LUWU TMUR, NEWSURBAN.ID — Kasus Flu Babi Afrika atau African Swine Fever yang mewabah di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan menimbulkan kerugian sebanyak Rp 126 Miliar.
Jumlah itu sekitar 40 Ribuan Babi milik peternak di Luwu Timur, mati diakibatkan virus tersebut. Hal itu diungkap, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Luwu Timur, Amrullah Rasyid, Rabu 25 Juli 2023.
“Dari 40 Ribuan Babi yang mati. Masih ada sekitar seribuan Babi yang masih steril. Babi tersebut berada di Desa Landangi, Kecamatan Nuha, Luwu Timur,” ungkapanya.
Meski saat ini belum ada obat penangkal virus Flu Babi ini. Namun, Amrullah mengklaim penanganan untuk pengendalikan penyebaran Flu Babi di Luwu Timur, dirinya menyatakan bahwa sudah berhasil.
Selanjutnya, mengimbau warga peternak babi di Luwu Timur untuk menjaga sterilisasi wilayahnya. Kata Amrullah, agar tidak terpapar lagi virus tersebut.
Baca juga:Â Dua Provinsi di Sulawesi “Dihantui” Wabah Flu Babi Afrika
”Saat ini kita sudah menghimbau kepada para peternak babi, untuk tidak menerima dulu babi dari luar, sampai kondisi benar – benar pulih. Informasinya virus Flu Babi tersebut akan mati secara alami selama tiga bulan, ini di hitung dari babi yang terakhir mati,” kata Amrullah.
“Kami melarang pedagang masuk ke Landangi untuk membeli babi warga. Jika ada warga yang ingin menjual babinya, itu bisa dilakukan dengan bertransaksi di luar daerah,” sambungnya.
Menurut Amrullah, upaya itu dilakukan untuk menjaga kondisi Babinya tetap terjaga sterilisasinya. “Ini terus kami pantau, sampai saat ini babinya masih steril. Jika kondisinya tetap bisa di pertahankan, babi yang-diternak warga di Landangi, akan menjadikan bibit babi bantuan,” tandasnya.
Baca juga: 17.105 Ekor Babi Mati Mendadak di Luwu Timur Akibat Flu Babi Afrika, Peternak Gulung Tikar
Untuk membantu para peternak yang mengalami kerugian. Kata Amrullah, Pemerintah Luwu Timur, akan memberikan bantuan dari anggaran bantuan tidak terduga. Hanya saja, nominalnya belum di putuskan, karena masih dalam tahap pengkajian.
Awal Mula Flu Babi Serang Luwu Timur
Sekedar informasi, awal mula Flu Babi masuk ke Luwu Timur ini berasal dari daging babi beku yang di datangkan dari luar daerah. Daging babi beku tersebut di beli oknum warga di Desa Pancakarsa. Tanpa sepengetahuannya, daging babi beku tersebut sudah terpapar virus Flu Babi.
Akibatnya, air babi beku tersebut di minum oleh babi peliharaanya. Tak berselang lama datang pedagang babi membeli babi dipancakarsa. Karena masih kurang satu mobil pedagang tersebut membeli lagi babi di desa yang lainnya. Sehingga virus flu babi begitu cepat menyebar menyebabkan puluhan ribu babi mati di Luwu Timur.
Flu babi merupakan penyakit yang di sebabkan oleh virus DNA kompleks yang hanya menyerang spesies babi dari semua golongan ras dan umur. Awal mulanya, ASF hadir di Afrika, karenanya penyakit yang satu ini di kenal dengan flu babi Afrika. Bahayanya, ASF tahan terhadap segala macam kondisi lingkungan.
Baca juga: Terpapar Virus Flu Babi Afrika, Ribuan Ekor Babi Mendadak Mati di Luwu Timur
ASF merupakan penyakit virus pada babi yang mematikan. Mengapa mematikan? Pasalnya, sampai sejauh ini belum ada vaksin atau obat yang di temukan untuk mencegah atau mengatasi ASF. Flu babi merupakan penyakit yang hampir mirip dengan demam babi klasik yang hanya dapat-dibedakan lewat penelitian laboratorium.
Hingga saat ini, belum ada data yang menyebutkan bahwa penyakit ini dapat melakukan penularan kepada manusia. Sampai saat ini, belum ada vaksin yang-ditemukan untuk mencegah atau mengatasi terjadinya flu babi. Di daerah yang terinfeksi, pengendalian dengan melakukan pembunuhan kepada semua babi, kemudian akan di hancurkan bangkainya. Setelah itu, proses pembersihan dan desinfeksi pun-dilakukan.
Penyakit yang satu ini merupakan masalah kesehatan serius yang penting untuk diperhatikan terkait perdagangan internasional hewan dan produk hewan. Dalam hal ini, langkah pencegahan dapat melakukan dengan larangan ekspor atau impor dari daerah yang terkena dampak. Sehingga untuk mengantisipasi tingkat kerugian ekonomi masyarakat yang sangat besar. (*)