosomiasis harus fokus pada upaya pengendalian agar hewan ternak dan keong perantara ini tidak terinfeksi, sehingga memutus rantai penularan schistosomiasis pada manusia.
Baca juga: Pemkot Palu Bersama NGO Terus Intensifkan Gerakan Pencegahan HIV/AIDS
Tingginya angka kejadian penyakit pada hewan ternak menyebabkan pola penggembalaan bebas. Kemudian terinfeksi serkaria melalui keong perantara yang tersebar di lahan-lahan yang tidak-diurus akibat pola pertanian berpindah. Ketika hewan ternak ini terinfeksi, hampir tidak pernah melakukan pengobatan, karena obatnya. Yaitu praziquantel untuk hewan, sampai saat ini belum tersedia di Indonesia.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Poso pada tahun 2019, setidaknya terdapat 269 lokasi fokus keong yang tersebar di 23 desa di wilayah Kecamatan Lore Utara, Lore Timur, Lore Piore, Lore Tengah dan Lore Selatan.
Sepanjang tahun 2022, sebanyak delapan warga di desa itu terinfeksi penyakit schistosomiasis termasuk di antaranya anak-anak. Laboratorium Schistosomiasis yang-didirikan di desa Lengkeka, Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Sulteng. Untuk mendukung upaya eradikasi penyakit itu tahun 2025, 6 Agustus 2019.
Sebelumnya, kasus Schistosomiasis di Sulteng menjadikan program proritas kementerian kesehatan. Hal ini-ditandai peluncurkan Roadmap Eradikasi Schitosomiasis 2018 – 2025. Dan menyerahkan peta jalan tersebut secara simbolis kepada perwakilan K/L dan pemerintah daerah, di kantor Bappenas, Jakarta 17 Januari 2018.
Baca juga: Hepatitis Misterius Serang Ratusan Anak Dunia
Kegiatan turut hadir Gubernur Sulteng, Longki Janggola juga menegaskan komitmen Pemda Sulawesi Tengah terhadap Eradiksi Schistosomiasis.
Menurutnya, peluncuran Roadmap Eradikasi schistosomiasis 2018 -2025, untuk meningkatkan komitmen seluruh pemangku kepentingan di tingkat Pusat maupun Daerah. Guna mendukung upaya eradikasi Schistosomiasis di Indonesia.
Namun apa terjadi, problematika tentang penanganan schistosomiasis cukup minim. Walaupun Kemenetrian Kesehatan telah menerbitkan peraturan penyelenggaraan Eradikasi Demam Keong dengan nomor 19 tahun 2018. Tetap di anggap penyakit yang hanya-ditemukan di Sulteng itu. Hingga-dianggap sebagai permasalahan di daerah semata.
“Saya akui bahwa anggaran untuk penanganan demam keong cukup minim. Tetapi permasalahan ini, harusnya melibatkan lintas sektor yang ada di Poso,” ujar Dinas kesehatan Poso, dr. Taufan Karwur, saat di hubungi pihak Whatsapp, 18 Februari 2023.
Pencegahan penyakit tersebut, lanjut dia, harus melakukan secara terpadu dan terarah yang memfokuskan pada penanganan area fokus keong. Dengan pembangunan saluran irigasi dan pemanfaatan lahan tidur untuk kegiatan pertanian.
“Harus benar-benar di lokasi fokus supaya ada kontribusi untuk mengurangi masalah tersebut,” katanya. (*)