PALU, NEWSURBAN.ID – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), mencatat 130 kasus Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) terhitung mulai Januari hingga Juli tahun 2023.
Jumlah kasus HIV/AIDS-didominasi oleh kelompok laki-laki dengan golongan usia muda yang tersebar di beberapa kecamatan.
“Sebanyak 130 kasus HIV/AIDS dan didominasi golongan usia muda,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Penanganan Penyakit serta Kesehatan Lingkungan Dinkes Kota Palu Sitti Rachmah, Jumat 25 Agustus 2023.
Penularan kasus HIV/AIDS di daerah itu, menurut dia, dipengaruhi oleh perilaku seksual melalui dubur/anus atau Laki Seks Laki (LSL). Serta penggunaan jarum suntik secara bersamaan oleh pengguna narkoba.
Kata Sitti, bagi para penderita ditangani di puskesmas dengan memberikan konseling dan pengobatan HIV/AIDS dengan pemberian ARV (Anti Retro Viral) serta kerahasiaan terjaga.
Baca juga: Kadinkes Palu Beberkan Program Palu Sehat di Seminar dan Konfercab IAI Kota Palu
Sebagai bentuk intervensi, Sitti menyampaikan, Dinkes Kota Palu memiliki pihak ketiga yaitu Komisi Penurunan AIDS (KPA) Kota Palu yang bertugas memberikan sosialisasi, mengadvokasi, dan mendampingi orang-orang yang positif terkena HIV/AIDS.
“Selain itu kami melakukan pemeriksaan sukarela atau visity mobile karena kami tidak bisa memaksakan mereka untuk melakukan pemeriksaan dan hanya bisa mengadvokasi,” ujaenya.
Untuk memutus mata rantai penularan HIV/AIDS di wilayah itu. Lanjutnya, tindakan berupa pencegahan juga dilakukan dengan mendekatkan pelayanan dan penanganan penyakit seksual menular atau HIV/AIDS ke masyarakat.
Baca juga: Tekan Angka Stunting Kadinkes Intan Jaya Temui 2 Guru Besar di Makassar
Sehingga mereka bisa melakukan pemeriksaan kesehatan setiap saat. Bahkan, pihaknya terus menyosialisasikan kepada masyarakat dan pemangku kepentingan terkait upaya bersama mencegah penularan HIV/AIDS.
Dinkes juga melakukan upaya pencegahan, seperti melakukan sosialisasi kepada masyarakat di sekolah-sekolah dengan memanfaatkan layanan pos kesehatan. Sekaligus melakukan deteksi dini, agar dapat menekan jumlah penularan kasus HIV/AIDS.
“Imbauan kepada masyarakat untuk mencegah penularan HIV/AIDS. Yaitu dengan melakukan hubungan seks yang aman, tidak berganti ganti pasangan, hindari narkoba dengan penggunaan jarum suntik secara bersama, dan setia dengan pasangan,” harapnya.
Kasus HIV/AIDS di Indonesia Meningkat
Kasus HIV di Indonesia di Tahun 2023 terus meningkat. Hal ini berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV mencapai 35%. Angka tersebut lebih tinggi di bandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya seperti suami pekerja seks dan kelompok MSM (man sex with man).
Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Muhammad Syahril menyebutkan penularan kasus-didominasi oleh ibu rumah tangga. “Aktivitas ini telah menyumbang sekitar 30% penularan dari suami ke istri. Dampaknya, kasus HIV baru pada kelompok ibu rumah tangga bertambah sebesar 5.100 kasus setiap tahunnya,” tuturnya.
dr Syahril mengatakan penyebab tingginya penularan HIV pada ibu rumah tangga karena pengetahuan akan pencegahan dan dampak penyakit yang rendah, serta memiliki pasangan dengan perilaku sex berisiko.
Baca juga: Tekan HIV AIDS di Sulsel, Begini Upaya KPAP
Ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV berisiko tinggi untuk menularkan virus kepada anaknya. Penularan bisa terjadi sejak dalam kandungan, saat proses kelahiran, atau saat menyusui.
Secara umum, penularan HIV melalui jalur ibu ke anak menyumbang sebesar 20-45% dari seluruh sumber penularan HIV lainnya seperti melalui sex, jarum suntik dan transfusi darah yang tidak aman.
Dampaknya, sebanyak 45% bayi yang lahir dari ibu yang positif HIV akan lahir dengan HIV. Dan sepanjang hidupnya akan menyandang status HIV Positif.
“Saat ini kasus HIV pada anak usia 1-14 tahun mencapai 14.150 kasus. Angka ini setiap tahunnya bertambah sekitar 700-1000 anak dengan HIV,” jelas dr. Syahril.
Terkait dengan proses deteksi, Kemenkes mencatat hanya 55% ibu hamil yang di tes HIV karena sebagian besar tidak mendapatkan izin suami untuk di tes. Dari sejumlah tersebut 7.153 positif HIV, dan 76% nya belum mendapatkan pengobatan ARV. ini juga akan menambah resiko penularan kepada bayi.
Melihat sumber infeksi, dr. Syahril menilai penularan HIV masih akan terus terjadi. Sebab dari 526.841 orang dengan HIV. Baru sekitar 429.215 orang yang sudah terdeteksi atau mengetahui status HIV dirinya. Artinya, masih ada 100.000 orang dengan HIV yang belum terdeteksi dan berpotensi menularkan HIV ke masyarakat.
Baca juga: Pemkot Palu Bersama NGO Terus Intensifkan Gerakan Pencegahan HIV/AIDS
dr Syahril menjelaskan upaya untuk melakukan skrining pada setiap individu kini menjadi prioritas pemerintah untuk mencapai eliminasi (termasuk pemutusan mata rantai penularan HIV secara vertikal dari ibu ke bayi). Setiap ibu yang terinfeksi 100% harus mendapatkan tatalaksana yang cukup.
Melalui upaya, ia mengharapkan angka dan data anak yang terinfeksi HIV sejak-dilahirkan dapat-ditekan. Angka kesakitan dan kematian dapat-ditekan dan yang terpenting adalah menekan beban negara dalam penanggulangan masalah Kesehatan masyarakat.
Selain HIV, penyakit sifilis atau raja singa juga melaporkan meningkat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2016-2022). Dari 12 ribu kasus menjadi hampir 21 ribu kasus dengan rata-rata penambahan kasus setiap tahunnya mencapai 17.000 hingga 20.000 kasus.
dr Syahril membeberkan presentase pengobatan pada pasien sifilis masih rendah. Pasien ibu hamil dengan sifilis yang di obati hanya berkisar 40% pasien. Sisanya, sekitar 60% tidak mendapatkan pengobatan dan berpotensi menularkan dan menimbulkan cacat pada anak yang-dilahirkan.
“Rendahnya pengobatan-dikarenakan adanya stigma dan unsur malu. Setiap tahunnya, dari lima juta kehamilan, hanya sebanyak 25% ibu hamil yang di skrining sifilis. Dari 1,2 juta ibu hamil sebanyak 5.590 ibu hamil positif sifilis,” kata dr. Syahril.
dr Syahril mengimbau pasangan yang sudah menikah agar setia dengan pasangannya untuk menghindari sex yang beresiko. Bagi yang belum menikah agar menggunakan pengaman untuk menghindari hal-hal yang dapat beresiko untuk kesehatan dan pertumbuhan mental. (*)