HukumNasionalNewsNusantara
Trending

Kasus Brigadir J, Trimedia Pandjaitan: Kado Buruk Untuk Polri

JAKARTA, NEWSURBAN.ID — Kasus Brigadir J oleh Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Trimedya Pandjaitan menyebut sebagai kado buruk untuk Polri. Brigadir J tewas dalam penembakan di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, kala rangkaian ulang tahun Polri masih menghangat. Kasus Brigaris J ini, sebagai kado buruk Polri di ulang tahunnya yang ke 76.

Karena itu, Trimedya berharap tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dapat segera memberikan titik terang. Dengan mengungkap insiden berdarah berbuntut maut tersebut.

“Karena ini hampir satu minggu, mudah-mudahan minggu depan ada titik terang yang-diberikan tim khusus ini. Supaya masyarakat percaya dan ini kado ulang tahun Polri yang enggak bagus menurut saya,” ujar Trimedya dalam webinar yang-disiarkan lewat instagram @diskusititiktemu, Sabtu (16/7).

Baca Juga: Kasus Polisi Tembak Polisi, Polri: Brigadir J Masuk Kamar Istri Kadiv Propam dan Lakukan Pelecehan

Politikus PDI Perjuangan itu, memaparkan beberapa kejanggalan hasil penyelidikan kepolisian terkait kasus tersebut. Kejanggalan pertama berasal dari jenis senjata yang dipakai Bharada E saat baku tembak dengan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo.

Dalam peristiwa berdarah itu, Bharada E menggunakan senjata api jenis Glock-17. Sementara, Brigadir J menggunakan pistol jenis HS-9.

Senjata yang di pakai Bharada E, menurut Trimedya tidak wajar. Sebab, senjata api jenis itu bukan untuk anggota yang berpangkat Bhayangkara Dua (Bharada).

“Kalau dulu, bukan Sersan, balok lah ya istilahnya ya. Dan, itu biasanya AKP atau kapten yang pegang jenis senjata itu (Glock-17). Karena senjata itu kan mematikan. Sama seperti yang-disampaikan Pak Arianto tadi, harusnya dia (Bharada E) laras panjang,” ujarnya.

Baca Juga: 10 Orang Tewas Di bantai KKB Papua, Tiga Warga Sulsel

Kejanggalan kedua kata dia, terkait dengan bekas tembakan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) di rumah Kadiv Propam yang tidak pernah-ditampilkan.

“Kemudian olah TKP-nya, kalau-dikatakan tembak-menembak, itu kan sampai sekarang ini delapan hari ya, kita tidak pernah (lihat). Paling tidak pers boleh masuk. Ada enggak bekas tembak-tembakan itu, di sekitar rumahnya? Di dinding atau di tangga, darah, kan enggak pernah ada (ditampilkan),” ujar anggota Fraksi PDIP Dapil Sumatera 2 itu.

Ia juga menyebut, peristiwa tak mungkin terjadi tembak-menembak tanpa meninggalkan bekas. Misalnya darah, kaca pecah, atau lainnya.

Baca Juga: Kritik Ratusan Aparat Bersenjata Masuk Dogiyai, Komnas HAM Minta Tak Buat Ketegangan Baru

“Kita yang orang hukum, keliatannya ya akal sehat kita-dibalikkan. Nah, itu kan harusnya ada. Enggak mungkin dong orang tembak-tembakan, enggak ada bekas darahnya, kaca pecah atau apa, itu kan enggak pernah-diliatkan,” jelasnya.

Kejanggalan ketiga,disebutkan pada momen konferensi pers yang-disampaikan pihak kepolisian. Menurutnya, ada ketidaksiapan yang seolah-ditutupi oleh pihak kepolisian ketika merilis kasus ini.

Di mulai dari keterangan pertama yang-disampaikan Divisi Humas Mabes Polri pada Senin (11/7) yang terlihat tak ada kesiapan merilis kasus tersebut. Di tambah lagi dengan konferensi pers Polres Metro Jakarta Selatan pada Selasa (12/7), karena tidak ada barang bukti yang-disuguhkan ke publik.

Baca Juga: Peringatan Keras Jokowi, Minta Istri TNI-Polri Tidak Undang Penceramah Radikal

“Aneh, saya tahun 91 sudah jadi pengacara. Enggak pernah tuh saya melihat ada konferensi pers barang bukti enggak-ditunjukkan. Itu enggak-ditunjukkan barang buktinya, itu selongsong seperti apa? Jenis senjata seperti apa?,” ujarnya.

Tak hanya itu, ia juga menyoroti Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto yang menutup lembar putih yang-dipegangnya saat merilis kasus tanpa menunjukan kepada insan media yang hadir.

“Kapolres Jakarta Selatan itu pada saat konferensi pers mungkin hari Selasa dia konferensi pers. Dia pegang kertas, ya enggak tau kertas apa itu. Apakah kertas ringkasan autopsi atau kertas apa? gitu loh. Biasanya kan-diberikan kesempatan, karena itu konferensi pers, wartawan close up hasil itu, ini kan enggak,” katanya.

Baca Juga: Elektabilitas Ganjar Teratas Di susul Anies, Prabowo Menurun

Atas beberapa kejanggalan itu, Trimedya mengaku memberikan tiga usulan kepada Listyo lewat aplikasi pesan WhatsApp yaitu untuk membentuk tim khusus; menarik berkas ke ke Markas Besar (Mabes) Polri karena sudah termasuk isu nasional; dan menonaktifkan Freddy Samdo.

Mabes Polri menyatakan Brigadir J tewas usai baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Jumat 8 Juli lalu. Brigadir J merupakan sopir istri Sambo.

Polisi menyebut Brigadir J masuk kamar dan melakukan pelecehan seksual ke istri sang jenderal. Ia mendapat tujuh luka akibat tembakan Bharada E di tubuhnya.

Baca Juga: Cegah Polarisasi-Hoaks Pemilu 2024, Polri Akan Bentuk Satgas Nusantara

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membentuk tim khusus. Ia memastikan tim akan bekerja secara profesional dalam mengusut insiden baku tembak ini.

“Kami mengharapkan bahwa kasus ini bisa dilaksanakan secara transparan, objektif. Dan tentunya karena khusus menyangkut masalah anggota, kami juga ingin peristiwa yang ada ini betul-betul menjadi terang,” kata Listyo kepada wartawan di Mabes Polri, Selasa (12/7). (bs/cr)

# Kasus Brigadir J

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button